Rabu, 11 September 2019

# Fiksi # layangan

Sembunyi Di Balik Kumolo Nimbus

Lampu menerangi jalanan. Menggantikan matahari yang sudah bertugas saat hari terang. Satya suka menikmati pemandangan malam hari. Bukan taburan bintang dilangit melainkan kerlip lampu menerangi bumi.
Lucu jika dibayangkan. Kebanyakan orang lebih memilih terang bintang di atas langit. Sementara Satya meridu berada ditengah lautan cahaya buatan manusia. Meski sekedar duduk ditengah taman kota.
Tak lama Satya pun sampai di rumah. Setelah memastikan mobil terparkir didalam garasi, Satya masuk kedalam rumah melalui pintu belakang.
Satya mengucapkan salam saat Ibunya sedang menjerang air di dapur. Sementara ayahnya sedang di ruang keluarga menyaksikan acara talkshow di TV.
“Waalaikumsalam. Teh? Kopi? Sekalian mau buatin ayah kopi”
“Susu coklat aja.” jawab Satya.
Ibu melirik Satya heran. “Tumben” gumam ibu.
Satya berlalu kebelakang untuk mencuci kaki tanpa mengindahkan rasa penasaran ibunya.
“Satya udah minum kopi tadi. TIGA KALI.” Satya benar-benar memberi penekanan pada jumlah diakhir kalimatnya sekembalinya dari kamar mandi.
“Hhmmm … banyak ya? Habis ketemu siapa aja?” tanya ibu penuh selidik.
“Habis dari rumah Tantri. Sama Rian dibuatin kopi. Enggak enak kan kalau enggak diminum.”




Udah nggak ngurung diri dikamar tho. Batin ibu sambil manggut-manggut.
“Tantri hamil.”
“Lagi?”
“Iya. Rian bilang mumpung masih muda.”
“Betul itu kata Rian. Berarti cucu ibu nambah lagi dong. Untung ibu masih muda, masih kuat gendong.” Ibu menanggapi sambil mengaduk kopi dan susu. Matanya memang fokus dengan gelas dihadapannya tapi sesekali matanya melirik putra kesayangannya.
Tiga puluh lima tahun. Akhir tahun nanti anak sulungnya genap memasuki usia pertengahan 30. Seharusnya diusia segitu yang dipikirkan adalah mencari sekolah anak, persiapan biaya pendidikan. Minimal membuat nama anak yang bagus. Sementara Satya, tanda-tanda dekat dengan perempuan saja tidak apa lagi pacar. Inilah mengapa ibu tidak setuju Satya menjadi pilot. Jarang bertemu orang.
Satya hanya bisa menghela nafas pasrah. Nggak pernah nyuruh buru-buru nikah tapi ngasih kode mulu.
“Nih susu coklatnya. Kalau mau makan lauknya ada di kulkas. Kamu hangatin sendiri ya? Ibu mau tidur habis nganterin kopi buat ayah.”
Satya menolak karena sudah makan saat di rumah Tantri tadi. Ia pun membawa gelas berisi susu coklatnya ke kamar.


Gambar : Pinteres (conceitofit.wordpress.com)

Menerjemahkan sandi saat bertugas dikerjakan diluar kepala oleh Satya alias sudah biasa. Apalagi sinyal yang dikirimkan ibunya. Satya bahkan hafal kapan saja ibunya mengirim sinyal. Hanya ada satu sinyal yang gagal Satya tangkap, Killa.
Sebagai seorang laki-laki Satya sudah memiliki jam terbang yang cukup tinggi. Penampilannya sangat mendukung untuk memiliki cukup banyak pengalaman mengenai beberapa tipe perempuan. Bukan berarti dia seorang playboy atau don juan. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa cukup banyak perempuan yang pernah dekat dengannya. Meski untuk melangkah pada tahap pacaran atau lebih sekalipun belum pernah.
Jika Killa diibaratkan layang-layang maka Satya adalah pemainnya. Tapi Killa tetap Killa, tidak mendekat juga menjauh. Ketika permainan tarik ulur itu dirasa cukup, Satya pun mengakhiri dengan menariknya mendekat. Entah benangnya terlalu lemah atau tarikannya terlalu kuat. layang-layang itu putus. Killa menjauh semakin tidak terjangkau.
Sekarang Satya bingung harus bersikap seperti apa.
Satya pun membuka aplikasi WhatsApp dan pembaruan dari status Killa. Tidak ada. Lalu Satya membuka ruang percakapan dengan Killa yang kebetulan sedang online.

D. Aryasatya   : Malam Killa
Shakilla A.       : Malam juga

Satya tersenyum senang langsung mendapat tanggapan. Dia pun mengetik balasan

D. Aryasatya   : Udahan tidurnya?
Shakilla A.       : Udah

Baik di dunia nyata maupun dunia maya Killa irit bicara diawal percakapan. Seperti mobil. Harus dipanaskan dulu sebelum digunakan. Killa pun demikian.

D. Aryasatya   : Kalau over night shift bawa mobil terus, Ki?
Shakilla A.       : Jarang
D. Aryasatya   : Mending naik taksi atau minta jemput Keenan. Bahaya nyetir sambil kalau ngantuk.
Shakilla A        : Iya

Diperhatikan begini Killa merasa hangat dalam hatinya. Meski bukan pertama kalinya Satya melakukan hal serupa. Kalau biasanya Killa akan menyimpan senyum malu-malunya dalam hati. Berhubung saat ini sedang tidak berhadapan langsung jadi Killa bebas mau tertawa  sekalipun.

Satya                : Besok masuk apa?

Maksud Satya, besok Killa kerjanya bagian shift apa.

Shakilla A.       : besok libur

Kelihatan kan polanya? Dan Satya capek kalau harus menangkap ikan kecil. Maka dia pun melempar umpan besar. Sebodo amat kalau ditolak, sekarang atau nggak sama sekali.

D. Aryasatya   : Aku besok mau jogging di stadion. Mau nemenin?
Delivered
Read

Satya menepuk jidat. Mengutuk kecerobohannya. Bukannya melempar umpan tapi menggali kubur sendiri.
Wanita seperti Killa mana mau kencan dengan tema olahraga. Kalaupun mau, minimal tempat fitness atau sanggar senam. Rasanya Satya ingin sembunyi dibalik kumolo nimbus.
Rasanya masa depan percintaan gue bakal berakhir suram deh
Tak berselang lama denting notifikasi WhatsApp berbunyi.

Shakilla A.       : Boleh. Langsung ketemu disana ya

Satya tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Ia bertingkah selayaknya pemain bola yang baru saja berhasil memasukkan bola ke gawang lawan. Mungkin bagian berlari memutar keliling lapangan tidak bisa dilakukannya karena sedang berada didalam kamar. Saking senangnya Satya lupa tidak langsung membalas Killa.

D. Aryasatya   : See you tomorrow

Killa tidak membalas kembali. Percakapan itu memang sudah sampai pada titik akhir. Satya segera bersiap tidur. Tidak ingin terlambat bangun esok hari.
Otak cerdasnya sudah merencanakan rencana cemerlang untuk menutupi kebodohannya malam ini.

Lampu kamar pun dipadamkan. Susu coklat itu masih penuh belum tersentuh sedikitpun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates