Banyak yang bilang kalau saya
peduli lingkungan? Benar dan terimakasih.
Ada juga yang bilang saya “anak
buahnya bu Risma” karena mengikuti anjuran beliau untuk mengurangi penggunaan
plastik. Saya benarkan juga.
Halah,..gaya-gayaan aja, ikut
trend sekarang. Nggak apa-apa, kalau trendnya mengajak kebaikan kenapa nggak
diikuti.
Ada juga yang bilang, plastik
kresek ini syaratnya penjual jangan ditolak. Yasudah nggak pa-pa.
Semua hal yang saya terima dari
sikap diet plastik ini beraneka ragam. Ada yang mengikuti, ada yang biasa aja,
yang mencemooh pun ada. Semua itu wajar dan diluar kapasitas saya, karena semua
itu pilihan masing-masing.
Untuk saya pribadi plastik atau
kresek memang sebisa mungkin saya kurangi. Sebisa mungkin ketika saya berbelanja
saya masukan ke dalam tas atau langsung masuk jok sepeda kalau kebetulan nggak
bawa tas. Bahkan membawa wadah dari rumah saat membeli makanan siap santap pun
sudah jadi kebiasaan. Dan sedikit orang sudah mengikutinya. Saat ini juga mulai
memilih penjual yang bisa diajak repot dengan kebiasaan baru saya itu.
Bukan mau gaya-gayaan tapi alasan
mendasar saya adalah saya pusing melihat plastik/kresek memenuhi rumah. Nyelip sana-sini.
Cuma bikin penuh tempat sementara jarang sekali di pakai.
Kan bisa dipakai buat tempat
sampah?
Benar. Tapi itu dulu.
Beberapa waktu lalu saya mengikuti
workshop zerowaste dengan mbak Dini
(DK Wardani) yang menjadi pemateri. Sejak saat itu saya bertekad untuk mengolah
semaksimal mungkin sampah yang saya hasilkan beserta keluarga.
Memang belum bisa tong sampah di
rumah itu kosong. belum, saya belum sejauh itu. saat ini yang mulai saya
biasakan adalah sampah organik yang saya hasilkan tidak masuk bak sampah/TPA. Sampah
organic itu saya timbun di sedikit halaman rumah yang saya biarkan tidak
tertutup beton. Membuat kompos seharusnya langkah terbaik tapi belum saya
lakukan. Saya masih nyaman membuat galian dan mengisinya dengan sampah organic.
Atau pot-pot kosong yang tanamannya sudah mati jadi “tempat pembuangan”.
Hasilnya memang belum terlihat
maksimal tapi tanaman saya yang beberapa waktu gagal tumbuh mulai sedikit lebih
segar. Karena yang saya tahu, sepetak kecil halaman saya itu miskin hara
sehingga untuk beberapa jenis tanaman yang kurang struggle gampang mati. Sekarang
tanaman-tanaman lain sejenis talas-talasan bisa tumbuh meski masih kecil.
Ya, yang namanya menyuburkan
kembali kan bukan perkara mudah. Saya yakin langkah saya ini benar secara teori
dan hanya perlu istiqomah saja untuk membuatnya menjadi lebih baik.
Kemudian untuk sampah organic saya
sudah berusaha memilah. Barang-barang yang biasanya di-pulung saya kumpulkan
seperti botol-botol bekas, kertas, kardus. Kalau dulu semuanya masuk ke bak
sampah di depan rumah. Kalau sekarang saya rubah. Saya kumpulkan terlebih
dahulu, baru saat ada yang biasa mengumpulkan saya kasih langsung.
Ada bedanya?
Ada. Pemulung tadi nggak perlu
mengaduk-aduk bak sampah lagi. karena proses itu sudah saya lakukan sebelum
barang-barang tadi masuk bak sampah. Sedikit meringankan tugas mereka, bukan?
Saya masih pakai plastik, kok. Kebutuhan
pribadi seperti perawatan tubuh, pakaian, peralatan makan masih terbuat dari
plastik. Tapi saya hanya menggunakan yang memang diperlukan. Dan mengganti yang
bisa diganti.
Bak sampah di depan rumah saya
juga belum kosong. Karena plastik bungkus jajan anak-anak, atau bungkus bumbu
masakan masih saya buang. Masih meninggalkan sedikit feeling guilty di hati. Cuma
ya sejauh ini, inilah hal terbaik yang bisa saya lakukan.
Menengok jauh kedepan adalah
segala sesuatu yang kita lakukan di kehidupan yang fana ini akan dimintai
pertanggungjawaban. Minimal ada sedikit kebaikan yang bisa saya bawa
dikehidupan yang abadi kelak. Dan semoga ini juga menjadi ikhtiar saya untuk
meraih ridho Allah Subhanallahu Wata’ala. Amin