Lampu
menerangi jalanan. Menggantikan matahari yang sudah bertugas saat hari terang. Satya
suka menikmati pemandangan malam hari. Bukan taburan bintang dilangit melainkan
kerlip lampu menerangi bumi.
Lucu
jika dibayangkan. Kebanyakan orang lebih memilih terang bintang di atas langit.
Sementara Satya meridu berada ditengah lautan cahaya buatan manusia. Meski
sekedar duduk ditengah taman kota.
Tak
lama Satya pun sampai di rumah. Setelah memastikan mobil terparkir didalam
garasi, Satya masuk kedalam rumah melalui pintu belakang.
Satya
mengucapkan salam saat Ibunya sedang menjerang air di dapur. Sementara ayahnya
sedang di ruang keluarga menyaksikan acara talkshow
di TV.
“Waalaikumsalam.
Teh? Kopi? Sekalian mau buatin ayah kopi”
“Susu
coklat aja.” jawab Satya.
Ibu
melirik Satya heran. “Tumben” gumam ibu.
Satya
berlalu kebelakang untuk mencuci kaki tanpa mengindahkan rasa penasaran ibunya.
“Satya
udah minum kopi tadi. TIGA KALI.” Satya benar-benar memberi penekanan pada
jumlah diakhir kalimatnya sekembalinya dari kamar mandi.
“Hhmmm
… banyak ya? Habis ketemu siapa aja?” tanya ibu penuh selidik.
“Habis
dari rumah Tantri. Sama Rian dibuatin kopi. Enggak enak kan kalau enggak
diminum.”
Udah nggak ngurung diri dikamar tho. Batin ibu sambil manggut-manggut.
“Tantri
hamil.”
“Lagi?”
“Iya.
Rian bilang mumpung masih muda.”
“Betul
itu kata Rian. Berarti cucu ibu nambah lagi dong. Untung ibu masih muda, masih
kuat gendong.” Ibu menanggapi sambil mengaduk kopi dan susu. Matanya memang fokus
dengan gelas dihadapannya tapi sesekali matanya melirik putra kesayangannya.
Tiga
puluh lima tahun. Akhir tahun nanti anak sulungnya genap memasuki usia
pertengahan 30. Seharusnya diusia segitu yang dipikirkan adalah mencari sekolah
anak, persiapan biaya pendidikan. Minimal membuat nama anak yang bagus.
Sementara Satya, tanda-tanda dekat dengan perempuan saja tidak apa lagi pacar.
Inilah mengapa ibu tidak setuju Satya menjadi pilot. Jarang bertemu orang.
Satya
hanya bisa menghela nafas pasrah. Nggak
pernah nyuruh buru-buru nikah tapi ngasih kode mulu.
“Nih
susu coklatnya. Kalau mau makan lauknya ada di kulkas. Kamu hangatin sendiri
ya? Ibu mau tidur habis nganterin kopi buat ayah.”
Satya
menolak karena sudah makan saat di rumah Tantri tadi. Ia pun membawa gelas
berisi susu coklatnya ke kamar.
Gambar
: Pinteres (conceitofit.wordpress.com)
Menerjemahkan
sandi saat bertugas dikerjakan diluar kepala oleh Satya alias sudah biasa.
Apalagi sinyal yang dikirimkan ibunya. Satya bahkan hafal kapan saja ibunya
mengirim sinyal. Hanya ada satu sinyal yang gagal Satya tangkap, Killa.
Sebagai
seorang laki-laki Satya sudah memiliki jam terbang yang cukup tinggi.
Penampilannya sangat mendukung untuk memiliki cukup banyak pengalaman mengenai
beberapa tipe perempuan. Bukan berarti dia seorang playboy atau don juan.
Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa cukup banyak perempuan yang pernah dekat
dengannya. Meski untuk melangkah pada tahap pacaran atau lebih sekalipun belum
pernah.
Jika
Killa diibaratkan layang-layang maka Satya adalah pemainnya. Tapi Killa tetap
Killa, tidak mendekat juga menjauh. Ketika permainan tarik ulur itu dirasa
cukup, Satya pun mengakhiri dengan menariknya mendekat. Entah benangnya terlalu
lemah atau tarikannya terlalu kuat. layang-layang itu putus. Killa menjauh
semakin tidak terjangkau.
Sekarang
Satya bingung harus bersikap seperti apa.
Satya
pun membuka aplikasi WhatsApp dan pembaruan dari status Killa. Tidak ada. Lalu
Satya membuka ruang percakapan dengan Killa yang kebetulan sedang online.
D. Aryasatya : Malam Killa
Shakilla A. : Malam juga
Satya
tersenyum senang langsung mendapat tanggapan. Dia pun mengetik balasan
D. Aryasatya : Udahan tidurnya?
Shakilla A. : Udah
Baik
di dunia nyata maupun dunia maya Killa irit bicara diawal percakapan. Seperti
mobil. Harus dipanaskan dulu sebelum digunakan. Killa pun demikian.
D.
Aryasatya : Kalau over night shift bawa
mobil terus, Ki?
Shakilla
A. : Jarang
D.
Aryasatya : Mending naik taksi atau
minta jemput Keenan. Bahaya nyetir sambil kalau ngantuk.
Shakilla
A : Iya
Diperhatikan
begini Killa merasa hangat dalam hatinya. Meski bukan pertama kalinya Satya
melakukan hal serupa. Kalau biasanya Killa akan menyimpan senyum malu-malunya
dalam hati. Berhubung saat ini sedang tidak berhadapan langsung jadi Killa bebas
mau tertawa sekalipun.
Satya : Besok masuk apa?
Maksud
Satya, besok Killa kerjanya bagian shift apa.
Shakilla A. : besok libur
Kelihatan
kan polanya? Dan Satya capek kalau harus menangkap ikan kecil. Maka dia pun
melempar umpan besar. Sebodo amat kalau
ditolak, sekarang atau nggak sama sekali.
D. Aryasatya : Aku besok mau jogging di stadion. Mau nemenin?
Delivered
Read
Satya
menepuk jidat. Mengutuk kecerobohannya. Bukannya melempar umpan tapi menggali
kubur sendiri.
Wanita
seperti Killa mana mau kencan dengan tema olahraga. Kalaupun mau, minimal
tempat fitness atau sanggar senam. Rasanya
Satya ingin sembunyi dibalik kumolo nimbus.
Rasanya masa depan percintaan gue bakal
berakhir suram deh
Tak
berselang lama denting notifikasi WhatsApp berbunyi.
Shakilla A. : Boleh. Langsung ketemu disana ya
Satya
tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Ia bertingkah selayaknya pemain bola
yang baru saja berhasil memasukkan bola ke gawang lawan. Mungkin bagian berlari
memutar keliling lapangan tidak bisa dilakukannya karena sedang berada didalam
kamar. Saking senangnya Satya lupa tidak langsung membalas Killa.
D. Aryasatya : See you tomorrow
Killa
tidak membalas kembali. Percakapan itu memang sudah sampai pada titik akhir. Satya
segera bersiap tidur. Tidak ingin terlambat bangun esok hari.
Otak
cerdasnya sudah merencanakan rencana cemerlang untuk menutupi kebodohannya malam
ini.
Lampu
kamar pun dipadamkan. Susu coklat itu masih penuh belum tersentuh sedikitpun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar