“Seseorang
jika sudah berada di ujung tebing, masihkah ia menggunakan perasaannya untuk
meratapi diri, sementara ia sendiri sudah pasti tak akan pernah selamat”
Paletine Bin Haidar
Judul
: Cahaya Paletine
Penulis : Vanny C.W
Penerbit : PT. Sinar Kejora
Siapa
yang menyangka bahwa Palestine di dalam buku ini bukanlah sebuah Negara? Awalnya
saya mengira akan menemuka banyak hal tentang Negara palestina. Rupanya Palestine
yang dimaksud adalah nama seorang anak perempuan yang menjadi pusat dari
seluruh cerita.
Seorang
gadis yang berusia 11 tahun ini tak memiliki perbedaan jauh dengan nasib
anak-anak lain yang berasal dari sebuah wilayah perbatasan Negeri Palestina,
Gaza. Korban dari kedzaliman Israel yang menghancurkan rumah juga keluarganya. Bungsu
dari tiga bersaudara yang hidup sendiri karena ibu bersama saudaranya telah
meninggal setelah rumahnya menjadi salah satu dari puluhan rumah yang menjadi
sasaran penyerangan Israel.
Sementara
ibu dan kakaknya sudah jelas nasibnya, berbeda dengan ayahnya. Palestine tidak
mengetahui apakah ayahnya masih hidup atau tidak. Kemudian Palestine tinggal
bersama dengan anak-anak lainnya di sebuah pengungsian. Dalam keterbatasan yang
ada sekaligus dendam dan kebenciannya terhadap Israel Palestine terus berusaha
mencari kabar tentang ayahnya.
Selain
itu juga digambarkan tentang gerilya yang dilakukan oleh anak-anak palestina. Keberanian
bocah-bocah itu dalam menunjukkan bahwa mereka tidak pernah merasa
terintimidasi dengan keberadaaan pasukan-pasukan militer Israel yang berada di
tanah kelahiran mereka.
Menurut
saya buku ini tidak seperti novel kebanyakan. Lebih seperti slice of life dari Palestine. Perjalanan
dari pertama kali tiba dipengungsian hingga proses pencarian ayahnya di
kisahkan sepotong-sepotong. Waktu dan tempat kejadian ditunjukkan diawal
seperti saat menonton film dokumenter.
Sayangnya
sudut pandang yang digunakan sedikittidak konsisten. Secara keseluruhan
menggunakan sudut pandang orang ketiga. Namun ditengah-tengah tiba-tiba akan
muncul sosok aku.
Seperti
dibagian ke-13.
Sejak dulu, aku tidak menyukai
darah merah yang mengucur hingga melenyapkan nyawa manusia, siapapun itu. tapi
jika tidak karena berita itu, salah satu sahabatku diculik dan ditawan oleh
Hamas, Gilad Salit, maka aku tidak akan pernah mendaftarkan diri sebagai
seorang tentara
Sampai
dua paragraf sudut pandang orang pertama masih digunakan yaitu Abigail, seorang
tentara perempuan Israel. Tapi tiba-tiba berganti pada kalimat pertama paragraf
keempat dan kembali menjadi ‘aku’ di akhir paragraf.
Sejak dulu, Abigail sama sekali
tidak menyukai peperangan. Dan tidak suka melihat anak-anak kecil dan wanita
menjadi korban. Jika saja aku punya kekuatan, aku akan membebaskan mereka,
walau tujuanku tetap. MEMBUNUH HAMAS! TITIK.
Kemudian
muncul sebuah adegan mistis saat akhirnya Palestine mengetahui tentang nasib
ayahnya. Yaitu Palestine yang sudah dinyatakan meninggal tiba-tiba roh nya bisa
berjalan-jalan kesuatu tempat. Bahkan dia bisa menyaksikan kejadian yang sedang
berlangsung disana.
Menurut
saya bagian ini membuat emosi saat membanca menjadi jatuh bebas dan menganggu. Karena
sebelumnya pembaca sudah dinaikkan emosinya dengan meninggalnya Palestine
disaat belum satu pun keinginananya terpenuhi.
Kemunculan
sisi romantisme pun sedikit dipaksakan juga. Karena untuk tokoh dengan usia
belasan tahun yang dikelilingi dengan jiwa perjuangan rasanya agak berlebihan
kalau dimunculkan perasaan suka terhadap lawan jenis.
Bagi
yang suka dengan puisi atau sajak buku ini sangat direkomendasikan. Karena banyak
sekali sisipan puisi hampir disetiap bagian. Bahkan setiap tokoh pasti memiliki
puisi yang menggambarkan pribadinya.
Pemuda
yang jatuh cinta,
Kamu tidak akan pernah tahu, bila
kamu akan jatuh cinta
Namun, apabila sampai saatnya tiba,
Cepat-cepat raihlah ia dengan kedua
tanganmu,
Dan, janganlah biarkan dia pergi,
Dengan sejuta rasa tanda tanya di
hatinya…
SubhanAllah... Serasa baca bukunya
BalasHapusbaca bukunya langsung lebih seru mbak hehe
Hapus