Manusia
itu pada dasarnya suka dengan kenyamanan dan tidak pernah merasa puas. Satu keinginan
terpenuhi akan muncul keinginan lain. Pola itu akan terus berulang tanpa ada
yang tahu kapan berhentinya.
Dulu,
orang sudah merasa sangat terbantu dengan tenaga hewan ternak untuk mengurangi
beban pekerjaan, seperti membajak sawah atau mengantar barang. Ketika sepeda
diciptakan hewan-hewan tadi tidak lagi digunakan tenaganya. Kemudian sepeda
beralih fungsi menjadi barang koleksi atau alat olahraga ketika kendaraan
bermotor sudah ditemukan. Fenomena itu jelas sekali kita lihat dalam kehidupan
sehari-hari. Bisa jadi kita salah satu pelakunya.
Kemajuan
teknologi, awalnya, dikembangkan untuk membantu aktivitas manusia. Seiring berjalannya
waktu teknologi dimanfaatkan untuk tujuan lain salah satunya sebagai alat ukur
strata sosial. Namun kita lupa bahkan bergesernya pemanfaatan teknologi membuat
ketidakseimbangan terjadi dalam kehidupan.
Mari
kita bandingkan!
Ketika
teknologi belum berkembang, manusia sangat bergantung dengan alam sehingga
upaya dan usaha untuk menjaga alam menjadi satu kesatuan yang tidak bisa
dilepaskan. Lihat saja kehidupan suku-suku di Indonesia yang masih
mempertahankan kearifan local dalam memanfaatkan alam seperti Suku Baduy Dalam,
Suku Anak Dalam atau suku-suku yang masih mendiami pedalaman Papua.
Alam
menjadi tempat utama dalm menggantungkan hidup. Karena ketiadaan alam yang baik
maka hilang sudah kehidupan mereka, sumber pangan dan tempat tinggal.
Sekarang
kita lihat kehidupan yang sudah terkena kemajuan teknologi yang paling mudah
saja kendaraan bermotor. Produktivitas manusia meningkat pesat. Untuk berpindah
dari satu tempat ke tempat lain tidak lagi membutuhkan waktu lama dibandingkan
saat dulu harus berjalan kaki atau mengayuh sepeda. Banyaknya mesin-mesin
berteknologi canggih membantu manusia memenuhi kebutuhan individu hingga banyak
orang. Semakin majunya teknologi, manusia menjadi sangat bergantung dalam
memenuhi kebutuhan. Bahkan ketika teknologi tadi mengalami kendala,
produktivitas manusia pun bisa turun.
Hal
ini tentu saja memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Semakin berkembangnya
peradaban manusia berbanding terbalik dengan daya dukung lingkungan. Tidak bisa
kita pungkiri bahwa alam menjadi salah satu bagian yang harus dikorbankan demi kemajuan
peradaban manusia.
Tambang
adalah salah satu bidang yang menjadi pendukung utama dalam mengembangkan
peradaban. Bahkan penggunaan hasil tambang juga menjadi salah satu parameter
dimulainya revolusi industri berpuluh-puluh tahun yang lalu.
Hampir
segala lini kehidupan manusia memanfaatkan hasil tambang. Sebagai bahan bakar
kendaraan maupun industri, sebagai bahan baku industri besar maupun kecil
bahkan kosmetik yang kita pakai sehari-hari pun menggunakan hasil tambang
sebagai bahan baku.
Minyak
bumi merupakan salah satu hasil tambang yang paling banyak digunakan. Indonesia
juga pernah mencatatkan diri sebagai Negara penghasil minyak bumi terbesar di
dunia. Namun, sejak tahun 1991 produksi tersebut terus mengalami penurunan. Pada
tahun 2018 Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral menyebutkan bahwa hasil
produksi dibawah target yang sudah ditetapkan yaitu 800 barel sementara
produksi hanya mencapai sekitar 773 ribu barel (Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi). Penurunan ini mengubah Indonesia yang awalnya menjadi Negara
Pengekspor menjadi Negara Pengimpor minyak bumi.
Meningkatnya
jumlah penduduk juga menjadi salah satu faktor meningkatnya kebutuhan akan
bahan bakar fosil ini. Salah satu yang sering kita lihat dan alami adalah
padatnya jalan-jalan oleh kendaraan. Baik roda dua maupun lebih, baik milik
pribadi maupun milik lembaga. Semuanya berebut tempat dijalan-jalan tersebut.
Akibatnya konsumsi bahan bakar fosil pun terus meningkat. BPPT sendiri
menyebutkan bahwa setiap tahun PT KAI memerlukan 200 juta liter bahan bakar
untuk beroperasi. Sebuah angka yang sangat mencengangkan bukan?
Sumber : pixabay |
Dari
kenyamanan serta kemudahan itu, kita sebagai konsumen terbesar mulai
mengabaikan faktor lain yang mengancam kelangsungan kehidupan dimuka bumi. Pelan
tapi nyata, dampak dari energi tidak terbarukan itu telah menganggu siklus
kehidupan. Jika kita merasakan suhu matahari semakin meningkat semakin tahun
itu berarti tanda-tanda kerusakan yang telah kita lakukan terhadap alam sudah
terjadi. Lalu apakah hanya itu saja? Berikut beberapa hal yang terjadi akibat
penggunakan energi tidak terbarukan.
Polusi Udara
Untuk
menggerakkan mesin baik pada kendaraan maupun mesin-mesin besar yang ada di
pabrik masih mengandalkan bahan bakar fosil. Bahkan listrik yang kita nikmati
saja menggunakan batu bara sebagai sumber tenaganya. Sementara itu hasil
pembakaran energi tersebut menghasilkan zat-zat yang tidak terpakai yang
berakhir di udara atau atmosfer. Meskipun pembuangan limbah-limbah ini sudah
memiliki tata cara agar meminimalkan polusi tetap saja ada partikel-partikel yang
lolos dan bebas berkeliaran diudara.
Bentuknya
yang sangat kecil membuat mata tidak bisa melihat polutan-polutan tersebut. Sehingga
zat-zat berbahaya tersebut menjadi terakumulasi jumlahnya selama bertahun-tahun
lamanya dan tidak sengaja terhirup oleh makhluk hidup.
Pernahkah
kita melihat langit dikota-kota besar yang tidak lagi terlihat biru? Warna abu-abu
gelap yang menyelimuti itu bukanlah awan hujan melainkan polusi udara yang
jumlahnya sangat banyak. Karena jumlahnya sangat banyak hingga membentuk
lapisan baru.
Lapisan
udara baru ini terdiri dari zat-zat pembakaran yang berbahaya jika terhirup oleh
makhluk hidup. Diantaranya yang paling banyak adalah karbon dioksida (CO2),
nitrogen oksida (NO2) dan sulphur oksida (SO2). Selain berbahaya bagi
kelangsungan makhluk hidup, zat-zat ini bisa memerangkap sinar matahari yang
dipantulkan oleh bumi. Pantulan sinar matahari yang terperangkap ini
menyebabkan pemanasan global. Fenomena ini mengantarkan kita pada perubahan
iklim global yang disertai dengan bencana-bencana besar. Gelombang panas yang
menghantam negara-negara sub tropis, kebakaran hutan dan lahan, banjir bandang
hanyalah sebagian kecil bencana yang terjadi akibat dari pemanasan global
Pencemaran Air
Pembukaan
tambang juga beiringian dengan penurunan jumlah tutupan hutan. Kita tahu bahwa
hasil tambang ini berasal dari timbunan jasad renik dan tumbuhan selama
berjuta-juta tahun. Letaknya tersebar dimana-mana, kawasan hutan menjadi salah
satu tempat tersimpannya kekayaan alam tersebut.
Selain
mengurangi luasan hutan, proses penambangan ini juga menghilangkan mata
air-mata air alami yang menjadi sumber kehidupan makhluk hidup disekitarnya. Lagi-lagi
manusia menjadi salah satu yang paling merasakan dampaknya karena kekurangan
sumber air bersih. Selain menghilangkan, proses penambangan ini juga mencemari
air.
Areal
bekas tambang sebagaian besar tidak lagi bisa digunakan bahkan untuk tempat
tinggal sekalipun. Jika tidak dilakukan restorasi dengan benar, areal tambang
ini akan menyisakan sebuah galian yang luas dan dalam. Bahkan air yang terdapat
dalam galian tersebut sangat berbahaya jika terkonsumsi. Ketiadaan biota air
menjadi salah satu indikasi bahwa air bekas galian tersebut tidak dapat layak
untuk memenuhi kebutuhan air bersih.
Sementara
itu limbah yang dihasilkan dari penambangan ini akan sangat berbahaya jika
tidak dikelola dengan baik. Sudah banyak kasus yang menyebutkan tercemarnya
sungai-sungai disekitar areal tambang akibat limbah yang tidak dikelola dengan
benar.
Degradasi Tanah
Penurunan
kualitas tanah terus terjadi. hal ini terus mengancam berbagai kalangan
masyarakat. Sebuah artikel yang diterbitkan pada portal daring Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Indonesia menyebutkan bahwa tambang emas tradisional
di Kab. Bogor menyebabkan kadar air-raksa (Hg) pada tanah dan beras tinggi. Hal
ini disebabkan karena proses tambang menggunakan air-raksa sebagai pelebur
butir emas. Tingginya air-raksa yang mencemari tanah akan terserap oleh tanaman
diatasnya. Dan sangat berbahaya bagi tubuh jika tanaman tersebut dikonsumsi.
Tambang
emas hanya contoh kecil saja karena ada ribuan areal yang digunakan sebagai
tempat penambangan yang tersebar diseluruh negeri. Tentu saja hal ini menjadi
daftar yang besar terhadap kerusakan yang terjadi pada tanah.
Ketiga
poin diatas hanya sebagian kecil dari akibat yang disebabkan oleh penggunaan energi
tidak terbarui. Punahnya satwa liar akibat hilangnya habitatnya juga menjadi
dampat yang terjadi meski tidak dirasakan secara langsung oleh manusia.
Sebagai
manusia yang mulia dan beradap, akankah kita membiarkan kerusakan-kerusakan
tersebut bertambah dan semakin parah? Kerusakan yang terjadi adalah kepastian. Tapi
seberapa besar kerusakan itu adalah pilihan yang terletak pada masing-masing
individu.
Beberapa
hal dibawah ini sudah saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dampaknya tidak
hanya dirasakan oleh lingkungan tapi juga perekonomian keluarga.
Add caption |
Bijak menggunakan energi listrik
Beberapa
pekerjaan rumah saya kerjakan sendiri tanpa bantuan listrik seperti mencuci
baju menggunakan tangan, membersihkan perabotan tanpa vakum cleaner. Untuk keperluan
memasak pun semuanya menggunakan kompor gas kecuali memasak nasi. Saya lebih
memilih jendela besar untuk membuat udara dirumah tetap nyaman atau menggunakan
kipas angin jika udara terlalu panas.
Bijak menggunakan kendaraan
bermotor
Beruntung
jika kita tinggal dikota besar dengan fasilitas kendaraan umum. Karena kita
bisa menggunakan fasilitas tersebut untuk mengurangi penggunaan bahan bakar.
Sayangnya tidak semua daerah di Indonesia memiliki fasilitas tersebut. tapi
bukan berarti kita tidak bisa berkontribusi dalam penghematan bahan bakar.
Kita
bisa menggunakan kendaraan hanya jika diperlukan seperti melakukan perjalanan
jauh atau membawa barang dalam jumlah besar. Jika tempat yang kita tuju bisa
ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda, gunakanlah. Selain menghemat
energi juga menyehatkan badan kita.
Memilih menggunakan barang
elektronik yang ramah lingkungan
Saat
ini hemat energi banyak digunakan berbagai macam industri untuk memasarkan
produknya. Tidak hanya untuk meningkatkan penjualan melainkan penggunaan
teknologi yang efisien juga sebagai unggulan. Bahkan sekarang tidak sulit lagi
menemukan barang-barang tersebut seperti lampu, mesin cuci, lemari pendingin
hingga kendaraan bermotor pun sudah memiliki teknologi yang mampu mengolah energi
lebih efisien.
Saya
sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan
mengikuti lomba blog “Perubahan Iklim” yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita
Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di
bit.ly/LombaBlogPerubahanIklim
Melakukan
perubahan dan menjadikannya sebagai gaya hidup menjadi salah satu hal yang bisa
kita lakukan dengan mudah. Sendiri tidak akan menciptakan sebuah perubahan. Tapi
bersama akan membuat perubahan besar untuk menjadi lebih baik. Semua itu bisa
diawali dari diri kita sendiri.