Rabu, 06 Mei 2020

# Alfameria # anak SMA

Alfameria : Chapter VII

“Aksa!”

Kali ini Ameria datang menghampiri Aksa yang masih berada didalam kelas meski bel istirahat sudah berbunyi sejak tadi. Masih banyak siswa di dalam kelas namun Ameria tidak menemukan Alfa diantaranya.
Bang Ijal motret


Yang lebih mengejutkan bukan kehadirannya di kelas IPA 3 tetapi suara bisik-bisik dari murid-murid yang melihatnya masuk terutama mereka yang disebut cewek.

Dipandang demikian membuat Ameria merasa risih juga. Benar atau tidak berita itu tidak seharusnya teman-temannya menilainya demikian. Tidak pernah timbul masalah lain sehingga merugikan banyak pihak yang diakibatkan oleh berita itu. hubungannya dengan Aksa baik demikian juga dengan Alfa. hanya intensitas pertemuan saja yang berkurang. Tapi semuanya baik-baik saja.

“Kok gosip tentang kita awet banget ya? lama-lama risih juga kemana-mana dilihatin gitu.”

“Biarin aja. anggap aja kita lagi ngasih hiburan buat mereka.”

“Iya kalian cowok-cowok enak. Settingan awalnya udah cuek. Lah kita cewek-cewek kan baperan.”

“Bawa ke bengkel aja. nanti minta setting ulang. Sekalian minta aksesoris tambahan.”

“Emangnya aku mobil apa?”

Bersama dengan Aksa adalah momen terbaik untuk mengalihkan perhatian dari Alfa. jujur, Ameria merasa kehilangan dengan ketidakhadirannya alfa di hari-harinya saat ini.

Bersama Alfa sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dirubah dalam waktu singkat. Sekolah bahkan  rumah pun sudah terbiasa dengan jejak-jejak kehadiran Alfa. Ketiadaannya saat ini benar-benar menggoyahkan  hidupnya.

Bahkan bunda pun merasa rindu pada Alfa. Bunda kehilangan satu-satunya orang yang setia dan sabar menemaninya mencoba resep baru. Kemudian dengan rela menjadi orang pertama yang mencicipi hasilnya. Enak atau pun tidak Alfa selalu mengatakan yang sebenarnya. Dengan cara yang menyenangkan tentu saja. sehingga tidak ada alasan bagi Marisa untuk tidak menyukai Alfa.

Kelas Aksa masih ramai meski jam istirahat. Sangat berbeda dengan kelasnya yang berubah sepi karena teman-temannya akan bermigrasi ke kantin atau sedut-sudut sekolah yang tidak membatasi jarak pandang.

Diantara sekian bangku yang berpenghuni tidak satu pun yang Ameria harapkan ada disana. Bahkan ketika dia membuka lebar kelopak matanya orang itu tidak ada disana. Hanya ada tas hitam yang tetap diam dikursi samping Aksa.

“Dia nggak akan ada dikelas sebelum guru datang.”

Aksa mencoba menjelaskan agar Ameria tidak lagi mencari-cari keberadaan seseorang didalam kelas yang sebelum kedatangannya Alfa sudah pergi.

====

Gerimis kecil di sore hari membuat menguatkan warna hitam jalan beraspal. Juga sebagai pengingat agar pengendara lebih berhati-hati dalam mengemudi. Meski jarak pandak relatif aman tapi kita tidak bisa mengendalikan siapa saja yang akan melintasa di depan kita.

Alfa membelokkan kemudi mobil untuk memasuki gerbang komplek. Deretan pohon besar menyambutnya dengan hangat. Perumahan dengan desain back to nature menampilkan keselarasan manusia dengan alam, dengan menanam pohon-pohon di sepanjang jalan antara gerbang utama dengan hunian. Bahkan setiap rumah memiliki halaman yang cukup luas yang harus ditanamni minimal satu pohon jenis pohon berkambium. Sehingga nyaris tidak terlihat bahwa rumah-rumah modern ini terletak di pusat kota.

Belokan didepan akan membawa Alfa semakin dekat dengan rumahnya. Tempat yang paling dirindukannya saat ini. tempat yang akan membuatnya sedikit melepaskan penat dikepalanya bahkan mungkin hatinya.

Dalam kesendiriannya di ruang sempit itu Alfa tersenyum. Menertawakan dirinya yang dalam sekejap bisa memiliki dua kepribadian.

Dia bisa marah, murka bahkan ingin menghancurkan apapun yang ada didepannya. Hanya karena melihat dua sahabatnya duduk bersama, Ameria dan Aksa. Dia merasa bahwa posisinya telah direbut paksa oleh Aksa dan Alfa membenci itu.

Dilain kesempatan akan berbeda pula.

Seperti sore tadi, sebelum akhirnya Alfa memilih pulang.

Lapangan sekolah menjadi salah satu tempat favorit anak SMA Persada disore hari. Selain untuk kegiatan ekstrakurikuler tempat itu juga menjadi arena bermain. Dari sekian banyak siswa disana, Aksa dan Ameria ada diantaranya.

Ameria merlepas penutup kepala yang selama ini Alfa tahu hampir tidak pernah dilepas kecuali saat tidur. rambut sebahunya yang bergelombang diikat begitu saja. namun ikatan itu tidak cukup kuat sehingga beberapa anak rambutnya menempel dilehernya karena keringat.

Ameria bergerak kesana kemari. menjadi salah satu orang yang ikut bermain memperebutkan sebuah bola. Gerakan tangannya terlihat kaku ketika sedang memantulkan bola kemudian dioper pada Aksa. Aksa membawa bola untuk mendekati ring lalu melemparnya menghantam papan dan bola masuk melewati jarring.

Satu poin tambahan yang diperoleh itu membuat tim Aksa Ameria dan Rendi saling bersorak senang. Permainan yang menyenangkan bukan?

Jelas sekali Ameria menikmati aktivitas fisik itu. otot pipinya terus bergerak keatas seperti tidak kenal lelah. Salah satu ekspresi yang membuat Alfa tidak rela untuk merusaknya. Meski dia tidak menjadi bagian dari kesenangan sahabatnya, meski dia hanya bisa melihat dari jauh tapi Alfa sangat senang.

Hal itulah yang membuatnya mundur secara perlahan. Melupakan amarahnya. Mengabaikan kekecewaannya dan memilih untuk menikmati kesediha yang Ia rasakan. Lagipula itu hanya sementara, bukan?

Sebentar lagi mobil yang dikendarai Alfa akan berbelok. Melewati pohon akasaia yang salah satu tajuknya sangat rendah. Mungkin terkena angin dan belum ada pihak yang mengetahui untuk memotongnya. Karena keberadaan cabang pohon itu cukup mengganggu aktivitas pengendara. Membuat jarak pandang terhalang.

Seperti saat ini ketika sebuah bayangan melintas dan Alfa tidak menyadari. Secara reflek kakinya menginjak pedal rem. Membuatnya terdorong kedepan dan seketika memacu jantungnya berdetak cepat.

Sesuatu baru saja tertabrak!

1 komentar:

Follow Us @soratemplates