Minggu, 23 Desember 2018

# Family # Keluarga

Desember

Setiap orang tercipta dengan kedua orang. Ada yang keduanya hadir saat tangis pertama itu terdengar, memeluk serta membisikan qalam ilahi sebagai bentuk penyambutan di dunia yang baru. Kadang hanya ada satu yang hadir karena suatu kondisi tertentu atau takdir yang membuat salah satu nya pulang lebih awal.
Desember di pilih sebagai satu moment untuk mengasihi seorang perempuan yang dengan segenap jiwa mengantarkan sebuah kehidupan lain memasuki dunia baru. Entah dengan suka cita atau duka. Apapun rasa yang menyertai perempuan itu tetaplah seorang ibu.
Aku mengenal sesosok anak yang sangat tenang pembawaannya. Dengan selalu berjalan dengan santai seolah tak satu hal pun di dunia ini yang mampu membuatnya tergesa. Kadang saat kepanikan melanda bahkan wajah yang teduh itu mulai terlihat panic, dia masih bisa duduk dengan sebatang rokok terselip di antara bibirnya.
Suatu ketika dia bertanya, ”Tahu kah kamu mengapa Tuhan menciptakan sela diantara jari-jarimu?”
Aku hanya bisa mengerutkan kening mendengar pernyataan itu. Dua puluh tahun kehidupan yang kujalani tak pernah sedikit pun memikirkan hal kecil namun bermakna besar yang terjadi dalam tubuh manusia. Kecuali yang memang sudah dipelajari oleh ilmuan terdahulu.
Hanya sebuah ketidaktahuan yang kuucapkan sebagai jawaban.
“Tuhan menciptakan sela-sela jarimu agar jari-jariku bisa terselip diantaranya dan menggenggam tanganmu erat. Agar kamu bisa berjalan mendampingiku menjalani takdir yang Tuhan berikan pada kita.”
Sebuah penjelasan singkat yang sempat membuatku tertawa meski pada akhirnya membuat kedua pipiku merona. Tersipu malu dari buaian kata gombal dari seorang laki-laki dengan ketenangan diatas kewajaran.
Pada akhirnya rentetan kata itu benar terjadi.
Memasuki usia tiga puluh tahun tangan itu masih menggenggam erat. Dan aku masih berjalan melangkah di sisinya dengan sakinah yang melingkari jari-jari kami, mawaddah memayungi setiap langkah serta Warohmah tujuan perjalanan kami.
Dibalik torehan takdir indah itu, berdiri sesosok yang tidak pernah kutemui. Tak sekalipun nasehat ku dengar darinya, juga tak pernah kulihat mata menyepit karena tertawa saat menceritakan masa kecil dari seorang laki-laki yang menjadi imamku.
Seorang ibu yang tak pernah sempat mendengarku menyebut namanya. Karena beliau terlebih dahulu pulang, ibu mertuaku.

Aku memang tak memiliki kesempatan untuk menggenggam lalu mencium tanganmu. Serta menjelaskan siapa sesungguhnya diriku yang telah berani membuat hati putra kesayangannya hanya menatapku.
Aku juga tak memiliki kesempatan untuk berbincang panjang tentang makanan kesukaan, minuman apa yang biasa engkau sajikan setiap pagi sebagai bekal energy jagoan kecil yang beranjak dewasa. Atau menertawakan bagaimana menggemaskannya masa kecil laki-laki dewasa yang tak lagi bisa engkau tatap setiap saat.
Aku bahkan tak punya kesempatan untuk mengadu tentang kebiasaan kentut anak kesayanganmu yang sempat membuatku terganggu atau betapa tidak peka nya dia saat aku merajuk.
Tapi ibu,
Meski aku tak tahu cara terbaik melayani putramu seperti yang engkau lakukan. Aku hanya bisa menjajikan satu hal padamu bahwa sepanjang sisa umurku akan kuabdikan sepenuh hati kepadanya.
Dan ibu,
Meski engkau tak bisa mendengarku, malaikat yang menjagamu akan membisikannya.
Ibu, terimakasih sudah melahirkan laki-laki hebat seperti suamiku. Dengan tertatih selalu berusaha menjadi laki-laki terbaik dalam hidupku juga hidup cucumu. Ya, cucu pertamamu berasal dari rahimku dan saat ini mereka tumbuh menjadi anak yang luar biasa.

Aku tak akan mampu dan tak akan pernah bisa menggantikan tempatmu dihatinya. Tapi aku akan berusaha menjadi istri sholeha  untuk suamiku dan bersaksi pada Tuhan bahwa anak lelakimu adalah suami terbaik yang membimbing kami menuju surga yang kekal. 

2 komentar:

Follow Us @soratemplates