Senin, 28 Oktober 2019

3 HAL UNIK YANG DIRASAKAN ANAK BUKU

19.31 32 Comments
Kutu buku, book freak, book dragon, monster book dan masih banyak lagi sebutan untuk orang-orang yang menyukai buku. Istilah tersebut pun sangat populer di Instagram sehingga banyak digunakan sebagai tagar. Kalau saya lebih suka menyebutnya anak buku.
Instagram menjadi salah satu wadah bagi orang-orang tersebut. Mereka biasa menamai bookstagram. Komunitas ini mulai berkembang di Indonesia sekitar 2 tahun belakangan. Tidak selalu mereka yang gemar membaca bahkan mereka yang hanya mengunggah foto dengan buku sebagai objek pun sudah bisa disebut bookstagram.
Nah, mereka yang menyukai hal-hal seputar buku ini juga memiliki kebiasaan unik. Jika ada yang melihat pasti akan memberi kesan lebay deh, enggak ada kerjaan, dan lain sebagainya. Salah? Tidak. Itu kan hanya pendapat orang yang tidak pernah tahu apa yang sebenarnya dirasakan. Biar tidak menghakimi seenaknya sendiri, yuk, kita selami sedikit dunia mereka.
IG azura.arts
Kumpulan Buku adalah Taman Bunga
Hamparan rumput hijau yang dipotong rapi. Berbagai jenis tanaman berkumpul dengan kelompok masing-masing. Tanaman berbunga, tanaman berduri, perdu, tanaman merambat, pohon-pohon dengan tajuk yang besar-besar menjadi penghuninya.
Siapapun akan senang mengunjunginya. Datang bersama keluarga, menikmati bekal yang dibawa dengan pemandangan yang memanjakan mata. Disaat seperti ini kita akan merasa kadar oksitosin dalam tubuh meningkat. Senang rasanya.
Kurang lebih seperti itu yang dirasakan oleh anak buku. Barisan rak yang menjulang tinggi yang berderet rapi. Dipenuhi oleh buku-buku yang sudah dikelompokkan sesuai kategorinya.
Filsafat, sejarah, psikologi itu seperti kelompok perdu yang bergerombol dengan daun hijaunya yang seragam.
Agama, pendidikan, social-budaya adalah tajuk-tajuk ilmu yang senantiasa menaungi dari sengatan hal buruk dunia.
Komik, novel, kumpulan cerpen bahkan puisi terlihat seperti bunga yang sedang mekar dengan genre-genre yang siap membuka pintu segala emosi.

Ekonomi, politik, teknologi mengakar dan berkembang tanpa batas. Menjerat orang-orang untuk terus mengasah kemampuan.
IG azura.arts
Perpustakaan dan Toko Buku adalah Tempat Hang Out Terbaik
Kalau jalan bareng teman kemana? Nongkrong di kafe atau nonton di bioskop biasanya jadi tempat yang paling banyak dikunjungi. Tidak heran kalau saat ini banyak sekali kafe-kafe baru yang menawarkan banyak konsep demi kenyamanan nongkrong.
Anak buku pun demikian. Jangan salah, mereka juga suka hang out. Bisa sendiri atau rame-an.
Nah, ini juga salah satu yang seru yang hanya anak buku lakukan (mungkin). Pergi sendirian. Tidak semua sih. beberapa ada yang demikian untuk mereka dengan karakter introvert.
Alasannya sederhana. Tidak suka mendapat banyak gangguan. Kalau sesama jenis enggak akan masalah (anak buku) tentu saja. Lah kalau beda? Asli itu hal yang sangat berbahaya untuk dibayangkan.
Pernah suatu waktu pergi ke toko buku di temani suami. Sebelum masuk saya sudah berpesan untuk tidak bertanya kapan selesai. Sekaligus memberi saran  untuk menunggu di kafe atau Time Zone saja. Saking sayangnya, suami maksa ikut masuk.
30 menit pertama saya sudah disamperin. Awalnya hanya melihat apakah saya sudah menemukan buku yang dicari. 15 menit kemudian menawarkan diri untuk membantu mencari judul buku. Akhirnya setelah genap 1 jam kesabarannya diambang kepunahan pun bertanya, “Sudah selesai?”
Inilah tragedi!!!
Toko buku dan book fair kadang terlalu berisik untuk dikunjungi. Beberapa anak buku yang suka ketenangan akan memilih perpustakaan.
Perpustakaan seperti surga dunia. Bayangkan, buku-buku yang sudah tidak beredar akan bisa di jumpai di sana. Bahkan buku-buku yang terbit sejak jaman kolonial pun pasti ada.

Kalau di perpustakaan Hogwarts ada yang disebut restricted area, perpustakaan dunia nyata pun ada. Bedanya tidak ada rantai yang mengikat buku agar tidak berteriak liar. Kita cukup bertanya kepada petugas atau membawa dokumen tertentu terkait perijinan seperti surat izin penelitian. Karena buku langka sehingga tidak bebas untuk dibaca dan dipinjam.
IG splendidwords
Over Protective terhadap buku
Pacar protektif itu biasa. Orang tua protektif itu kewajiban. Anak buku protektif harus diwaspadai.
Jangan bangunkan harimau tidur. Pepatah itu sangat sesuai untuk disematkan pada anak buku.
Pasalnya ketika kita meminjam atau sekadar membaca buku miliknya, hal pertama yang akan diucapkan adalah daftar panjang kata jangan. Jangan dilipat, jangan dicoret, jangan ditekuk, jangan makan sambil baca, jangan baca sambil minum dan ada ratusan lagi kata jangan.
Untuk anak buku daftar jangan adalah aturan mutlak. Sekali saja jangan sampai melanggar. Hal itu sangat melukai hati.
Hal-hal tersebut adalah bentuk penjagaan yang bisa dilakukan terhadap koleksi bukunya baik kesayangan maupun bukan. Jika mereka masih memberi izin itu adalah sebuah kebaikan dan hargailah. Ketika mereka bilang ‘tidak boleh’ maka mengertilah. Biasanya mereka pernah mengalami kejadian buruk yang traumatis.

Mempunyai Dunia Sendiri
Menjadi seorang anak buku terkadang mendapat label pintar. Tapi tidak sedikit juga yang mengalami kesulitan saat berbincang atau nggak nyambung.
Secara umum seorang anak buku memang memiliki wawasan luas dan lebih terbuka cara berpikirnya. Tapi ketika berbicara lebih dalam, seringkali mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraannya.
Apalagi jika berhadapan dengan anak buku yang sering membaca novel. Mereka seperti berada di dunia yang berbeda dengan kebanyakan orang. Atau justru menjadi sosok lain. Bukan hal yang aneh ketika seorang anak buku sangat terpengaruh dengan karakter yang sedang atau pernah dibaca kedalam kepribadiannya.
Bersabarlah!

Selebihnya anak buku itu menyenangkan. Mereka bisa menjadi teman berbincang yang menyenangkan karena wawasan mereka yang luas dan bahan pembicaraan yang tidak ada habisnya. Yang jelas kesenangan mereka dengan buku membuat mereka lebih bijak dalam melihat sesuatu sehingga tidak membuatnya menjadi karakter korek api yang mudah sekali tersulut emosi.

Sabtu, 26 Oktober 2019

LIFE SUCKS

22.23 15 Comments
Disclaimer
Tidak memasukkan unsur agama juga kadar keimanan seseorang. Semua tulisan hanya dilihat dari sisi kemanusian dan psikologi kejiwaan
First Suck
“Halo.”
“Hai, sorry aku lagi rapat sekarang. Nanti kutelpon, ya.”
Percakapan yang umum sekali tapi tidak pernah ada yang menyadari bahwa hal itu memberikan dampak yang sangat besar.
Untuk beberapa orang, dialog itu dapat diterjemahkan sebagai sebuah penolakan.
Satu kata yang memiliki magnet besar untuk menarik hal-hal buruk. Merasa tidak dibutuhkan, merasa bukan sesuatu yang penting, tidak menjadi prioritas bahkan tidak memiliki arti apa-apa.
Dan itu tidak disadari terjadi setiap saat oleh orang-orang terdekat.
Sakit kepala, pusing, lelah, meriang bisa jadi adalah gejala flu. Istirahat yang cukup dan makan yang bergizi bisa menjadi obat. Itu adalah fisik yang sakit.
Bagaimana jika mental yang sakit?
Mereka yang setiap hari tersenyum, yang setiap hari bercanda, melontarkan kalimat lucu bisa jadi tengah menyimpan kesedihan yang dalam akibat dari sepenggal percakapan tadi.
Seorang ibu yang setiap hari marah dan berteriak pada anaknya bisa jadi disebabkan bukan karena kesalahan si anak.
Orang lain mungkin akan menilai bahwa dia adalah seorang ibu yang galak. Ibu yang jahat, terlalu keras pada anak-anak. Sehingga cemoohan, caci maki pun dilontarkan semudah membalik telapak tangan.
Satu lagi luka digoreskan.
Belum lagi kehadiran seorang suami seperti ada dan tiada. Dengan kesibukan pekerjaan yang tiada batas, merasa kewajiban sudah terwakili dengan pemenuhan materi.
Jika sumber masalah terletak pada pelampiasan emosi maka kehadiran pendengar yang baik itu cukup. Dan jutaan keluh kesah akan tersalurkan dengan baik.
Namun, jika penolakan yang dirasa, kehadiran pendengar saja tidak cukup.
Apa yang mau didengar jika mereka tidak berbicara?


Second Suck
“Tuuuttt”
Dering pertama
“Tuuuttt”
Dering kedua
“Tuuttt”
Dering ketiga.
Kemudian sebuah pesan masuk.
“Maaf, lagi ketemu klien. Nanti kutelepon. Ada apa?”
Tambahan pertanyaan diakhir itu tidak memberikan pengaruh apa-apa. Bahkan jika diletakkan diawal kalimat.
Bahkan kehadiran pesan itu saja tidak akan memperbaiki keadaan.
Gelas yang pecah tidak bisa disatukan kembali. Begitulah wanita. Sekali hatinya terluka, selamanya luka itu akan menganga.
Kondisi ini tak lebih baik dari penolakan. Karena rasa-rasa yang dulu hanya melayang di awan tiba-tiba datang menyergap.

IG : anxiety_depression___

Finally
Ini adalah titik paling berbahaya.
Ketika seseorang merasa dirinya hanya seorang diri di dunia ini. ketika dia merasa bahwa hanya ada dirinya sendiri. Ketika dalam gegap gempita tapi kekosongan menyelimuti diri.
Hal ini berbeda dengan kesepian.
IG : selfcareispriority
Kesepian hanya merindukan kehadiran orang lain disampingnya. Ketika seseorang datang maka segalanya akan berubah menjadi lebih baik.
Namun keadaan ini tidak lah demikian. Ada atau tidakadaan orang lain tidak memberi perbedaan.
Dia tetap merasa sendiri. Dalam dunianya yang gelap dan pekat. Setitik cahaya tak mampu memberikan penerangan.
Sehingga keputusasaan akan lebih mudah menghampiri hingga kalimat terakhir pun terucap.
“Aku berhenti.”


Bukan mata, bukan pula telinga. Tapi rengkuhan hangat yang menunjukkan bahwa aku ada untuk kamu.

Jumat, 25 Oktober 2019

Rebound : Kamus Killa

14.39 0 Comments
Semesta berkonspirasi. Sejujurnya ungkapan itu kadang terdengar sangat menggelikan. Sebuah ungkapan yang dipakai untuk menyederhanakan frasa takdir Tuhan. Tapi baiklah, apa salahnya menggunakannya sesekali.
Coba kita lihat sejauh mana konspirasi itu.
Matahari bersinar cukup terik. Namun hujan semalam mampu menahan sengatan sinarnya. Ditambah embusan angin pagi ini yang sedikit lebih kencang dari biasanya. Tentu hal ini menambah kesempatan untuk menangkal matahari yang tersenyum diatas langit.
Pukul enam pagi, Surabaya sudah benar-benar menyingkirkan malam. Cahaya bintang kecil benar-benar dikalahkan oleh bintang utama.
Kehidupan manusia pun benar-benar sudah aktif. Lihat saja, jalan-jalan protocol sudah seperti lahan parkir. Semua kendaraan tumpah ruah. Saling berebut untuk lebih dulu lewat. Bunyi klakson sahut bersahutan tak berirama, hanya menulikan telinga saja.
Sekali lagi konspirasi itu ada.
Menggelar tabir untuk menghalau pengaruh buruk jalanan pada seseorang yang sedang menunggu.
“Mbak Ki, ada customer pake credit card.” Lisa melongokkan kepalanya melalui pintu manager.
“Aku udah hand over-an. Emang Pak Wahyu kemana?”
“Udah dicariin tapi nggak ketemu. Minta tolong deh mbak, kasian customernya udah nunggu dari tadi.”
Untuk transaksi non tunai memang mengharuskan setiap manager turun tangan. Karena harus menggunakan swiep card yang hanya dipegang oleh manager.
“Yaudah. Tapi habis ini kamu cari Pak Wahyu, ya.”
Dengan terpaksa Killa mengikuti Lisa. Menunda sebentar waktunya untuk membereskan barang-barangnya sebelum pulang. Masih ada cukup banyak waktu sampai Satya datang menjemputnya.
Killa sudah menukar seragamnya dengan sebuah dress berwarna hitam. Tinggal memoles sedikit make up untuk menutupi wajah lelahnya. Begadang memang sudah biasa dilakukannya. Meski terbiasa wajahnya tidak berbohong setelah semalaman tidak tidur.
“Ciee seragaman.” Lisa kembali melongokkan kepalanya ketika Killa sedang memoles kan lipstick di bibir.
Killa merapatkan bibir atas dan bawahnya. “Bagus nggak?”
“Cantik banget.” Lisa tersenyum mengagumi salah satu atasannya itu. “Mau kondangan mbak?”
“Mana ada kondangan jam segini.” Killa memasukkan lipstick kedalam pouch berikut cermin bergambar bola basket.
“Ketemu camer, ya?”
“Hus! Jangan ngarang deh.”
“Habis rapi banget.” Lisa menarik lagi kepalanya, pegel. Menegakkan dirinya dan berbalik pergi.
Killa mencangklong sling bag putihnya. Melangkah keluar tapi hanya berdiri diam. Kepalanya teringat ucapan Lisa tentang calon mertua.
Mungkinkah?
Satya tidak memberitahunya akan pergi kemana. Ia hanya bilang ingin menghabiskan waktu libur bersama Killa.
Mungkinkah?
“Lupa bilang. Mas Satya udah nunggu dari tadi.”
“Ohh … makasih ya.”
Jantung berdetak sedikit lebih cepat. Apa yang special? Karena sepanjang hidupnya Killa tetap merasakan. Bahkan saat dia memutuskan untuk menjauh dari cinta, jantungnya justru lebih mudah berdetak ketika ada lawan jenis mencoba mendekatinya. Hanya berdetak saja tidak ada rasa lain yang mengikuti.
Dengan Satya sedikit berbeda. Tidak , ada banyak sekali yang berbeda.
Sebelum jantung itu bisa berdetak idak beraturan ada rasa lain yang lebih dulu sampai. Yang mampu melilit perutnya tapi bukan karena dia lapar atau sakit. kemudian dia akan menjadi orang paling dungu, yang tidak tahu harus melakukan apa. Tidak ada hal benar yang bisa dia lakukan.
Pun sekarang.
Killa kembali mengeluarkan kaca, memastikan bahwa riasan wajahnya sudah rapi. Ahh … Killa melupakan rambutnya. Saat bekerja hanya ada satu model rambut jadi tidak membuatnya kesulitan. Saat ini dia tidak tahu akan membiarkan rambutnya di gerai atau digelung rapi.
Ini bukan kencan apalagi mengunjungi calon mertua seperti kata Lisa
Killa terus merapalkan banyak mantra untuk membuatnya lebih rileks.
Tempo hari saat pergi piknik, Killa tidak perlu melakukan hal aneh seperti ini. dia hanya berpenampilan seperti yang dia inginkan. Hanya saja kesungguhan yang Satya ucapan merubah keadaan.
Killa tidak menjawab kejadian itu terjadi lebih cepat dari dugaannya. Dan Ia sama sekali tidak memiliki persiapan. Tapi gesture tubuh yang ditunjukkan cukup membuat Satya yakin bahwa penglihatannya menangkap sebuah persetujuan.
Mata memang memiliki kemampuan luar biasa. Bisa menangkap jawaban yang tidak bisa indera lain terima. Juga bisa menyampaikan apa yang tidak mampu bibir ucapkan.
Pintu terbuka.

Nampaklah sosok yang membuat Killa salah tingkah. Slim pants warna khaki dengan kemeja hitam yang lengannya dilipat rapi sampai ke siku dan sepatu sneakers warna senada. Memangnya pilot harus selalu terlihat menarik di setiap kesempatan? Kenapa tidak jadi model saja. Untung Killa hanya meneriakkan ocehan tresebut dalam kepala.
Damn! He looks hot
Andai putri mendapat kesempatan ini mulutnya akan lebih liar dalam berucap. Melupakan lembaga sensor apalagi undang-undang ITE. Semua kata akan keluar tanpa melalui proses seleksi. Orang akan jengah mendengarnya. Itu sebabnya Killa bersyukur putrid tidak ada. Tapi Lisa ada dan melihatnya. Mulut paling berbahaya kedua setelah putri.
“Hey, Sorry lama.”
Women take a longer time.”
Satya membukakan pintu. Killa gelagapan karena tidak terbiasa. Biasanya dia yang memberikan pelayanan pada banyak orang. Dan Satya tahu, sangat tahu. membaca Killa tak lagi susah baginya. Kamus Killa sudah terekam jelas hingga di luar kepala.
Hanya saja Satya kesulitan mengendalikan nalurinya seagai seorang laki-laki. Penampilan Killa membuatnya sedikit gemetar. Killa mengika rambutnya sedemikian rupa hingga leher jenjangnya itu terekspose sempurna. Dress hitam dengan bentuk kerah rendah memberikan sudut pandang terbaik untuk mengagumi ciptaan Tuhan.
Dibalik kesempurnaannya, Satya tetap laki-laki biasa. Yang merasa setiap wanita terkaku menarik untuk dilihat saja. kali ini Satya harus mengeluarkan semua benteng pertahanannya agar hari ini tertap berjalan seperti biasa. Dia harus banyak bergerak agar tidak terpengaruh.
Meski dalam hati Satya juga mengutuk pada semesta yang memberi dukungan. Mungkin lebih baik hari ini hujan deras, badai kalau bisa sehingga Killa akan memilih mengenakan celana panjang dan sweeter dibanding blouse yang panjangnya hanya sampai lutut. Meski ini pakaian yang paling terbuka yang pernah Killa kenakan, tetap saja alarm peringatan Satya menyala.
pinterest
Baca sebelumnyaFirst date

Rumah-rumah dengan halaman yang luas. Pagar tinggi yang pasti didalamnya terdapat pos satpam atau mungkin anjing galak. Khas orang kaya. Jalannya pun lebar meski di dalam komplek perumahan.
Pertanyaannya adalah mengapa harus melewatinya? Ahh … sekarang kan lagi banyak café-café keren yang berada di dalam komplek. Satya kan anak sosmed pasti tahu tempat-tempat yang happening untuk sedekar duduk dan menikmati secangkir kopi
Tapi tunggu, rumah besar, halaman luas. Killa seperti pernah melewati area ini. cukup lama sehingga ia harus mengorek ingatannya yang muncul tenggelam. Mungkin juga salah, jadi Killa menajamkan kembali.
“Sat, tujuan kita ada disekitar sini?”
“Kamu pernah kesini?”
“Sepertinya.” jawab Killa ragu-ragu.
“Aku tidak ingat pernah mengajakmu kemari.”
Satya mengarahkan mobilnya memasuki halaman salah satu rumah. Dengan halaman luas, pagar tinggi tapi tanpa pos satpam dan anjing galak seperti yang Killa pikirkan.
“Ini rumah kamu?”
“Sekarang aku heran kalau kamu pernah kemari.”
“Catering! Iya, aku pernah antar mama kesini. Gazebo yang dihias dengan serba putih, acara lamaran.” Killa menuding Satya dengan mata yang membuka lebar.
“Benar. Acara lamaran adikku, Diar. Tapi aku tidak ingat pernah melihatmu datang. Cuma ada Tante Ayu yang ngobrol sama ibu.”
“Tante?”
“Kamu berharap aku memanggil Tante Ayu dengan panggilan mama?” Satya tersenyum menggoda.
“Bukan, maksudku. Semua pelanggan mama memanggilnya Bu Ayu bahkan anak SMP pun sama. Kamu?”
“Sekarang aku paham maksud Tante Ayu.” Satya mendengkus. “Kamu tidak lihat bahwa hubunganku dengan tante ayu cukup akrab?”
Killa menggeleng.
“Lain kali kamu bisa memperhatikan. Sekarang kita masuk, sepertinya ibu sudah menunggu kita untuk sarapan.”
“Sarapan? Ibu kamu?”
“Ya … aku sudah bilang akan mengenalkanmu pada keluargaku kan?”
Killa menggeleng.
“Sekarang kamu tahu. Yuk!”
Satya sudah mengucapkan salam tapi tidak ada jawaban. Bagaimana mungkin sepagi ini rumahnya kosong. Bahkan mobil Diar ada di rumah. Mobil ayahnya juga masih ditempat yang sama ketika dia pergi pagi tadi.
“Kamu duduk dulu. Aku panggil ibu dulu.”
Killa menunggu di ruang tamu. Melihat halaman rumah berikut garasi mobil, ruang tamunya termasuk kecil. Hanya berisi dua sofa berwarna coklat, sebuah meja kecil dan sebuah vas bunga. Killa baru sadar tidak ada foto keluarga disana. Karena hampir semua dindingnya terbuat dari kaca yang ditutup gorden dua lapis. Tapi ada sebuah partisi yag terbuat dari kayu, mungkin awalnya ruang tamu ini luas kemudian diberi sekat untuk pembatas. Secara keseluran ruang tamu ini sangat nyaman dan hangat. Seperti mencerminkan kehidupan penghuninya.
Pintu depan terbuka.
Seorang wanita masuk. Masih mengenakan piyama dengan karakter Winnie the pooh. Ditangannya ada sebuah tas jinjing yang penuh barang. Berbagai jenis makanan dan minuman.
“Eh ada tamu. Cari …” Hendak mengajak bersalaman tapi Diar menggantungkan hanya tangan diudara. “Killa? Shakilla Andriana?”

Killa lebih dulu menjabat tangan Diar.
“Betul.” Killa menjawab dengan bingung sekaligus heran. Wanita yang ada dihadapannya saat ini baru pertama kali ditemui tapi sudah mengetahui nama lengkapnya.
“Kerja di restoran kan?”
Killa hanya mengangguk semakin tidak mengerti.
“Ya ampun akhirnya.” Dia tersenyum lega. “Aku Diar, adiknya Mas Satya. Udah ketemu Ibu? Tunggu bentar ya aku panggil dulu.”
Tercengang? Pasti. Setengah linglung malah.
Menghadapi orang dengan berbagai macam karakter sudah biasa bagi Killa. Sikap profesionalnya membuatnya selalu siap dalam berbagai situasi. Hanya hari ini saja keadaan berjalan diluar kendalinya.
“Bu !!! Ada pacarnya Mas Satya.”
Seruan Diar itu mustahil tidak ditangkap oleh Killa. Meski sudah berada di dalam rumah, suaranya terdengar seperti lolongan serigala. Keras dan panjang. Membuat Killa semakin bersemu.
“Ya ampun! Lagi pada disini toh? Terus tamunya dianggurin gitu?”
“Kamu itu. anak gadis kok suaranya kaya kebo minta kawin. Nggak ada sopan santunnya.”
“Aku emang minta dikawinin, Bu.”
Hus diem kamu! Rapiin ini mejanya. Ibu mau nemuin temannya masmu.”
“Pacar, Bu.”
“Kok kamu ngatur? Mas mu aja Cuma bilang teman.”
“Iya, mas?”
Satya hanya bisa tertawa melihat interaksi dua wanita pertama dalam hidupnya, Ibu dan Diar.
“Ahh Mas Satya. Nggak gentle. Sama ibu aja nggak berani, gimana mau ketemu orang tuanya.”
Satya kembali tertawa. Kemudian duduk dan mengambil emping melinjo.
“Mas Satya ngapain masih disini?” Diar mengambil mlinjo yang sudah separuh dimakan Satya. “Ibu itu galak lho kalau sama calon mantunya. Ingat nggak waktu Rasyid pertama kali kesini? Yang paling banyak nanya itu ibu lho.”
Diar menarik paksa Satya. Menyeretnya agar menyusul ibu yang sedang menemui Killa. Sementara Satya malas mengikuti adiknya.
Aksi tarik menarik itu berhenti ketika Ibu masuk bersama Killa.
“Diar!!!” Tegur ibu dengan suara tertahan. Sementara anak gadisnya hanya tertawa seperti tidak merasa bersalah.
pixabay

Acara sarapan yang cukup siang pun berlangsung. Menu yang disajikan pun sesuai dengan permintaan Satya.
“Gimana rasanya, Killa? Tante tidak terlalu pintar masak tapi Satya maksa minta dibuatkan gado-gado.”
Pertanyaan itu datang ketika mulut Killa baru saja dipenuhi sepotong lontong dan daun selada. Tidak enak hati, Killa buru-buru menelannya.
“Enak kok Tante. Rasanya masih sama enaknya dengan yang Satya bawa dulu.”
Sendok berisi potongan tempe goreng pun tertahan beberapa detik sebelum akhirnya masuk kedalam mulut ibu.
“Sudah berapa lama kerja di restoran?”
Satya hendak menjawab tetapi disaat bersamaan ponselnya bordering. Kelihatannya penting sehingga dia meminta izin untuk menerima panggilan.
“Tahun ini genap delapan tahun.”
Begadang membuat Killa sangat kelaparan. Namun, ia urung menambah porsi karena ibu sepertunya sedang tertarik untuk berbicara dengannya. Ketiadaan Satya membuatnya harus menjawab setiap pertanyaan. Mungkin ketika nanti pulang dia bisa melanjutkan untuk mengisi perutnya.
“Sudah pernah pacaran berapa kali?”
“Ibu…” Diar menegur dengan merendahkan suaranya.
Killa tersenyum sopan. “Belum pernah.”
“Tuh dengar, Diar. Nggak usah pacaran dulu kalau mau nikah.”
Diar menatap heran pada ibunya. Wanita panutannya itu benar-benar bersikap diluar kebiasaan. Dia justri khawatir Killa akan mundur pelan-pelan mendapati calon mertuanya semenyeramkan ini.
“Di, bukannya kamu tadi mau buat mojito ya? mana? Keluarin dong.”
“Ohh iya. Tunggu aku ambil dulu.”
Diar pun menyusul kakaknya ke belakang. Tidak untuk menerima telpon melainkan menyiapkan minuman yang akan dia buat sendiri.
Pixabay

“Jadi selama ini kamu belum pacaran ya. kalau laki-laki yang pernah dekat, ada?”
Killa tidak tahu bahwa topik pribadi ini akan berlanjut. Untuk pertama kalinya seseorang bertanya padanya. Bahkan Satya sendiri tidak pernah. Dan itu adalah satu bagian kecil dari dirinya yang ingin sekali disembunyikan. Jika memang bisa dihapus maka Killa akan merelakannya dengan senang hati
 “Kamu tidak perlu menjawabnya kalau tidak berkenan.” Ibu mendorong ke tengah meja piringnya yang sudah kosong. “Ayo nambah lagi. Ini permintaan khusus dari Satya lho.”
“Sejujurnya tante kaget kamu tidak pernah pacaran.” Ibu melanjutkan.
Killa hanya bisa memandang dengan penuh tanya.
“Kita pernah bertemu sebelumnya,” Ibu meletakkan sendok diatas piring dan menegakkan duduknya.  “Harusnya kamu ingat karena kamu jauh lebih muda dari tante. Tentu kamu memiliki ingatan yang cukup tajam.”
Killa semakin bingung dengan pembicaraan ini.
“10 tahun lalu keponakan tante melangsungkan acara lamaran. Rian, Adrian Pranata.”
Killa tidak berani mengangkat kepalanya. Wajahnya tertunnduk menatap piring yang tinggal berisi beberapa potong sayuran yang sudah berlumuran saus kacang. Ada medan magnet besar disana. Sehingga apapun yang terjadi diluar sana tidak mampu membuatnya berpaling.
Dalam diam Killa mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut ibunya Satya. Mengulik setiap kisah menjadi potongan-potongan adegan hanya untuk mengingatkannya. Bagian paling kelam dalam hidupnya kini nampak jelas dimatanya. Berputar silih berganti seperti sebuah rekaman yang diputar ulang.
Sakit. perih.
Luka itu kembali tersayat. Irisan yang pelan dan begitu dalam. Membiarkan darah menetes-netes. Merembes menembus tiap lapis jaringan dalah hatinya. memenuhi rongga dada hingga membuanya terhimpit. Sesak, tak mampu bernapas.
Tuhan, tak cukupkah selama ini tersiksa dengan luka menganga? Tak cukupkah selama ini membuatku menderita dengan bayang rasa bersalah?
Sekelebat gambaran wajah Papa tertangkap ingatannya. Laki-laki yang sedang tidur dengan tenang dengan sinar kehidupan yang baru saja pergi.
Papa
Killa menulikan telinga. Pertahanan terakhir dalam diri membuatnya kebas dengan semua rasa. Dia hanya sesosok raga yang kehilangan jiwa. Dia ingin memohon pada Tuhan agar mempercepat waktunya.
Tapi Tuhan mengabaikannya. Sekerasa apapun memohon tidak akan dikabulkan. Karena Tuhan menyayanginya. Bukan itu yang Killa butuhkan. Maka Tuhan mengiriminya pertolongan.
“Wah lagi asik banget ngobrolnya. Tapi maaf harus kupotong.” Ibu dan Killa bersamaan menatap Satya. “Tiba-tiba ada panggilan terbang sore ini. Mungkin sebaiknya aku antar kamu pulang sekarang.”
“Benar,” Ibu memandang lekat Killa yang mematung dihadapannya. “sebaiknya kamu antar pulang sekarang. Kelihatannya Killa sedang enak badan.”
Satya berjalan mendekat hingga berdiri disamping Killa. “Kamu sakit?”
Sebuah dengungan menabrak pendengaannya. Tepukan lembut dilengannya menarik kembali jiwanya yang melayang. Senyum terbaik yang bisa Killa berikan saat ini meski dengan paksaan. “Sedikit pusing.”
Setelah berpamitan, Satya segera mengantar Killa pulang.


Minggu, 20 Oktober 2019

Membaca Kenangan Bersama Clair

19.56 10 Comments
Buku yang akan kita bicarakan kali ini menjelaskan satu hal bahwa, saya tidak tahu apa-apa tentang dunia literasi.
Sebenarnya ini kali kedua saya merasa hal serupa. Yang sebelumnya terjadi ketika mengikuti bedah buku dari salah satu penulis yaitu Kirana Kejora dan yang kedua setelah membaca novel Clair.
Jika ada yang bertanya siapa penulis terkenal Indonesia? Asma Nadia, Tere Liye, Habiburrahman El Shirazy, Seno Gumira Ajidarma, Dee Lestari, Tasaro GK. Jawaban ini saya dapat dari komunitas membaca yang saya ikuti. Kecuali saya, karena saya memilih abstain jika mendapat pertanyaan demikian.
Saya menyukai sebuah karya. Alasan saya menyukai karya tersebut, ya, karena karya itu sendiri. Tidak pernah terpaku pada pembuat karya. Termasuk buku. Maka dari itu bacaan saya bisa lompat dari satu genre ke genre lain. musik dan film pun demikian.
Clair mengantarkan saya pada salah seorang penulis hebat di Indonesia, Ary Nilandari.
Waktu itu sedang mengikuti banyak give away. Percayalah tak satu pun give away itu saya menangi. Akun Instagram Penerbit Republika salah satunya. Salah satu ungguhannya, selain give away, menampilkan sebuah promo pre-order (saya penggila promo sejujurnya hehehe). Potongan harga, tanda tangan penulis dan kesempatan mengikuti kelas menulis secara cuma-cuma, menarik bukan? Sekali lagi, saya tidak mendapat bagian yang cuma-cuma
Selain itu, potongan cerita yang penuh muatan iklan benar-benar menjatuhkan pertahanan saya. Ditambah desain sampulnya yang super keren. Warna hitam yang mendominasi memberi kesan bahwa cerita ini begitu gelap dan kelam. Dan ilustrasi karakter berwarna emas memberi kesan elegan.
Benar-benar sebuah kesempatan yang tidak boleh dilewatkan hehehe
Menggunakan sudut pandang orang pertama, Clair, menceritakan kisah seorang remaja yang memiliki clairtangent. 

Blurb

Clair
The Death that Brings Us Closer

Seorang gadis clairtangent
Sesosok kenangan yang dihidupkan
Seornag pemuda yang luput dari kematian
Dan sebuah janji untuk saling menjaga

Rhea Rafanda, siswi kelas 12, memiliki kemampuan clairtangency. Ia dapat membaca melalui sebuah sentuhan. Dengan bakatnya, Ia membantu polisi memecahkan kasus-kasus buntu dan diberi nama kode, Clair. Tapi, kenangan tentang kekerasan dan kematian dapat menyakiti fisik bahkan memblokir memori Rhea. Itu sebabnya, Rhea dijauhkan dari kasus-kasus traumatis.
Saat kasus kematian Aidan Nararaya mengemuka, Rhea melanggar larangan dan melibatkan diri. Tidak mungkin kakak kelas yang ia kagumi dan menjadi sosok cinta pertamanya itu bunuh diri. Rhea pun menghidupkan sosok kenangan Aidan untuk menemukan petunjuk. Bagaimana kalau ternyata Aidan meninggalkan pesan-pesan tak terduga untuknya? Bagaimana kalau memorinya sendiri yang terpendam malah tergali?

Seolah belum cukup rumit, muncul laki-laki misterius membayangi Rhea dan sahabat-sahabat Aidan. Demi mengungkap kebenaran dan melindungi orang-orang terkasih. Rhea harus mengerakan clairtangency melebihi batas.

Membaca Rhea Rafanda
Remaja yang tersisih dari pergaulan karena berbeda. Siapa bilang sekolah bergengsi aman dari tindak kekerasan? Justru sekolah seperti ini mengedepankan kasta baik dari segi ekonomi, intelegensi dan bakat.
Terlalu banyak kata tahu. Tapi aku mengerti. “Ya. Mereka menyebutku freak, weirdo,, gypsy, witch, black aura, pembawa sial, menulardan entah apa lagi. Biar begitu, Kei butuh aku.”
Suaraku lebih lunak . Bahkan kutambahkan tawa kecil sambil mengacungkan dua tangan. Apa anehnya sarung tangan? (Halaman 18)
Rhea terlahir dengan kemampuan clairtangency dala dirinya. Yang mendatangkan hal baik sekaligus hal buruk secara bersamaan.
Tidak ada seorang pun yang ingin dilahirkan berbeda, termasuk Rhea. Tumbuh dengan kehilangan memori asal usulnya sehingga dia harus berada dibawah asuhan orang tua angkat.
Namanya Elgar. Rhea memanggilnya Bang El.  Usia 29 tahun, PhD bidang kehutanan, peneliti dan petualang, single parent, satu anak perempuan, tetapi belum menemukan perempuan yang mau menjadi Jane untuk menemani Tarzan.
Saat ini Rhea kelas X11 di Dharmawangsa Internasional High School (DIHS). Sekolah yang membukakan pintu untuk cinta pertamanya, Aidan Narayana. Sayangnya, kematian justru menjemput Aidan lebih dulu sebelum perasaan Rhea terungkap.
Dugaan bunuh diri menghiasi pemberitaan kematian Aidan. Hal itu sangat mengusik orang-orang terdekat termasuk Rhea dan sahabat Aidan, Kei dan River. Mereka tidak memercayai bahwa Aidan adalah korban dari penyalahgunaan narkoba.
Menggunakan bakatnya tersebut, Rhea melakukan banyak pencarian demi mengungkap kasus kematian Aidan. Hingga dalam proses pencarian itu Rhea menghidupkan sosok Aidan dalam sebuah kenangan. Yang membuatnya berinteraksi hingga kedekatan yang tak terdefinisi menjadi jelas.

Membaca Romansa Clair
Bisa ditebak bahwa bumbu percintaan yang diberikan adalah antara Rhea dan Aidan. Secret Admirer cukup menjelaskan hubungan Aidan dan Rhea.
Rhea diam-diam menyukai Aidan, siswa populer terutama dikalangan cewek dan kapten tim basket sekolah. Menyukai Aidan secara terang-terangan adalah aksi bunuh di tempat umum. Karena hanya akan memicu gerakan penolakan dari para penggemar Aidan. Ditambah dengan bakat yang dimiliki Rhea sehingga membuatnya dianggap aneh oleh seluruh penghuni sekolah.
Sebuah projek membuat esai yang didapatkan Rhea dari guru creative writing menyumbangkan kenangan bersama Aidan. Museum menjadi salah satu area terlarang bagi Rhea untuk tidak terpapar emosi dalam kenangan. Sehingga tempat lain yang bisa dia tuju untuk menyelesaikan tugasnya adalah perpustakaan.
Takdir berkehendak, Rhea bertemu dengan Aidan di salah satu lorong perpustakaan. Ketika Rhea sedang mengamati sebuah buku Bandung Zaman Dulu (Halaman 42).
Mengamati dari jauh, begitu yang biasa Rhea lakukan untuk bisa bertemu Aidan. Melalui jendela di ruang control AC yang berada dilantai 2, Rhea mengamati Aidan yang ada di lapangan basket. Saat itu Aidan sedang kalah taruhan sehingga harus menerima tradisi potong tali sepatu (TPTS). Sebuah kebiasaan yang hanya dilakukan anak basket DIHS. Kemudia Rhea memungut potongan tali sepatu Aidan yang sudah dibuang dan menyimpannya.
Sebuah kisah cinta yang sangat polos yang banyak sekali terjadi didunia nyata remaja. Dan hal ini memberikan sedikit rona terang dari keseluruhan cerita yang gelap.
Namun akhir kisah cinta Rhea dan Aidan juga menambahkan derajat kepiluan atas kasih tak sampai yang berujung kematian. Mengacak-acak emosi pembaca ketika Rhea menyadari bahwa seseorang yang berbicara dengannya selama ini hanyalah sosok kenangan Aidan.

Kutelan ludah susah payah. Memandang lekat Aidan yang meringkuk. Tanganku terulur lagi, menyentuh pipinya. “Maafkan aku, Aidan. Sebaiknya kamu istirahat saja dulu. Aku perlu berpikir lagi.”
Aidan mengangguk dan memejamkan mata (halaman 219).


Otak Dibalik Clairtangency 
Bunda Ary, demikian beliau disapa pembacanya. Berkarir lebih dari 10 tahun didunia literasi. Penerjemah dan editor mengawali karirnya sebelum memutuskan menjadi  penulis full-time.
Lebih dari 50 judul buku untuk anak, remaja dan dewasa yang sudah ditulis. Puluhan karyanya itu membuahkan hasil dengan mendapatkan penghargaan nasional, seperti Islamic book fair award untuk penerjemahan terbaik dan Rohto-Mentholatum Golden Award untuk penulisan cerpen remaja. Penghagaan internasionalpun beliau dapatkan dari Scolastic Picture Book Award dan Samsung kids Time Author Award.

Clair menjadi salah satu buku lokal yang membuat saya bertepuk tangan. Narasi yang dibuat menyerupai buku-buku luar yang fokus pada detail baik yang terbaca dengan mata maupun tidak. Sehingga tidak mengherankan jika setiap bab sangat sulit untuk tidak langsung membaca bab selanjutnya.


Visualisasi karakter yang dibuat nyata dalam bentuk animasi menambah kuat karakter. Meski hanya ditampilkan sebagai pemanis namun hal itu benar-benar sangat menyenangkan pembaca. Karena remaja-remaja keren tersebut seperti nyata.
White menjadi akhir dari buku 366 halaman ini. Karena ada ketulusan dan kesucian yang telah disampaikan.

1 January,
You’ve come along to change my life

(Aidan Narayana)

Follow Us @soratemplates