Senin, 30 September 2019

# cinta # Fiksi

TERLALU INDAH

Satya melangkah ringan memasuki rumah. Mungkin kalau dilihat menggunakan kacamata remaja geraknya seperti sedang mengikuti sebuah jingle atau mungkin American pop yang ceria. Ada sedikit lompatan dalam langkahnya. Dengan lambaian tangan untuk menyeimbangkan tubuhnya.
Andaikan hari ini terjadi saat Satya masih remaja maka itulah yang sedang kita saksikan. Sayangnya hari ini Satya sudah dipenghujung usia 34 tahun sehingga tidak ada yang berbeda dengan langkahnya. Hanya ada sedikit tambahan dari wajahnya yang sumringah dan goresan senyum yang enggan pergi dari bibirnya.
“Sudah selesai acara santunan anak yatimnya?”
Ibu menghentikan langkah Satya tiba-tiba. Membuat keceriaan di wajah anaknya berubah menjadi raut mendung terbelalak karena terkejut.
“Ibu! Bikin kaget aja.” Satya mengelus dadanya untuk lebih tenang. “Iya, sudah selesai. Anaknya suka sekali dengan gado-gado ibu. Enak katanya.”
Ibu menerima rantang pink yang sudah kosong. hanya matanya tak lepas menyelidik kedalam diri anaknya.
“Dari tadi ibu disini. Memangnya kamu nggak lihat?”
“Ohh ya? kok aku bisa nggak lihat ya?” Satya menggaruk kepala untuk membuatnya terlihat sedang berpikir. Meski semua actingnya itu tidak cukup berhasil. Membuatnya terlihat seperti remaja salah tingkah.
Mungkin benar. Karena sebuah suara yang merdu itu masih terngiang-ngiang ditelinganya.
Aku tidak punya hak untuk melarang
Kalimat itu memiliki banyak arti. Apakah Satya boleh mendekatinya lagi? atau justru itu sebuah awal hubungan baru mereka yang bisa disederhanakan dengan pacaran?
Pacaran?
Tidakkah Satya terlalu tua untuk menggunakan kosakata tersebut?
“Satya masuk ya, Bu. Mau mandi, gerah.”
Ibu membiarkan anak lelakinya itu pergi. meski dikepalanya menyimpan curiga atas ekspresi seseorang yang terlampau janggal setelah melakukan kegiatan amal.

Pinterest

“Pulangnya siang amat, Ki? Kami nunggu kamu dari tadi. Mama siapan sarapan buat kamu ya?” Ayu sedang merapikan kabinet yang di dapur. Mumpung hari ini sedang tidak ada pesanan jadi semua perlengkapan memasak yang tidak terpakai bisa disimpan kembali.
“Kila udah sarapan. Laper banget soalnya. Maaf ya, Ma?”
“Oh iya. Nggak apa-apa. Yaudah kamu langsung bersih-bersih aja.”
Kejutan apa lagi ini? atau pendengaran Ayu sudah mengalami penurunan fungsi sehingga sudah tidak terlalu jelas mendengar.
“Barusan suara kakak?” Keenan berdiri menyandar pada kitchen set setelah Killa masuk kedalam kamar.
“Kamu juga dengar kan? Jadi bukan telinga Mama yang bermasalah kan?”
Keenan menggeleng untuk meyakinkan meski semakin tidak terlihat yakin tanggapannya itu untuk pertanyaan ayu yang mana.
D. Aryasatya   : Udah sampai rumah?
Sebuah pesan masuk ketika Killa sudah berada di dalam kamar
Shakilla A.       : Sudah. Sekitar 10 menit yang lalu.
D. Aryasatya   : Rencana kamu apa setelah ini
Killa tersenyum membaca pesan kedua Satya dan langsung menuliskan jawabannya.
Shakilla A        : Belum tahu. mungkin mau baca modul untuk persiapan workshop
D. Aryasatya   : Workshop? Ohh … untuk promosi kamu ya?
Surya tersenyum menerangi bumi. Membiarkan kupu-kupu terbang berkejaran. Menghinggapi setiap kuncup yang bermekaran. Mengambil sari bunga yang terlalu manis dibiarkan hingga layu. Lalu membiarkan anak-anak kecil berlari mengejarnya. Membuat senyum bahagia orang yang melihatnya.
Keindahan dan kecerian taman bunga itu masih kalah dengan kecerian di wajah killa. Seperti langit selepas hujan, sangat bersih dan cerah. Seperti itu lah Killa yang hari-harinya lebih banyak dilewati dengan bermuram sendu.
Semesta sedang berbahagia. Benih cinta yang ditebarkannya bersemi indah di tengah padang. Tidak selamanya kegersangan yang miskin tidak mampu memberikan energi tumbuh. Keindahan cinta akhirnya kembali bersmayam dalam jiwa Killa.
Kalau cinta begitu indah, mengapa tak kau hadirkan sejak dulu?
Percakapan yang terjadi antara Killa dan Satya berlanjut. Dan lebih banyak mengisi waktu luang keduanya. Meski sama-sama sebuk dan memiliki ritme kerja yang berbeda, tak memberi peluang bagi keributan untuk menyelinap.
Topik pembicaraan seperti tidak pernah habis. Saling menceritakan keseharian, Killa dengan persiapan promosi jabatan dan Satya dengan perjalanannya diatas langit. Bahkan pernah membicarakan hal remeh seperti warna kesukaan lalu mengaitkannya dengan kepribadian masing-masing.
Satya senang, kali ini tidak perlu usaha cukup keras untuk membuat Killa menjadi dirinya sendiri. Killa yang banyak bercerita, Killa yang semangat dengan beban kerja yang semakin berat, Killa yang tidak lagi kebingungan harus bersikap.
Memang hanya komunikasi melalui udara yang bisa mereka lakukan. Saat Satya sedang libur, Killa bekerja. Begitu sebaliknya. Foto dan rekaman video menjadi salah satu yang menjembatani mereka untuk bertatap muka. Video call? Ini pun jarang sekali, lagi-lagi kesibukan yang menjadi penyebabnya.

Tidak perlu ada ikrar untuk menyatakan kedektaan mereka. Seperti sungai, mengalir melewati apa saja. Tidak perlu memikirkan akan menemui apa atau berakhir dimana, tidak sekarang. Karena cinta mereka terlalu indah untuk dibesarkan dalam rencana dan lupa cara menikmati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates