Buku
pertama yang kubeli disaat aku belum suka buku. Suka baca iya, tapi belum
seperti sekarang yang tidur sama buku rasanya bahagia. Waktu itu beli buku
karena tidak sengaja. Saat pulang kuliah melewati stand seminar yang
pematerinya adalah penulis buku kondang. Karena penasaran mampirlah.
Bisa
ketemu dan dapat tanda tangan langsung dari penulis tentu saja jadi iming-iming
yang luar biasa untukku, anak kampong (sampai sekarang juga sih hehehe). Ajian marketing
itu sangat dahsyat sampe akhirnya dua buku yang harganya bisa untuk makan
seminggu pun keluar. Dengan semangat dalam hati bahwa, “Gue bisa ketemu penulis
terkenal”. Padahal tahu siapa penulisnya aja belum. Kan bukunya baru terbeli.
Setelah
datang dan ikut seminarnya pun masih belum suka buku. Cuma tiap main ke Mall
(Masyaallah berasa jadi anak emol) selalu mampir ke gerai buku dan selalu
meramaikan setiap bazaar buku dimanapun itu dan nggak beli.
Setelah
lulus baca buku pendidikan kehutanan dan lingkungan juga tentang managemen
restoran yang berat bukunya bikin encok mulai main ke persewaan buku dan komik.
Serial Harry Potter dan The Twilight Saga langsung khatam dalam hitungan hari. Dan
berulang dibulan berikutnya.
Kebiasaan
ini menimbulkan sesal dan dendam yang kubawa sampai sekarang.
Apa
tuh?
Suatu
ketika, untuk kesekian kalinya sewa buku, pemilik persewaan memberikan
penawaran fantastis. Yaitu satu set seri Harry Potter (Prelove) dengan cover
asli (bukan cover versi indo yang sekarang) seharga 500.000. Uang sebanyak itu
cukup buat beli susu dan popok anak (BTW aku pelaku nikah muda lhoo) tentu saja
penawaran itu kutolak mentah-mentah. Sementara harga buku barunya saat ini
sudah naik sampai 4x lipat. Lihat, bukan seharga susu popok lagi tapi seharga
biaya hidup sekeluarga selama sebulan.
Ingat
itu bikin sakit hati banget. Coba dulu uang gaji pas kerja nggak dipake
main-main aja (huhuhu)
Suka
baca dan koleksi buku di awali dari anak-anak. Jadi dulu sering beliin buku-buku
satuan yang gampang banget sobek. Akhirnya ketemu teman yang jual buku-buku
premium. Mahal sih tetapi aman dan awet untuk anak-anak batita. Dari sana
setiap pergi selalu beli satu buku. Tiap ke toko buku yang di datangi rak buku
anak.
Pas
anak udah balita mulai bergeser ke rak buku dewasa. Rak buku fiksi.beli satu
buku. Karena kondisi dan kesempatan yang memungkinkan pergi ke toko buku itu
sangat kecil sekali akhirnya ya diam aja, baca yang ada. Khatam puluhan kali
buku anak-anak.
Oh
iya, membacakan buku jadi aktivitas rutin dan salah satu caraku mengenalkan
buku pada anak-anak. Makanya jangan heran kalau mereka terbiasa sekali dengan
buku.
Hingga
masa ponsel pintar merajalela dan memperkenalkanku dengan aplikasi menulis. Menulis
menjadi jalan utama yang membuat rak buku dirumah semakin penuh. Saat itu akan
mengikuti dua ajang lomba menulis (sampai sekarang naskahnya nggak jadi
diikutin, kebanyakan disunting, malah masuk meja penerbit) sehingga getol
banget mengikuti grup-grup kepenulisan. Hingga melekatkan kalimat bahwa senjata
utama penulis adalah membaca buku.
Dari
sanalah buku-bukuku berasal. Mulai dari beli online, ikut PO buku dari
penulisnya, ikutan give away, sampai merayu-rayu suami buat dikasih tambahan
uang jajan buat beli buku. Tapi percayalah, dari sekian banyak usaha saya mendapatkan buku-buku tersebut
kalau dihitung masih kalah banyak dengan koleksi buku anak-anak. Bahkan kalau
dirupiahkan, buku anak-anak udah menyentuh angka puluhan juta.
Tapi
dari sekian banyak rupia yang sudah saya keluarkan menghasilkan ilmu yang
harganya jutaan kali lipat banyaknya. Investasi buku itu investasi jangka
panjang bahkan bisa menjadi amal jariyah yaitu ilmu yang diamalkan.
Catatan:
Hitam
itu warna sampul buku 5 cm karya Donny Dirgantara (favorite)
Hijau
itu buku Ketika Cinta Bertasbih 2 (Kang Abik)
Negeri
van oranje, kado ultah dari suami (buku kesayangan) semua buku yang temanya
belanda pasti suka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar