Setiap
orang tercipta dengan kedua orang. Ada yang keduanya hadir saat tangis pertama
itu terdengar, memeluk serta membisikan qalam ilahi sebagai bentuk penyambutan
di dunia yang baru. Kadang hanya ada satu yang hadir karena suatu kondisi
tertentu atau takdir yang membuat salah satu nya pulang lebih awal.
Desember
di pilih sebagai satu moment untuk mengasihi seorang perempuan yang dengan
segenap jiwa mengantarkan sebuah kehidupan lain memasuki dunia baru. Entah dengan
suka cita atau duka. Apapun rasa yang menyertai perempuan itu tetaplah seorang
ibu.
Aku
mengenal sesosok anak yang sangat tenang pembawaannya. Dengan selalu berjalan
dengan santai seolah tak satu hal pun di dunia ini yang mampu membuatnya
tergesa. Kadang saat kepanikan melanda bahkan wajah yang teduh itu mulai
terlihat panic, dia masih bisa duduk dengan sebatang rokok terselip di antara
bibirnya.
Suatu
ketika dia bertanya, ”Tahu kah kamu mengapa Tuhan menciptakan sela diantara
jari-jarimu?”
Aku
hanya bisa mengerutkan kening mendengar pernyataan itu. Dua puluh tahun
kehidupan yang kujalani tak pernah sedikit pun memikirkan hal kecil namun
bermakna besar yang terjadi dalam tubuh manusia. Kecuali yang memang sudah
dipelajari oleh ilmuan terdahulu.
Hanya
sebuah ketidaktahuan yang kuucapkan sebagai jawaban.
“Tuhan
menciptakan sela-sela jarimu agar jari-jariku bisa terselip diantaranya dan
menggenggam tanganmu erat. Agar kamu bisa berjalan mendampingiku menjalani
takdir yang Tuhan berikan pada kita.”
Sebuah
penjelasan singkat yang sempat membuatku tertawa meski pada akhirnya membuat
kedua pipiku merona. Tersipu malu dari buaian kata gombal dari seorang
laki-laki dengan ketenangan diatas kewajaran.
Pada
akhirnya rentetan kata itu benar terjadi.
Memasuki
usia tiga puluh tahun tangan itu masih menggenggam erat. Dan aku masih berjalan
melangkah di sisinya dengan sakinah yang melingkari jari-jari kami, mawaddah
memayungi setiap langkah serta Warohmah tujuan perjalanan kami.
Dibalik
torehan takdir indah itu, berdiri sesosok yang tidak pernah kutemui. Tak sekalipun
nasehat ku dengar darinya, juga tak pernah kulihat mata menyepit karena tertawa
saat menceritakan masa kecil dari seorang laki-laki yang menjadi imamku.
Seorang
ibu yang tak pernah sempat mendengarku menyebut namanya. Karena beliau terlebih
dahulu pulang, ibu mertuaku.
Aku
memang tak memiliki kesempatan untuk menggenggam lalu mencium tanganmu. Serta menjelaskan
siapa sesungguhnya diriku yang telah berani membuat hati putra kesayangannya
hanya menatapku.
Aku
juga tak memiliki kesempatan untuk berbincang panjang tentang makanan kesukaan,
minuman apa yang biasa engkau sajikan setiap pagi sebagai bekal energy jagoan
kecil yang beranjak dewasa. Atau menertawakan bagaimana menggemaskannya masa
kecil laki-laki dewasa yang tak lagi bisa engkau tatap setiap saat.
Aku
bahkan tak punya kesempatan untuk mengadu tentang kebiasaan kentut anak
kesayanganmu yang sempat membuatku terganggu atau betapa tidak peka nya dia
saat aku merajuk.
Tapi
ibu,
Meski
aku tak tahu cara terbaik melayani putramu seperti yang engkau lakukan. Aku hanya
bisa menjajikan satu hal padamu bahwa sepanjang sisa umurku akan kuabdikan
sepenuh hati kepadanya.
Dan
ibu,
Meski
engkau tak bisa mendengarku, malaikat yang menjagamu akan membisikannya.
Ibu,
terimakasih sudah melahirkan laki-laki hebat seperti suamiku. Dengan tertatih
selalu berusaha menjadi laki-laki terbaik dalam hidupku juga hidup cucumu. Ya,
cucu pertamamu berasal dari rahimku dan saat ini mereka tumbuh menjadi anak
yang luar biasa.
Aku
tak akan mampu dan tak akan pernah bisa menggantikan tempatmu dihatinya. Tapi
aku akan berusaha menjadi istri sholeha
untuk suamiku dan bersaksi pada Tuhan bahwa anak lelakimu adalah suami
terbaik yang membimbing kami menuju surga yang kekal.
Selamaaaat hari ibuu ya mbaaa
BalasHapusselamat hari ibu juga ya mbak...
Hapus