Seluruh karyawan bahkan mungkin
seluruh wanita dimuka bumi akan tersenyum iri melihat Killa. Diantar oleh
laki-laki tampan yang sekali lihat saja sudah nampak bahwa jaminan masa depan
itu pasti. Belum lagi mobil yang dikendarai. Termasuk kedalam jajaran minoritas
kelas atas. Artinya hanya sedikit orang yang memilikinya di kota ini.
Masih
ada satu hal lagi. yang sangat diidamkan setiap orang tapi tidak pernah Killa sadari.
Bahwa Satya sangat mencintai Killa. Dilihat dari sudut manapun, bahkan anak
kecil pun bisa membacanya.
“Apa
semua customer kamu selalu mendapat
julukan ?” Satya bertanya saat mobilnya sudah bergabung dengan mobil lain
melintas jalanan kota.
“Hah?
Oh..itu…Ya, kami memang memiliki daftar loyal
customer yang mendapat perhatian khusus.” Tidak mungkin Killa menjawab
dengan jujur bahwa itu bukanlah sebuah julukan. Dalam hal ini Ngeles menjadi
jalan terbaik.
“Aku
merasa tersanjung mendapat perhatian khusus seperti itu.” Satya hanya bisa
menahan senyum melihat Killa salah tingkah. Terlihat sangat menggemaskan untuk
orang yang tidak pandai berekspresi seperti gadis yang duduk disampingnya.
Sebenarnya
Ia sudah lama tahu panggilan itu diberikan khusus untuk dirinya. Ia bahkan
sering mendengar saat masih sering mengunjungi Killa. Sejak kecil Satya sudah
menyadari bahwa dirinya memiliki penampilan yang sangat menarik. Menurut kamus
wanita itu ganteng. Saking seringnya mendapat pujian hingga hal itu menjadi sesuatu
yang biasa saja.
“Mau
langsung pulang?”
Killa
menguap. Lebar dan lama. “Duh, maaf, maaf. Iya langsung pulang aja.”
“Kamu
pasti ngantuk banget ya?”
“Iya.
Akhir-akhir ini kurang tidur. Kok tiba-tiba macet gini sih.” Killa menggerutu
karena laju mobil yang didepannya memelan semua.
Satya
benar-benar kesulitan mengendalikan bibirnya untuk tidak tersenyum. Setiap
tingkah Killa pasti membuatnya senang. Bahkan gerutuan itu atau jalanan yang
tiba-tiba tersendat tidak memengaruhi suasana hatinya.
“Oh
iya. Maaf ya aku nggak bales chat
kamu waktu itu.”
“Oohh
… iya nggak pa-pa.”
“Sebenarnya
aku agak kaget aja kamu tiba-tiba nge-chat. Butuh beberapa waktu sampai aku
yakin bahwa itu pesan dari kamu. Aku bahkan sempat mematikan HP, restart ulang
untuk meyakinkan bahwa itu kamu. Sekarang karena kita udah ketemu, aku mau rasa
penasaranku segera hilang. Memangnya kamu mau bicara apa?”
Baiklah.
kalimat panjang itu memang tak mendapat jawaban. Hanya berbalas helaan napas
teratur dengan dengkuran pelan.
Sekali lagi Satya tidak marah
diabaikan. Justru senyumnya bertambah lebar. Tidak pernah sekalipun
terbayangkan akan berada dalam satu mobil bersama Killa.
Bisa
duduk disamping Killa, berbincang meski hanya basa-basi bahkan mengantarnya
pulang tidak pernah Satya kira akan terjadi. Dulu dia hanya bisa berangan-angan
saja. Senadainya saja dan banyak perumpamaan lain yang membawanya yakin
terhadap perasaannya sendiri. Hingga waktu memberikan kepastian bahwa cinta itu
tak berbalas. Dan keputusan untuk melepaskan tak lama harus ia kuatkan.
Namun
semua itu sempat goyah saat bertemu dengan Bu Ayu, Mamanya Killa. Ketika
menawarkan diri untuk mengantarkan barang titipan ibunya. Saat itulah Satya
menyadari bahwa Bu Ayu memiliki alamat rumah yang sama dengan Killa.
Seorang
ibu bagi Satya adalah segalanya. Tak pernah ada kata ‘tidak’ untuk ibunya.
Tidak ada sedikit pun rasa keberatan untuk memenuhi permintaanya seorang ibu.
Namun kala itu, untuk pertama kalinya, Satya ragu.
“Tante
tahu kamu sangat menyukai anak tante. Dan tante yakin sampai saat ini perasaan
itu masih sama. Killa memang bukan sosok sempurna untuk seorang wanita.
Seandainya harus memilih menantu, mungkin tante tidak akan memilihnya. Tapi
Killa anak tante. Dan tante akan melakukan segalanya untuk kebaikan Killa.
Bahkan saat Killa tidak menginginkannya.
Satya,
tolong jangan menyerah. Killa hanya satu dari sedikit wanita yang tidak yakin
bahwa cinta bisa memberinya kebahagiaan. Bahwa ada cinta yang indah dan tulus
di dunia ini. Jangan dilepas.”
Anak tante yang minta dilepas.
Ingin
sekali Satya meneriakkan itu. Tapi, Bu Ayu juga seorang ibu yang tidak mungkin
permintaannya ditolak. Ini persoalan hati. Tidak ada satu hal pun didunia
ini yang bisa memaksa.
Dengan
Killa, Satya sudah memberikan banyak sekali kelonggaran. Tenaga juga waktu.
Tapi Satya hanya manusia biasa yang memiliki keterbatasan. Dia pun ingin
bahagia.
Sorot
mata Bu Ayu menunjukkan keputusasaan yang begitu dalam. Dan sekali lagi, tidak
ada kata ‘tidak’ untuk permintaan ibu. Maka Satya pamit dengan hati yang
gundah. Hingga pesan singkat Killa meluluh lantakkan semuanya. Memberinya benih
baru yang telah bermutasi.
Kalau harus mencintai maka harus dengan Killa.
Kalau harus terluka maka itu demi Killa. Satya mengeraskan hati bahwa hanya ada satu
wanita yang akan memenangkan hatinya. Dia harus Killa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar