Segarnya!
Killa
menyukai matahari selepas hujan semalam. Hangat sekaligus menyegarkan. Ditambah
bau tanah basah setelah ratusan hari tak terjamah hujan. Musim kemarau sedang
bersiap berucap sayonara.
Pagi
ini, stadion cukup lengang. Hanya ada beberapa pengunjung yang sudah memacu
otot kakinya. Disisi lain, dibagian yang dekat dengan pintu masuk terlihat cukup
ramai. Karena banyak pedagang yang menggelar dagangannya disana. Di area yang
dekat dengan gedung utama memang lebih banyak pengunjung yang datang secara
khusus untuk berolahraga sepertinya.
Killa
datang pagi sekali. Semalam, Satya tidak memberitahukan waktu pasti untuk
bertemu. Dan Killa memilih datang lebih awal untuk mendapat udara segar lebih
banyak.
Olahraga
bukan hal yang secara khusus Killa sukai apalagi lari. Dia termasuk perempan
yang biasa saja memandangnya. Hanya sesekali melakukannya dan tidak memiliki
jadwal khusus. Boleh dikatakan bahwa olahraga ini merupakan kebiasaan baru.
Entah sejak kapan tepatnya. Mungkin beberapa tahun lalu saat ia tidak bisa
mengatasi gejolak dalam hati yang membuatnya menjadi seorang pesakitan.
Berlari
tidak membuat sakit itu sembuh dan benar-benar hilang. Aktivitas fisik hanya
membuat rasa itu tertekan dan tersisih
hingga Killa lupa bahwa sakit itu tercipta.
Baiknya
adalah Killa bisa menjadi dirinya sendiri meski tak sempurna. Sebaliknya, ada
titik dimana semua rasa itu menyerang kembali hingga membuatnya bertanya kepada
Tuhan, “Tidak bisakah menyerah?”
Tidak
terasa dua putaran mengeliling gedung stadion sudah Killa lewati. Orang-orang
datang terus bertambah. Killa yang mengenakan legging hitam yang panjangnya
sampai menutupi betis, mengambil botol minum yang disimpannya didekat pembatas
jalan. Meneguknya sedikit untuk membasahai kerongkongan.
Sembari
menutup botol, matanya bergerak mengelilingi seluruh area. Mencoba mencari
sesosok wajah yang dikenalnya. Beberapa waktu mengamati tapi belum ketemu.
Killa
memang tidak menganggap serius ajakan Satya semalam. Apalagi menganggap sebagai
sesuatu yang spesial, tidak. Killa hanya mencoba untuk memberikan ruang lebih
banyak pada kata hatinya. Belajar untuk sedikit lebih luwes terhadap dirinya sendiri. Berkompromi pada logika yang selama
ini memimpin. Siapa tahu akan membuatnya sedikit lebih manusiawi. Bukan lagi
seorang perempuan dengan pemikiran yang dipenuhi kecurigaan. Dengan begitu
Tuhan tidak lagi marah dengannya dan memberinya kesempatan untuk menikmati
sebuah rasa yang bernama bahagia.
Mengikat
ulang tali sepatunya dan bersiap untuk berlari. Hingga sepasang sepatu Adidas
berwarna putih berhenti didepannya. Killa mendongak untuk mengetahui
pemiliknya.
Benar.
Dialah Satya. Satu-satunya laki-laki paling sabar yang Killa kenal. Yang terang-terangan
menunjukkan ketertarikkan pada Killa sejak bertemu pertama kali.
“Hai…”
Killa
menjawabnya dengan sebuah senyuman. Mungkin sedikit kelegaan muncul disana. Meski
tidak benar-benar berharap tapi Killa memang menantikan kehadiran Satya.
Belum
lagi Satya kali ini terlihat sangat berbeda dari yang selama ini dikenalnya. Berpenampilan
rapi dengan kemeja dan celana panjang sudah menjadi citra yang sangat melekat
dikepala Killa. Kaos berkerah adalah satu-satunya penampilan Satya yang paling
santai.
Sementara
pagi ini semua hal ini mendadak hilang dari diri Satya. Celana panjang berganti
dengan celana pendek selutut. Kemeja berubah menjadi kaos oblong dipadu dengan
sebuah jaket berwarna putih. Rambut yang tersisir rapi kali ini ditutup dengan
sebuah topi.
Benar-benar
membuat Killa tidak berkedip melihat perubahan itu. Memangnya apa yang Killa
harapkan atas penampilan Satya saat berolahraga? Kemeja dan celana jins? Bahkan
seorang don juan sekalipun enggan
mengenakannya.
Mendengarkan
kata hati sepertinya keputusan yang tepat. Karena memberinya lebih banyak
kesempatan untuk melihat dunia dari perspektif baru. Termasuk Satya.
“Hai
juga.” Killa menerima uluran tangan Satya yang membantunya berdiri.
“Maaf
ya, aku baru datang.”
Killa
tersenyum lagi. “Enggak apa-apa.”
Kata
hati itu membuat senyum lebih banyak menghiasi bibir Killa. Bukan karena
terkesan dengan penampilan Satya tapi lebih pada dirinya sendiri. Dan semesta
pun sepakat bahwa senyum itu membuat Killa terlihat lebih menarik.
Satya
menyetujuinya dalam hati. Meski ia tidak tahu pasti penyebab perubahan sikap
Killa tapi dia menjadi salah satu pihak yang bersyukur atas perubahan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar