Minggu, 10 November 2019

MENCINTAI BANGSA MELALUI CAGAR BUDAYA INDONESIA

13.15 24 Comments
Hampir 4 tahun tinggal ditanah majapahit tapi sekalipun belum pernah membicarakannya bersama anak-anak. Hingga suatu ketika saya pergi ke toko buku dan menemukan sebuah buku fiksi yang menceritakan sosok legendaris, Maha Patih Gajah Mada.
Usai membaca buku tersebut muncul sebuah keinginan untuk mengajak anak-anak napak tilas perjuangan Gajah Mada. Yang pertama kali terbersit adalah menunjukkan pada anak-anak bahwa tempat tinggal mereka saat ini pernah berdiri kerajaan besar yang menjadi cikal bakal wilayah Indonesia.
Kesempatan itu akhirnya datang.
Awal tahun 2019 saya mengajak anak-anak mengunjungi Museum Majapahit yang berada di Trowulan. Museum ini terletak di dalam wilayah Situs Trowulan.
Mengenal Situs Trowulan
Situs Trowulan merupakan situs perkotaan klasik dan satu-satunya di Indonesia. Wilayah dengan luas 11 km x 9 km berada di 4 kecamatan dari dua kabupaten. Yaitu Kecamatan  Trowulan dan Sooko yang berada di Kabupaten Mojokerto serta Kecamatan Mojoagung dan Mojowarno berada di Kabupaten Jombang.
Penelitian yang dilakukan di situs trowulan dimulai pada tahun 1815 sampai sekarang. Diperkirakan masih banyak benda-benda peninggalan Kerajaan Majapahit yang belum ditemukan.
Didalam Situs Trowulan ini menjadi tempat terakumulasinya aneka benda peninggalan kota di jaman Majapahit. Meski belum bisa dipastikan posisi persis keraton dari Kerjaan Hindu-Budha tersebut. Adapun situs-situs yang tersebar meliputi situs upacara, situs agama, situs bangunan suci, situs industri, situs perjagalan, situs makam, situs sawah, situs pasar, situs kanal, dan situs waduk.
Pada kesempatan itu kami hanya sempat mengunjungi tiga objek saja. Yang pertama adalah Museum Trowulan (Pusat Informasi Majapahit), Gapura Bajang Ratu dan Situs Pendopo Agung.
Museum Trowulan
Bisa dikatakan Museum Trowulan harus menjadi lokasi pertama sebelum mengunjungi objek-objek lain yang berada di Situs Trowulan. Karena semua artefak-artefak bersejarah di simpan dan dipamerkan disini.
Memasuki area museum, kami disambut dengan taman yang luas dan tertata rapi serta banyak pohon-pohon besar yang membuat kawasan ini semakin asri. Halamannya pun luas dan bersih yang menambah kenyamanan saat berkunjung.
Pada tahun 1924 oleh bupati Mojokerto yang bekerjasama dengan arsitek Belanda menginisiasi perkumpulan diberi nama Oudheeidkundige Vereeneging Majapahit (OVM). OVM bertujuan untuk meneliti peninggalan-peninggalan Majapahit. Kemudian pada tahun 1926 terbentuk bangunan tempat menyimpan benda-benda bersejarah tersebut dan dikenal dengan nama Museum Trowulan.
Museum Trowulan terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu Koleksi tanah liat, koleksi keramik, koleksi logam dan koleksi Batu.

Koleksi Batu yang pertama kali kami datangi. Berada dibangunan sendiri dan terletak dibelakang bangunan utama. Bangunan dengan konsep terbuka untuk menyimpan artefak berbahan batu seperti komponen candi, arca, relief dan prasasti.
Setelah itu kami beralih pada bangunan utama yang ada didepan. Gedung ini menjadi tempat dipamerkannya koleksi keramik, logam dan tanah liat. Disini ruangan dibagi dua dengan lobi yang berada diantaranya. Satu sisi ruangan dengan pendingin udara sebagai tempat dipamerkannya koleksi logam dan keramik. Sementara ruangan lainnya berisi koleksi tanah liat.
Melihat artefak-artefak tentu sangat membosankan untuk anak-anak. Maka saya menjadi tour guide dadakan. Berbekal pada papan informasi yang tersedia di setiap objek ditambah sedikit kreatifitas jadilah kunjungan ini sesuatu yang sangat menarik.

Tahun penemuan menjadi daya tarik utama terutama Kakak. Sementara Adek lebih suka melihat-lihat tanpa memedulikan bundanya yang sedang memberi penjelasan sehingga ayah yang mendampinginya.
Kakak sangat antusias ketika saya menyebutkan tahun ditemukannya benda-benda tersebut. Kakak kaget dan tidak menyangka bahwa benda-benda berusia ratusan tahun itu masih ada dan disimpan. Bahkan sengaja dipajang untuk dipamerkan dan menarik perhatian banyak orang. Lalu pertanyaan lain khas anak-anak pun meluncur bebas yang membuat saya cukup kewalahan.
Saat di pintu masuk, kami menjumpai papan besar berisi larangan selama didalam museum. Disinilah saya sisipkan adab ketika mengunjungi tempat-tempat sejarah seperti museum.  Tentu saja disertai penjelasan agar anak-anak bisa memahami aturan-aturan tersebut. Diantaranya :
1. Dilarang menyentuh dan memegang benda koleksi
Tangan sekalipun bersih dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Benda-benda sejarah umumnya berusia ratusan tahun dan dalam kondisi rapuh. Sehingga perlu kehati-hatian dalam merawatnya.
2. Dilarang mengambil gambar
Kamera pada umumnya menggunakan flash. Cahaya yang dihasilkan flash ini lah yang dikhawatirkan akan memicu kerusakan karena reaksi kimia yang dihasilkan ketika cahaya mengenai objek. Meski flash ini bisa dinonaktifkan namun penggunaan kamera dikhawatirkan mengganggu kenyamanan pengunjung lain.
3. Dilarang membawa makanan dan minuman
Biasanya aturan ini sudah diberlakukan sebelum memasuki gedung. Hal ini diberlakukan untuk mencegah teradinya makanan atau minuman yang tumpah dan mengenai objek yang dipamerkan.
Pengetahuan tentang aturan-aturan ini penting sekali diajarkan sebagai salah satu cara menjaga benda-benda bersejarah. Selain itu juga bermanfaat agar anak-anak terbiasa bersikap baik dan taat pada aturan dimanapun mereka berada.

Kurang lebih 1 jam kami berkunjung ke museum. Sejujurnya waktu tersebut belum cukup untuk mengelilingi semua bagian museum. Namun waktu tersebut sangat cukup bagi anak-anak terutama kakak untuk menikmati benda-benda purbakala.
Candi Bajang Ratu
Objek kedua yang kami kunjungi adalah Gapura Bajang Ratu. Memasuki lokasi, saya tertinggal jauh karena anak-anak langsung berlarian.
Bangunan segiempat yang berukuran 11,5x10,5x16,5 meter berdiri tunggal ditengah-tengah lahan yang luas. Taman yang indah, rapi dan bersih berada mengelilingi gapura. Sekaligus menjadi salah satu daya tarik utama untuk anak-anak. Ditambah jalur menuju lokasi yang cukup lebar menjadi lokasi terbaik untuk anak-anak bereksplorasi.
Tidak banyak yang bisa diceritakan pada anak-anak selain fungsi dari gapura ini. Yaitu sebagai pintu masuk ke sebuah bangunan suci untuk memperingati wafatnya Raja Jayanegara.

Sebenarnya ada banyak informasi yang bisa diberikan seperti bentuk relief, desain arsitekturnya atau proses ditemukannya situs tersebut. Namun tempat terbuka menjadi lokasi terbaik bagi anak-anak untuk melatih motoriknya. Ditambah waktu sore yang sejuk semakin menambah betah saat berkunjung. Sehingga berlarian dan berfoto menjadi aktivitas yang menarik untuk dilakukan disini.
Situs Pendopo Agung
Pendopo Agung menjadi objek terakhir yang kami kunjungi. Sesuai dengan namanya objek utama dari situs ini adalah pendopo. Pendopo ini didirikan pada 15 Desember 1966 atas prakarsa Kolonel Sampurna. Bangunan ini bisa dimasuki dan dimanfaatkan oleh pengunjung untuk beristirahat. Dibagian belakang bangunan terdapat silsilah raja-raja Majapahit.
Terdapat kompleks makam dibagian belakang bangunan pendopo. Salah satunya diberi nama Kubur Panggung. Makam yang disebut kubur panggung ini berupa bangunan kecil. Namun, tempat ini bukanlah sebuah makam yang digunakan untuk mengubur manusia yang sudah meninggal melainkan sebuah maqom atau petilasan tempat Raden Wijaya bertapa.
Di depan pendopo berdiri patung Raden Wijaya, raja pertama Majapahit dan Maha Patih Gajah Mada. Dua tokoh besar ini bisa diteladani anak-anak tentang kegigihan tekad dan semangat pantang menyerah demi mencapai cita-cita.
Pendopo ini dikelilingi pohon-pohon besar yang dimanfaatkan sebagai arena permainan anak-anak. Diantaranya persewaan mobil remote control, rumah balon, dan melukis. Biaya yang dikenakan untuk memanfaatkannya pun relatif murah.
Selain kami, juga banyak keluarga-keluarga lain bersama anak-anak yang memanfaatkan lokasi ini sebagai tempat berlibur.
Menyenangkan menjadi kesan pertama kakak ketika diajak ke museum. Hasil yang sangat baik karena objek wisata identik dengan aktifitas yang membosankan. Hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar. Bahkan kakak mengusulkan untuk berkunjung kembali dilain waktu.
Hal ini tentu memacu semangat saya untuk terus belajar sejarah melalui banyak cara. Selain untuk memperkaya pengetahuan saya juga menjadi bekal saya untuk mengajarkan pada anak-anak tentang sejarah bangsanya.

Bung Karno pernah mengatakan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri. Dan museum menjadi salah satu cara paling efektif mengajarkan sejarah.
Situs Trowulan adalah salah satu cagar budaya yang dimiliki bangsa kita. Dan bisa menjadi objek menarik untuk dikunjungi bersama anak-anak. Berkunjung ke tempat-tempat bersejarah menjadi salah satu cara untuk menunjukkan kepedulian kita pada cagar budaya Indonesia. 
Teman-teman punya pengalaman menyenangkan serupa? Yuk, tulis dan bagikan pengalaman tersebut melalui Kompetisi Blog "Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!”

Pengalaman adalah sedekah terindah yang bisa kita berikan kepada sesama.

Referensi :

Buku Panduan ‘Mengenal Kepurbakalaan Majapahit di Daerah Trowulan’ Oleh I Made Kusumajaya, Aris Soviyani, Wicaksono Dwi Nugroho.

Sabtu, 02 November 2019

Masa Lalu

14.36 0 Comments
“Ibu sangat menyayangi anak-anaknya. Tidak perduli aku atau Diar, kami diperlakukan sama dalam segala hal.”
Satya menyadari telah terjadi sesuatu antara Ibu dan Killa. Dan dengan ucapan Satya bermaksud menenangkan. Nampak sekali perubahan pada diri Killa.
Diar sudah memberinya peringatan. Tanpa itu pun Satya sendiri sudah tahu. Tahapan ini memang perlu Killa lalui agar kedepannya lebih baik. Hanya saja Satya melewatkan akibat setelahnya. Killa nampak sangat terguncang.
“Aku kira karena kamu perempuan, Ibu tidak akan terlalu keras. Rupanya yang dialami Rasyid tidak jauh berbeda dengan kamu.”
Killa hanya memberikan tanggapan dengan sebuah senyuman.
“Ki,” Satya menggenggam tangan Killa. “Aku tetap akan mengusahakan hubungan kita. Sesulit apapun itu. Kamu bisa pegang janjiku.”
Kemampuannya mencerna perkataan Satya jauh berkurang. Killa tidak tahu harus menjawab apa. Sebuah anggukan lemah yang bisa dia berikan.
Satya membalas dengan tersenyum. “Kamu istirahat aja. Nanti aku bangunin kalau sudah sampai rumah.”
Killa menurut.
Tidur memang yang paling ia butuhkan. Energinya terkuras habis saat berhadapan dengan Ibu. Dan Satya menjadi selimut yang memberinya kehangatan pada jiwanya yang kedinginan.
Usapan lembut Satya berikan pada puncak kepala Killa ketika wanita disampingnya itu sudah terhanyut dalam dekapan mimpi. Nafasnya tenang dan teratur. Gurat kelelahan dan ketakutan masih tersisa diwajahnya.
Apa yang sudah kamu dengar dari ibu?
Satya berkendara dengan pikiran yang berkecamuk. Rasa penasarannya begitu besar. Keyakinannya membawa Killa bertemu dengan Ibu tidak tergoyahkan. Bahkan restu yang sedang ia cari akan dengan mudah didapatkan. Tapi kini, keyakinan itu pelan-pelan mulai terkikis.
Mimpi benar-benar memeluk Killa erat. Mama yang datang membangunkan pun tak membuat Killa terlepas dari jerat bunga tidur. Sehingga Satya meminta izin pada Mama untuk memindahkan Killa ke kamarnya. Mama terpaksa menyetujuinya. Saat ini hanya Satya yang mampu melakukannya. Keenan tentu saja sedang tidak ada di rumah karena sedang bekerja.
“Makasih ya nak Satya.” Mama memberikan sebuah tas berisi kotak makan. “Untuk Nak Satya selama jauh dari rumah.”
“Wah, jadi merepotkan.”
“Anggap saja Nak Satya sedang menyenangkan hati seorang ibu.”
Apalagi yang bisa Satya lakukan selain menerima dan berterima kasih. Tidak ada penolakan untuk ibu bukan? 
Pinterest
Maka Satya pun membawanya seperti sebuah oleh-oleh. Dikepalanya sudah tersusun rapi jurus pertahanan untuk menghadapi celotehan Diar nanti.
Barisan rapi alasan yang harus diucapkan pertama kali siap meluncur dari bibir tipis Satya. Namun segera tertelan kembali, ketika mendengar perdebatan 2 wanita yang terdengar dari dalam rumah, Ibu dan Diar.
“Itu masa lalu, Bu. Tidak perlu dibawa-bawa.” Suara Diar terdengar kesal
“Masa lalu seorang wanita itu menjadi jejak permanen yang tidak bisa dihapus. Itu seperti penyakit bawaan yang sewaktu-waktu bisa kambuh.” Balas ibu tidak kalah sengit.
“Tapi ibu tidak bisa menilai orang dari pertemuan pertama, kan? Paling tidak ibu harus menghargai usaha Mas Satya, Bu.”
Diar terlihat sedang memohon pada Ibu ketika Satya masuk ke dalam. Meja makan itu belum berubah sejak satu jam lalu ia tinggalkan.
“Serius sekali?” Satya melihat Ibu maupun Diar tidak ada yang berbicara. “Diar?.”
 “Enggak apa-apa kok mas. Biasa debat kecil sama ibu soal Rasyid.” Diar bergerak cepat dengan menarik Satya menjauh.
“Bukan Rasyid.” Ucapan ibu menghentikan langkah Satya. “Tapi Killa.”
“Ada apa dengan Killa, Bu?”
“Bukan soal penting, Mas. Mending Mas Satya siap-siap. Bentar lagi jemputannya pasti datang. Oh, ini apa?”
Satya menyerahkan paper bag yang sejak tadi dipegangnya pada Diar. “Mas mau bicara dengan ibu.”
Diar memandang penuh permohonan agar Satya mengikutinya pergi.
“Diar, Mas bisa menyelesaikan apapun masalah yang kamu khawatirkan.”
“Tapi janji sama Diar kalau Mas nggak akan melepaskan Mbak Killa.” Ucap Diar pelan-pelan.

Satya menjawabnya dengan tersenyum dan sebuah belaian lembut di kepala adik perempuannya. “Pasti.”
Pinterest
Setelah memastikan Diar pergi, Satya menghampiri ibu yang sejak tadi duduk membelakanginya. Terlihat sekali sedang diselimuti amarah. Nafasnya naik turun tidak beraturan, begitu dengan sorot mata yang menunjukkan rasa tidak suka.
“Minum dulu, Bu.” Satya menyodorkan segelas air putih.
Segelas air dingin mampu menurunkan emosi. Itu yang ayahnya sering ucapkan sejak Satya kecil.
Hampir 35 tahun hidupnya selalu menerima gelas berisi air dari orang tuanya ketika sedang marah atau sedih. Ini pertama kalinya bagi Satya menyajikan untuk meredam emosi ibu.
Nafas ibu pun berangsur-angsur tenang. Emosi yang tadi menguasainya perlahan hilang. Satya pun mulai berbicara.
“Ibu kenapa?”
“Ibu nggak suka kamu sama Killa. Apalagi kalau niat kamu membawanya kemari untuk mendapatkan restu ibu. Sebaiknya kamu buang jauh-jauh rencana itu.”
Satya menghela nafas. “Kalau gitu bisa Satya simpulkan bahwa ibu kurang menyukai Killa?”
“Tidak suka!” Ibu menegaskan.
“Baik, ibu tidak suka Killa. Tapi kenapa? Pasti ibu punya alasan.”
Ibu berbalik, duduk menghadap Satya. “Kamu harus tahu bahwa setiap orang tua menginginkan pendamping yang terbaik untuk anak-anaknya.”
“Meski aku laki-laki?”
“Justru karena kamu laki-laki, kamu harus didampingi perempuan yang baik. Yang bisa menjadi rumah yang selalu kamu rindukan setiap saat.”
Satya diam. Menunggu. Dia masih belum menemukan titik yang menghubungkan harapan ibu dengan Killa.
“Dan Killa bukan perempuan seperti itu.”
“Kenapa?”
Ibu menghela putus asa. “Kamu ingat proses pernikahan sepupu kamu, Rian?”
“Iya. Tapi tapi kenapa sekarng jadi membicarakan Rian?.”
“Karena ada hubungannya. Kamu tahu Rian hampir tidak jadi menikah dengan Tantri?”
Satya menelengkan kepala. Dia tidak pernah tahu hal itu. Dia tahu dari Tantri bahwa pernikahan itu terpaksa ditunda karena orang tuanya tiba-tiba merasa keberatan jika Rian menikahinya. Ketika Satya bertanya lebih lanjut, Tantri hanya menjawab dengan gelengan kepala kemudian menangis selama berhari-hari.
“Ada perempuan yang datang saat keluarga kita dan Tantri sedang membicarakan tanggal pernikahan.” Ibu bercerita. “Perempuan itu membuat keributan yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang perempuan baik-baik. Dia seperti tidak punya harga diri dengan memohon-mohon pada laki-laki yang sudah memiliki calon pendamping.”
Pada bagian ini Satya tahu karena saat kejadian ada disana. Tapi dia tidak tahu siapa perempuan itu. melihat wajahnya saja tidak sempat karena ibu segera membawa pergi wanita tadi.
Ingatannya hanya menggambarkan seorang wanita, masih sangat muda. Usianya mungkin sekitar 19 atau 20 tahun. Dan terlihat cukup berantakan. Kemeja entah kaos yang dikenakannya kusut disana sini. Ditambah ikatan rambutnya yang hampir terlepas membuat rambut panjangnya awut-awutan.
“Kamu ingat sekarang?”
“Iya. Tapi aku masih tidak mengerti hubungannya dengan Killa.”

“Perempuan itu Killa.”

Follow Us @soratemplates