Selasa, 05 Mei 2020

# Alfameria # anak SMA

Alfameria : Chapter VI

Injury time!

bang Ijal motret

Lima menit sebelum bel berbunyi menjadi saat kritis untuk menunggu. Entah untuk istirahat atau untuk pulang sekolah. Sehingga diwaktu-waktu itu kegelisahan akan menjadi wabah yang menyerang semua penghuni sekolah. Serangan rasa lapar juga mengantuk hingga bosan membuat semua murid SMA Persada ingin segera meninggalkan bangku.

“Minggu depan kalian sudah UAS artinya waktu kalian di SMA ini tinggal sebentar lagi. Selain persiapan untuk ujian akhir nasional kalian juga harus mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi.”

Dua bunyi panjang dengan nada yang paling disukai semua siswa pun berbunyi. Hanya saja Pak Yusuf atau yang biasa dipanggil Pak Ucup belum selesai dengan wejangan-wejangan khas guru BK.

“Jangan lupa datang ke ruang BK. Semua informasi perguruan tinggi ada disana. Bapak tidak akan mengumumkan satu per satu di dalam kelas. Kalian juga harus lebih aktif lagi.” Pak Ucup mendesah. Ia sedih pada Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum yang selalu meletakkan jam pelajarannya disaat kritis sehingga Ia lebih banyak mendapat ketidakfokusan siswa. Padahal materi yang diberikannya sangat penting untuk masa depan anak-anak.

“Baik. Pak!!!”

Jawaban keras dan sangat kompak itu diikuti dengan langkah kaki yang penuh semangat. Ditambah rasa lega akhirnya bisa keluar dari ruang yang semakin hari terasa semakin sempit.

Menjadi murid tahun terakhir dibangku SMA bukan perkara mudah. Rasanya pun tidak semenyenagkan yang kebanyakan orang lihat. Ada begitu banyak hal yang harus dicapai dalam waktu bersamaan.

Tuntutan dari sekolah untuk mendapatkan nilai tinggi demi menjaga reputasi sekolah. Kurikulum yang memberikan standar nilai yang nyaris mustahil dicapai tanpa kerja keras. Orang tua yang menaruh harapan besar pada anaknya. Tentu saja hal itu belum ditambah dengan persoalan pribadi seperti rasa lelah yang semakin hari terus bertambah. hubungan dengan sesama teman.

Tentu, itu hanya daftar pendek yang masih bisa disebutkan. Ketika hari-hari berseragam putih abu-abu semakin berkurang, beban lain pun menanti. Persiapan untuk mengenakan status baru, mahasiswa, pun menadi drama baru yang harus dihadapi. Seleksi masuk perguruan tinggi yang semakin tahun semakin susah untuk lalui. Bahkan untuk mereka yang cemerlang didalam kelas pun tidak bisa bersantai.

Mungkin mereka yang terlahir dari keluarga berlebih yang tidak terlalu memusingkannya. Atau mereka yang terlahir dengan kapasitas otak yang ada pada level genius. Yang tidak pernah merasa kesulitan karena kampus manapun selalu memiliki pintu khusus untuk mereka.

“Alfa, bisa temui bapak diruangan?” Pak Ucup menghampiri Alfa yang duduk dibangkunya. “Bapak menemukan kampus yang sesuai dengan minat kamu.”

Alfa mengangguk sebagai jawaban dari kesediaannya untuk bertemu dengan Pak Yusuf. Namun didalam hatinya timbul sedikit rasa khawatir akan tersebarnya pertemuan itu. Memang bukan hal yang perlu dirahasiakan namun Alfa sedang tidak ingin proses pencariannya menjadi perbincangan banyak orang.

Apalagi saat itu Aksa masih duduk disampingnya. Kemungkinan besar dia mendengar ucapan Pak Yusuf meski dia terlihat sedang sibuk.

“Aksa … barusan … eh … maksudku … tadi …”

 “Kamu khawatir aku cerita sama Ameria?” Aksa memberinya senyuman. “Jangan khawatir, kami nggak pernah berbicara dibelakang orang.”

“Ohh gitu.”

“Ngomong-ngomong … “

“Duluan, ya.”

Lagi, Aksa hanya bisa melihat punggung itu pergi. Alfa terlihat seperti orang yang sedang dikejar sesuatu sehingga tidak pernah satu detik saja tinggal dikelas. Bahkan Aksa yang hampir delapan jam bersama setiap hari tidak memiliki kesempatan berbicara. Padahal ada yang ingin sekali Aksa sampaikan. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin dia diskusikan. Tapi temannya itu seperti sedang menghindar dari kesempatan itu.

Bagaimana dengan Ameria? Wajar saja dia sangat merasa kehilangan sahabat terbaiknya.

“Ameria!”

====

Ada satu pemilik suara yang tidak ingin didengarnya saat ini. Tapi dunia seperti tidak mendukungnya. Kemanapun kakinya melangkah sepertinya seseorang itu selalu mengikutinya.

“Buru-buru amat?”

Inilah resiko memiliki kaki yang tidak panjang sehingga menghasilkan langkah yang tidak lebar pula. Meski sudah menambah ritme tetap saja dikalahkan oleh pemilik kaki panjang.

“Mau ke kantin? Apa perpustakaan?”

Ameria masih diam meski Aksa terus mengajukan pertanyaan.

Berkeringat sangat mengganggu di tengah cuaca yang super panas ini. terus mencoba berjalan cepat hanya akan membuat suhu tubuhnya semakin naik. Maka mengalah dan menghadapi Aksa satu-satunya cara.

“Mau ngadem dikelas.”

Aksa melongo melalui tubuh Ameria yang sudah berhenti berjalan.

“Kamu serius? Nggak ada orang lho disana.” Aksa tersenyum jahil. “Tapi ruang kelas sangat cocok untuk melanjutkan pembicaraan kita kemarin.”

Ameria merasa geram tapi sekaligus malu. Saat ini dia tidak siap untuk berhadapan dengan cowok jangkung itu. Ucapannya setelah pulang dari UGD kemarin memuatnya merasa malu. Tapi menghindar pun tidak ada gunanya.

Ameria berbalik, menatap dengan sedikit mendongak. Goresan yang cukup lebar di tulang pipi Aksa belum terlalu kering. Bahkan warna merah itu kini bercampur dengan warna biru.

“Oke.” Jawab Ameria menantang.

Tapi kenapa jantungnya jadi berdetak cepat saat berhadapan dengan Aksa seperti ini?

Luka ditubuh aksa tidak parah hanya lecet dibeberapa lengan dan wajah. Hanya saja rasa sakit dan nyeri biasanya baru terasa satu hari setelah kejadian.

Mungkin Aksa harus mendapat pelajaran khusus untuk tidak sembrono. Yang mengakibatkannya harus merasakan empuknya salah satu brangkar UGD.

Pagi itu saat di CFD Aksa mengajak Ameria untuk menyewa otopedyang disediakan oleh salah satu perusahaan jasa. Mereka berencana untuk berjalan-jalan menggunakan moda transportasi yang sedang naik daun itu.

Ini merupakan pengalaman pertama Ameria. Meski terlihat mudah tapi Ameria harus menjaga keseimbangan tubuhnya selama berada diatas pijakannya. Belum lagi mengkoordinasikan kaki dan tangannya ketika mulai berjalan.

Memang tidak perlu waktu lama bagi Ameria untuk benar-benar menguasai skuter listrik itu. rasanya benar-benar menyenangkan. Hingga dia tidak sadar sebuah mobil melaju mendekatinya yang berada dibahu jalan.

Aksa yang berada didepan. Sudah lebih dulu sampai  ditempat parkir khusus skuter listrik dan sedang berhenti untuk menunggunya itu langsung meninggalkan skuternya dan berlari mendekati Ameria.
Ameria tidak tahu detailnya karena kejadiannya begitu cepat. Yang dia tahu bahwa dia sudah berguling di trotoar dengan tubuh Aksa yang berdarah.

“Mer, mau jadi pacarku?”

Itulah kalimat yang Aksa ucapkan sebelum akhirnya tidak sadarkan diri. Beruntung kecelakaan tadi tidak berakibat fatal. Pingsan yang Aksa alami hanya efek normal karena kepalanya terbentur benda keras.

Alfa sampai beberapa saat setelah mereka sampai di UGD. Tak berapa lama dokter pun mengizinkan Aksa pulang.

Ameria mengira kejadian itu sebagai halusinasi yang dialami Aksa. Namun dia tidak bisa pura-pura tidak tahu karena Ameria sadar ketika mendengarnya.

 “Gimana kalau kita duduk dulu? Kakiku mulai kerasa sakit nih habis ngejar kamu.” Ameria memutar bola matanya.

Aksa tersenyum dan menarik lemabut tangan Ameria agar mengikutinya duduk di bangku yang ada di samping lapangan.

“Jangan jutek gitu dong, Mer.”

“Jangan lama-lama deh, Aksa. bentar lagi masuk nih.”

Lagi-lagi Aksa tersenyum. Sadar nggak sih kalau Aksa punya hobi tersenyum setiap saat?

“Mulai lagi kan, dasar Alfameria. Kelakuannya sama. Kalian janjian buat menghindar dari aku ya?”

“Maksudnya Alfa menghindari kamu juga?”

Kalimat yang juga Ameria pahami bahwa Alfa benar sedang berusaha menghindar darinya juga Aksa. Mengapa?

“Sebenarnya nggak bisa dibilang gitu juga. Dari dulu Alfa memang irit bicara. Nggak cuma ke aku. Sama anak-anak lain juga. Cuma akhir-akhir ini dia kaya lagi menjaga jarak aja. Ngomong seperlunya. Kalau mau aku ajak ngobrol agak panjang pasti langsung nyari alasan. Mau ke kantin lah, ngerjain PR lah. Padahal jelas banget kalau udah nggak boleh ada PR.”

“Aku sempet ngerasa gitu. Tapi dia masih bales chat aku. Kalau pas papas an gitu ya masih ngobrol. Cuma aneh aja. Tapi kok ke kamu juga? Yang lain juga nggak?”

“Buat kita-kita sih biasa aja sama sikapnya Alfa. Karena biasanya juga gitu.” Hanya saja Aksa memang merasa ada yang berbeda. Entah apa Aksa juga tidak tahu.

“Mer, soal yang kemarin.” Aksa memulia setelah ada jeda diantara mereka.

“Jangan menghindar gitu dong. Aku nggak maksud untuk bikin hubungan kita jadi canggung. Yang aku omongin kemarin benar serius. Sebenarnya pengen ngelakuinnya di tempat dan waktu yang bener aja. Jadilah spontan aja aku ngomong gitu.

“tapi, aku nggak akan minta maaf atau menarik lagi ucapanku. Bahkan saat hubungan kita jadi canggung atau kamu semakin menghindar dari aku. Aku akan berusaha lebih keras untuk mengembalikan semuanya seperti semula. Karena ini perasaanku, tanggungjawabku. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani. Kalau kamu harus menolak pun akan aku terima. Tapi aku minta satu hal dari kamu. aku ingin kita tetap berteman, apapun yang terjadi.”

Ameria membuka mulut kemudian dikatupkan lagi. ia bingung harus menjawab apa. Disatu sisi ada banyak hal dari diri Aksa yang membuatnya merasa nyaman tapi disisi lain dia tidak ingin terburu-buru. Lagipula banyak hal yang ingin dicapainya saat ini. pacaran, tidak termasuk salah satu didalamnya.

“Tuh kan diem lagi.”

Mau tidak mau Ameria harus tersenyum. Meski sebenarnya dia merasa sangat canggung dengan kedekatannya dengan Aksa saat ini. Bagaimana pun juga Aksa bukan orang jahat yang harus dihindari. Bukan salahnya juga kalau punya perasaan pada Ameria. Bergaul dengannya pun tidak memberi pengaruh negatif. Jadi tidak ada alasan untuk tidak berteman dengannya, bukan?

“Kasih aku waktu.”

“Tentu.” Selama apapun waktu yang Ameria butuhkan, Aksa akan selalu menunggu. “Teman?” Aksa mengangkat jari kelingkingnya.

“Apa sih, kaya anak TK.”

“Ayolah, Mer.”

Ameria tersenyum mengalah.

“Teman.”

Ameria menautkan jari kelingkingnya dengan Aksa. Sebuah momen bahagia yang sangat indah. Kenangan indah yang mampu membuat orang lain tersenyum. Meski selalu menyisakan hati yang terluka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates