Jumat, 22 Mei 2020

DIMULAI DARI KITA

08.23 12 Comments



Manusia itu pada dasarnya suka dengan kenyamanan dan tidak pernah merasa puas. Satu keinginan terpenuhi akan muncul keinginan lain. Pola itu akan terus berulang tanpa ada yang tahu kapan berhentinya.

Dulu, orang sudah merasa sangat terbantu dengan tenaga hewan ternak untuk mengurangi beban pekerjaan, seperti membajak sawah atau mengantar barang. Ketika sepeda diciptakan hewan-hewan tadi tidak lagi digunakan tenaganya. Kemudian sepeda beralih fungsi menjadi barang koleksi atau alat olahraga ketika kendaraan bermotor sudah ditemukan. Fenomena itu jelas sekali kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Bisa jadi kita salah satu pelakunya.

Kemajuan teknologi, awalnya, dikembangkan untuk membantu aktivitas manusia. Seiring berjalannya waktu teknologi dimanfaatkan untuk tujuan lain salah satunya sebagai alat ukur strata sosial. Namun kita lupa bahkan bergesernya pemanfaatan teknologi membuat ketidakseimbangan terjadi dalam kehidupan.

Mari kita bandingkan!

Ketika teknologi belum berkembang, manusia sangat bergantung dengan alam sehingga upaya dan usaha untuk menjaga alam menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan. Lihat saja kehidupan suku-suku di Indonesia yang masih mempertahankan kearifan local dalam memanfaatkan alam seperti Suku Baduy Dalam, Suku Anak Dalam atau suku-suku yang masih mendiami pedalaman Papua.

Alam menjadi tempat utama dalm menggantungkan hidup. Karena ketiadaan alam yang baik maka hilang sudah kehidupan mereka, sumber pangan dan tempat tinggal.

Sekarang kita lihat kehidupan yang sudah terkena kemajuan teknologi yang paling mudah saja kendaraan bermotor. Produktivitas manusia meningkat pesat. Untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain tidak lagi membutuhkan waktu lama dibandingkan saat dulu harus berjalan kaki atau mengayuh sepeda. Banyaknya mesin-mesin berteknologi canggih membantu manusia memenuhi kebutuhan individu hingga banyak orang. Semakin majunya teknologi, manusia menjadi sangat bergantung dalam memenuhi kebutuhan. Bahkan ketika teknologi tadi mengalami kendala, produktivitas manusia pun bisa turun.

Hal ini tentu saja memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Semakin berkembangnya peradaban manusia berbanding terbalik dengan daya dukung lingkungan. Tidak bisa kita pungkiri bahwa alam menjadi salah satu bagian yang harus dikorbankan demi kemajuan peradaban manusia.

Tambang adalah salah satu bidang yang menjadi pendukung utama dalam mengembangkan peradaban. Bahkan penggunaan hasil tambang juga menjadi salah satu parameter dimulainya revolusi industri berpuluh-puluh tahun yang lalu.

Hampir segala lini kehidupan manusia memanfaatkan hasil tambang. Sebagai bahan bakar kendaraan maupun industri, sebagai bahan baku industri besar maupun kecil bahkan kosmetik yang kita pakai sehari-hari pun menggunakan hasil tambang sebagai bahan baku.

Minyak bumi merupakan salah satu hasil tambang yang paling banyak digunakan. Indonesia juga pernah mencatatkan diri sebagai Negara penghasil minyak bumi terbesar di dunia. Namun, sejak tahun 1991 produksi tersebut terus mengalami penurunan. Pada tahun 2018 Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral menyebutkan bahwa hasil produksi dibawah target yang sudah ditetapkan yaitu 800 barel sementara produksi hanya mencapai sekitar 773 ribu barel (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi). Penurunan ini mengubah Indonesia yang awalnya menjadi Negara Pengekspor menjadi Negara Pengimpor minyak bumi.

Meningkatnya jumlah penduduk juga menjadi salah satu faktor meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar fosil ini. Salah satu yang sering kita lihat dan alami adalah padatnya jalan-jalan oleh kendaraan. Baik roda dua maupun lebih, baik milik pribadi maupun milik lembaga. Semuanya berebut tempat dijalan-jalan tersebut. Akibatnya konsumsi bahan bakar fosil pun terus meningkat. BPPT sendiri menyebutkan bahwa setiap tahun PT KAI memerlukan 200 juta liter bahan bakar untuk beroperasi. Sebuah angka yang sangat mencengangkan bukan?
Sumber : pixabay


Dari kenyamanan serta kemudahan itu, kita sebagai konsumen terbesar mulai mengabaikan faktor lain yang mengancam kelangsungan kehidupan dimuka bumi. Pelan tapi nyata, dampak dari energi tidak terbarukan itu telah menganggu siklus kehidupan. Jika kita merasakan suhu matahari semakin meningkat semakin tahun itu berarti tanda-tanda kerusakan yang telah kita lakukan terhadap alam sudah terjadi. Lalu apakah hanya itu saja? Berikut beberapa hal yang terjadi akibat penggunakan energi tidak terbarukan.

Polusi Udara

Untuk menggerakkan mesin baik pada kendaraan maupun mesin-mesin besar yang ada di pabrik masih mengandalkan bahan bakar fosil. Bahkan listrik yang kita nikmati saja menggunakan batu bara sebagai sumber tenaganya. Sementara itu hasil pembakaran energi tersebut menghasilkan zat-zat yang tidak terpakai yang berakhir di udara atau atmosfer. Meskipun pembuangan limbah-limbah ini sudah memiliki tata cara agar meminimalkan polusi tetap saja ada partikel-partikel yang lolos dan bebas berkeliaran diudara.


Bentuknya yang sangat kecil membuat mata tidak bisa melihat polutan-polutan tersebut. Sehingga zat-zat berbahaya tersebut menjadi terakumulasi jumlahnya selama bertahun-tahun lamanya dan tidak sengaja terhirup oleh makhluk hidup.

Pernahkah kita melihat langit dikota-kota besar yang tidak lagi terlihat biru? Warna abu-abu gelap yang menyelimuti itu bukanlah awan hujan melainkan polusi udara yang jumlahnya sangat banyak. Karena jumlahnya sangat banyak hingga membentuk lapisan baru.

Lapisan udara baru ini terdiri dari zat-zat pembakaran yang berbahaya jika terhirup oleh makhluk hidup. Diantaranya yang paling banyak adalah karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NO2) dan sulphur oksida (SO2). Selain berbahaya bagi kelangsungan makhluk hidup, zat-zat ini bisa memerangkap sinar matahari yang dipantulkan oleh bumi. Pantulan sinar matahari yang terperangkap ini menyebabkan pemanasan global. Fenomena ini mengantarkan kita pada perubahan iklim global yang disertai dengan bencana-bencana besar. Gelombang panas yang menghantam negara-negara sub tropis, kebakaran hutan dan lahan, banjir bandang hanyalah sebagian kecil bencana yang terjadi akibat dari pemanasan global

Pencemaran Air

Pembukaan tambang juga beiringian dengan penurunan jumlah tutupan hutan. Kita tahu bahwa hasil tambang ini berasal dari timbunan jasad renik dan tumbuhan selama berjuta-juta tahun. Letaknya tersebar dimana-mana, kawasan hutan menjadi salah satu tempat tersimpannya kekayaan alam tersebut.

Selain mengurangi luasan hutan, proses penambangan ini juga menghilangkan mata air-mata air alami yang menjadi sumber kehidupan makhluk hidup disekitarnya. Lagi-lagi manusia menjadi salah satu yang paling merasakan dampaknya karena kekurangan sumber air bersih. Selain menghilangkan, proses penambangan ini juga mencemari air.

Areal bekas tambang sebagaian besar tidak lagi bisa digunakan bahkan untuk tempat tinggal sekalipun. Jika tidak dilakukan restorasi dengan benar, areal tambang ini akan menyisakan sebuah galian yang luas dan dalam. Bahkan air yang terdapat dalam galian tersebut sangat berbahaya jika terkonsumsi. Ketiadaan biota air menjadi salah satu indikasi bahwa air bekas galian tersebut tidak dapat layak untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

Sementara itu limbah yang dihasilkan dari penambangan ini akan sangat berbahaya jika tidak dikelola dengan baik. Sudah banyak kasus yang menyebutkan tercemarnya sungai-sungai disekitar areal tambang akibat limbah yang tidak dikelola dengan benar.

Degradasi Tanah

Penurunan kualitas tanah terus terjadi. hal ini terus mengancam berbagai kalangan masyarakat. Sebuah artikel yang diterbitkan pada portal daring Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia menyebutkan bahwa tambang emas tradisional di Kab. Bogor menyebabkan kadar air-raksa (Hg) pada tanah dan beras tinggi. Hal ini disebabkan karena proses tambang menggunakan air-raksa sebagai pelebur butir emas. Tingginya air-raksa yang mencemari tanah akan terserap oleh tanaman diatasnya. Dan sangat berbahaya bagi tubuh jika tanaman tersebut dikonsumsi.

Tambang emas hanya contoh kecil saja karena ada ribuan areal yang digunakan sebagai tempat penambangan yang tersebar diseluruh negeri. Tentu saja hal ini menjadi daftar yang besar terhadap kerusakan yang terjadi pada tanah.

Ketiga poin diatas hanya sebagian kecil dari akibat yang disebabkan oleh penggunaan energi tidak terbarui. Punahnya satwa liar akibat hilangnya habitatnya juga menjadi dampat yang terjadi meski tidak dirasakan secara langsung oleh manusia.

Sebagai manusia yang mulia dan beradap, akankah kita membiarkan kerusakan-kerusakan tersebut bertambah dan semakin parah? Kerusakan yang terjadi adalah kepastian. Tapi seberapa besar kerusakan itu adalah pilihan yang terletak pada masing-masing individu.

Beberapa hal dibawah ini sudah saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh lingkungan tapi juga perekonomian keluarga.

Perkotaan, Orang Orang, Kerumunan, Warga Negara, Orang
Add caption
Bijak menggunakan energi listrik

Beberapa pekerjaan rumah saya kerjakan sendiri tanpa bantuan listrik seperti mencuci baju menggunakan tangan, membersihkan perabotan tanpa vakum cleaner. Untuk keperluan memasak pun semuanya menggunakan kompor gas kecuali memasak nasi. Saya lebih memilih jendela besar untuk membuat udara dirumah tetap nyaman atau menggunakan kipas angin jika udara terlalu panas.

Bijak menggunakan kendaraan bermotor

Beruntung jika kita tinggal dikota besar dengan fasilitas kendaraan umum. Karena kita bisa menggunakan fasilitas tersebut untuk mengurangi penggunaan bahan bakar. Sayangnya tidak semua daerah di Indonesia memiliki fasilitas tersebut. tapi bukan berarti kita tidak bisa berkontribusi dalam penghematan bahan bakar.
Kita bisa menggunakan kendaraan hanya jika diperlukan seperti melakukan perjalanan jauh atau membawa barang dalam jumlah besar. Jika tempat yang kita tuju bisa ditempuh dengan berjalan kaki atau menggunakan sepeda, gunakanlah. Selain menghemat energi juga menyehatkan badan kita.

Memilih menggunakan barang elektronik yang ramah lingkungan

Saat ini hemat energi banyak digunakan berbagai macam industri untuk memasarkan produknya. Tidak hanya untuk meningkatkan penjualan melainkan penggunaan teknologi yang efisien juga sebagai unggulan. Bahkan sekarang tidak sulit lagi menemukan barang-barang tersebut seperti lampu, mesin cuci, lemari pendingin hingga kendaraan bermotor pun sudah memiliki teknologi yang mampu mengolah energi lebih efisien.

Saya sudah berbagi pengalaman soal perubahan iklim. Anda juga bisa berbagi dengan mengikuti lomba blog “Perubahan Iklim” yang diselenggarakan KBR (Kantor Berita Radio) dan Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN). Syaratnya, bisa Anda lihat di bit.ly/LombaBlogPerubahanIklim

Melakukan perubahan dan menjadikannya sebagai gaya hidup menjadi salah satu hal yang bisa kita lakukan dengan mudah. Sendiri tidak akan menciptakan sebuah perubahan. Tapi bersama akan membuat perubahan besar untuk menjadi lebih baik. Semua itu bisa diawali dari diri kita sendiri.

Rabu, 06 Mei 2020

Alfameria : Chapter VII

22.11 1 Comments
“Aksa!”

Kali ini Ameria datang menghampiri Aksa yang masih berada didalam kelas meski bel istirahat sudah berbunyi sejak tadi. Masih banyak siswa di dalam kelas namun Ameria tidak menemukan Alfa diantaranya.
Bang Ijal motret


Yang lebih mengejutkan bukan kehadirannya di kelas IPA 3 tetapi suara bisik-bisik dari murid-murid yang melihatnya masuk terutama mereka yang disebut cewek.

Dipandang demikian membuat Ameria merasa risih juga. Benar atau tidak berita itu tidak seharusnya teman-temannya menilainya demikian. Tidak pernah timbul masalah lain sehingga merugikan banyak pihak yang diakibatkan oleh berita itu. hubungannya dengan Aksa baik demikian juga dengan Alfa. hanya intensitas pertemuan saja yang berkurang. Tapi semuanya baik-baik saja.

“Kok gosip tentang kita awet banget ya? lama-lama risih juga kemana-mana dilihatin gitu.”

“Biarin aja. anggap aja kita lagi ngasih hiburan buat mereka.”

“Iya kalian cowok-cowok enak. Settingan awalnya udah cuek. Lah kita cewek-cewek kan baperan.”

“Bawa ke bengkel aja. nanti minta setting ulang. Sekalian minta aksesoris tambahan.”

“Emangnya aku mobil apa?”

Bersama dengan Aksa adalah momen terbaik untuk mengalihkan perhatian dari Alfa. jujur, Ameria merasa kehilangan dengan ketidakhadirannya alfa di hari-harinya saat ini.

Bersama Alfa sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dirubah dalam waktu singkat. Sekolah bahkan  rumah pun sudah terbiasa dengan jejak-jejak kehadiran Alfa. Ketiadaannya saat ini benar-benar menggoyahkan  hidupnya.

Bahkan bunda pun merasa rindu pada Alfa. Bunda kehilangan satu-satunya orang yang setia dan sabar menemaninya mencoba resep baru. Kemudian dengan rela menjadi orang pertama yang mencicipi hasilnya. Enak atau pun tidak Alfa selalu mengatakan yang sebenarnya. Dengan cara yang menyenangkan tentu saja. sehingga tidak ada alasan bagi Marisa untuk tidak menyukai Alfa.

Kelas Aksa masih ramai meski jam istirahat. Sangat berbeda dengan kelasnya yang berubah sepi karena teman-temannya akan bermigrasi ke kantin atau sedut-sudut sekolah yang tidak membatasi jarak pandang.

Diantara sekian bangku yang berpenghuni tidak satu pun yang Ameria harapkan ada disana. Bahkan ketika dia membuka lebar kelopak matanya orang itu tidak ada disana. Hanya ada tas hitam yang tetap diam dikursi samping Aksa.

“Dia nggak akan ada dikelas sebelum guru datang.”

Aksa mencoba menjelaskan agar Ameria tidak lagi mencari-cari keberadaan seseorang didalam kelas yang sebelum kedatangannya Alfa sudah pergi.

====

Gerimis kecil di sore hari membuat menguatkan warna hitam jalan beraspal. Juga sebagai pengingat agar pengendara lebih berhati-hati dalam mengemudi. Meski jarak pandak relatif aman tapi kita tidak bisa mengendalikan siapa saja yang akan melintasa di depan kita.

Alfa membelokkan kemudi mobil untuk memasuki gerbang komplek. Deretan pohon besar menyambutnya dengan hangat. Perumahan dengan desain back to nature menampilkan keselarasan manusia dengan alam, dengan menanam pohon-pohon di sepanjang jalan antara gerbang utama dengan hunian. Bahkan setiap rumah memiliki halaman yang cukup luas yang harus ditanamni minimal satu pohon jenis pohon berkambium. Sehingga nyaris tidak terlihat bahwa rumah-rumah modern ini terletak di pusat kota.

Belokan didepan akan membawa Alfa semakin dekat dengan rumahnya. Tempat yang paling dirindukannya saat ini. tempat yang akan membuatnya sedikit melepaskan penat dikepalanya bahkan mungkin hatinya.

Dalam kesendiriannya di ruang sempit itu Alfa tersenyum. Menertawakan dirinya yang dalam sekejap bisa memiliki dua kepribadian.

Dia bisa marah, murka bahkan ingin menghancurkan apapun yang ada didepannya. Hanya karena melihat dua sahabatnya duduk bersama, Ameria dan Aksa. Dia merasa bahwa posisinya telah direbut paksa oleh Aksa dan Alfa membenci itu.

Dilain kesempatan akan berbeda pula.

Seperti sore tadi, sebelum akhirnya Alfa memilih pulang.

Lapangan sekolah menjadi salah satu tempat favorit anak SMA Persada disore hari. Selain untuk kegiatan ekstrakurikuler tempat itu juga menjadi arena bermain. Dari sekian banyak siswa disana, Aksa dan Ameria ada diantaranya.

Ameria merlepas penutup kepala yang selama ini Alfa tahu hampir tidak pernah dilepas kecuali saat tidur. rambut sebahunya yang bergelombang diikat begitu saja. namun ikatan itu tidak cukup kuat sehingga beberapa anak rambutnya menempel dilehernya karena keringat.

Ameria bergerak kesana kemari. menjadi salah satu orang yang ikut bermain memperebutkan sebuah bola. Gerakan tangannya terlihat kaku ketika sedang memantulkan bola kemudian dioper pada Aksa. Aksa membawa bola untuk mendekati ring lalu melemparnya menghantam papan dan bola masuk melewati jarring.

Satu poin tambahan yang diperoleh itu membuat tim Aksa Ameria dan Rendi saling bersorak senang. Permainan yang menyenangkan bukan?

Jelas sekali Ameria menikmati aktivitas fisik itu. otot pipinya terus bergerak keatas seperti tidak kenal lelah. Salah satu ekspresi yang membuat Alfa tidak rela untuk merusaknya. Meski dia tidak menjadi bagian dari kesenangan sahabatnya, meski dia hanya bisa melihat dari jauh tapi Alfa sangat senang.

Hal itulah yang membuatnya mundur secara perlahan. Melupakan amarahnya. Mengabaikan kekecewaannya dan memilih untuk menikmati kesediha yang Ia rasakan. Lagipula itu hanya sementara, bukan?

Sebentar lagi mobil yang dikendarai Alfa akan berbelok. Melewati pohon akasaia yang salah satu tajuknya sangat rendah. Mungkin terkena angin dan belum ada pihak yang mengetahui untuk memotongnya. Karena keberadaan cabang pohon itu cukup mengganggu aktivitas pengendara. Membuat jarak pandang terhalang.

Seperti saat ini ketika sebuah bayangan melintas dan Alfa tidak menyadari. Secara reflek kakinya menginjak pedal rem. Membuatnya terdorong kedepan dan seketika memacu jantungnya berdetak cepat.

Sesuatu baru saja tertabrak!

Selasa, 05 Mei 2020

Alfameria : Chapter VI

14.31 0 Comments
Injury time!

bang Ijal motret

Lima menit sebelum bel berbunyi menjadi saat kritis untuk menunggu. Entah untuk istirahat atau untuk pulang sekolah. Sehingga diwaktu-waktu itu kegelisahan akan menjadi wabah yang menyerang semua penghuni sekolah. Serangan rasa lapar juga mengantuk hingga bosan membuat semua murid SMA Persada ingin segera meninggalkan bangku.

“Minggu depan kalian sudah UAS artinya waktu kalian di SMA ini tinggal sebentar lagi. Selain persiapan untuk ujian akhir nasional kalian juga harus mempersiapkan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi.”

Dua bunyi panjang dengan nada yang paling disukai semua siswa pun berbunyi. Hanya saja Pak Yusuf atau yang biasa dipanggil Pak Ucup belum selesai dengan wejangan-wejangan khas guru BK.

“Jangan lupa datang ke ruang BK. Semua informasi perguruan tinggi ada disana. Bapak tidak akan mengumumkan satu per satu di dalam kelas. Kalian juga harus lebih aktif lagi.” Pak Ucup mendesah. Ia sedih pada Wakil Kepala Sekolah bagian kurikulum yang selalu meletakkan jam pelajarannya disaat kritis sehingga Ia lebih banyak mendapat ketidakfokusan siswa. Padahal materi yang diberikannya sangat penting untuk masa depan anak-anak.

“Baik. Pak!!!”

Jawaban keras dan sangat kompak itu diikuti dengan langkah kaki yang penuh semangat. Ditambah rasa lega akhirnya bisa keluar dari ruang yang semakin hari terasa semakin sempit.

Menjadi murid tahun terakhir dibangku SMA bukan perkara mudah. Rasanya pun tidak semenyenagkan yang kebanyakan orang lihat. Ada begitu banyak hal yang harus dicapai dalam waktu bersamaan.

Tuntutan dari sekolah untuk mendapatkan nilai tinggi demi menjaga reputasi sekolah. Kurikulum yang memberikan standar nilai yang nyaris mustahil dicapai tanpa kerja keras. Orang tua yang menaruh harapan besar pada anaknya. Tentu saja hal itu belum ditambah dengan persoalan pribadi seperti rasa lelah yang semakin hari terus bertambah. hubungan dengan sesama teman.

Tentu, itu hanya daftar pendek yang masih bisa disebutkan. Ketika hari-hari berseragam putih abu-abu semakin berkurang, beban lain pun menanti. Persiapan untuk mengenakan status baru, mahasiswa, pun menadi drama baru yang harus dihadapi. Seleksi masuk perguruan tinggi yang semakin tahun semakin susah untuk lalui. Bahkan untuk mereka yang cemerlang didalam kelas pun tidak bisa bersantai.

Mungkin mereka yang terlahir dari keluarga berlebih yang tidak terlalu memusingkannya. Atau mereka yang terlahir dengan kapasitas otak yang ada pada level genius. Yang tidak pernah merasa kesulitan karena kampus manapun selalu memiliki pintu khusus untuk mereka.

“Alfa, bisa temui bapak diruangan?” Pak Ucup menghampiri Alfa yang duduk dibangkunya. “Bapak menemukan kampus yang sesuai dengan minat kamu.”

Alfa mengangguk sebagai jawaban dari kesediaannya untuk bertemu dengan Pak Yusuf. Namun didalam hatinya timbul sedikit rasa khawatir akan tersebarnya pertemuan itu. Memang bukan hal yang perlu dirahasiakan namun Alfa sedang tidak ingin proses pencariannya menjadi perbincangan banyak orang.

Apalagi saat itu Aksa masih duduk disampingnya. Kemungkinan besar dia mendengar ucapan Pak Yusuf meski dia terlihat sedang sibuk.

“Aksa … barusan … eh … maksudku … tadi …”

 “Kamu khawatir aku cerita sama Ameria?” Aksa memberinya senyuman. “Jangan khawatir, kami nggak pernah berbicara dibelakang orang.”

“Ohh gitu.”

“Ngomong-ngomong … “

“Duluan, ya.”

Lagi, Aksa hanya bisa melihat punggung itu pergi. Alfa terlihat seperti orang yang sedang dikejar sesuatu sehingga tidak pernah satu detik saja tinggal dikelas. Bahkan Aksa yang hampir delapan jam bersama setiap hari tidak memiliki kesempatan berbicara. Padahal ada yang ingin sekali Aksa sampaikan. Ada banyak sekali pertanyaan yang ingin dia diskusikan. Tapi temannya itu seperti sedang menghindar dari kesempatan itu.

Bagaimana dengan Ameria? Wajar saja dia sangat merasa kehilangan sahabat terbaiknya.

“Ameria!”

====

Ada satu pemilik suara yang tidak ingin didengarnya saat ini. Tapi dunia seperti tidak mendukungnya. Kemanapun kakinya melangkah sepertinya seseorang itu selalu mengikutinya.

“Buru-buru amat?”

Inilah resiko memiliki kaki yang tidak panjang sehingga menghasilkan langkah yang tidak lebar pula. Meski sudah menambah ritme tetap saja dikalahkan oleh pemilik kaki panjang.

“Mau ke kantin? Apa perpustakaan?”

Ameria masih diam meski Aksa terus mengajukan pertanyaan.

Berkeringat sangat mengganggu di tengah cuaca yang super panas ini. terus mencoba berjalan cepat hanya akan membuat suhu tubuhnya semakin naik. Maka mengalah dan menghadapi Aksa satu-satunya cara.

“Mau ngadem dikelas.”

Aksa melongo melalui tubuh Ameria yang sudah berhenti berjalan.

“Kamu serius? Nggak ada orang lho disana.” Aksa tersenyum jahil. “Tapi ruang kelas sangat cocok untuk melanjutkan pembicaraan kita kemarin.”

Ameria merasa geram tapi sekaligus malu. Saat ini dia tidak siap untuk berhadapan dengan cowok jangkung itu. Ucapannya setelah pulang dari UGD kemarin memuatnya merasa malu. Tapi menghindar pun tidak ada gunanya.

Ameria berbalik, menatap dengan sedikit mendongak. Goresan yang cukup lebar di tulang pipi Aksa belum terlalu kering. Bahkan warna merah itu kini bercampur dengan warna biru.

“Oke.” Jawab Ameria menantang.

Tapi kenapa jantungnya jadi berdetak cepat saat berhadapan dengan Aksa seperti ini?

Luka ditubuh aksa tidak parah hanya lecet dibeberapa lengan dan wajah. Hanya saja rasa sakit dan nyeri biasanya baru terasa satu hari setelah kejadian.

Mungkin Aksa harus mendapat pelajaran khusus untuk tidak sembrono. Yang mengakibatkannya harus merasakan empuknya salah satu brangkar UGD.

Pagi itu saat di CFD Aksa mengajak Ameria untuk menyewa otopedyang disediakan oleh salah satu perusahaan jasa. Mereka berencana untuk berjalan-jalan menggunakan moda transportasi yang sedang naik daun itu.

Ini merupakan pengalaman pertama Ameria. Meski terlihat mudah tapi Ameria harus menjaga keseimbangan tubuhnya selama berada diatas pijakannya. Belum lagi mengkoordinasikan kaki dan tangannya ketika mulai berjalan.

Memang tidak perlu waktu lama bagi Ameria untuk benar-benar menguasai skuter listrik itu. rasanya benar-benar menyenangkan. Hingga dia tidak sadar sebuah mobil melaju mendekatinya yang berada dibahu jalan.

Aksa yang berada didepan. Sudah lebih dulu sampai  ditempat parkir khusus skuter listrik dan sedang berhenti untuk menunggunya itu langsung meninggalkan skuternya dan berlari mendekati Ameria.
Ameria tidak tahu detailnya karena kejadiannya begitu cepat. Yang dia tahu bahwa dia sudah berguling di trotoar dengan tubuh Aksa yang berdarah.

“Mer, mau jadi pacarku?”

Itulah kalimat yang Aksa ucapkan sebelum akhirnya tidak sadarkan diri. Beruntung kecelakaan tadi tidak berakibat fatal. Pingsan yang Aksa alami hanya efek normal karena kepalanya terbentur benda keras.

Alfa sampai beberapa saat setelah mereka sampai di UGD. Tak berapa lama dokter pun mengizinkan Aksa pulang.

Ameria mengira kejadian itu sebagai halusinasi yang dialami Aksa. Namun dia tidak bisa pura-pura tidak tahu karena Ameria sadar ketika mendengarnya.

 “Gimana kalau kita duduk dulu? Kakiku mulai kerasa sakit nih habis ngejar kamu.” Ameria memutar bola matanya.

Aksa tersenyum dan menarik lemabut tangan Ameria agar mengikutinya duduk di bangku yang ada di samping lapangan.

“Jangan jutek gitu dong, Mer.”

“Jangan lama-lama deh, Aksa. bentar lagi masuk nih.”

Lagi-lagi Aksa tersenyum. Sadar nggak sih kalau Aksa punya hobi tersenyum setiap saat?

“Mulai lagi kan, dasar Alfameria. Kelakuannya sama. Kalian janjian buat menghindar dari aku ya?”

“Maksudnya Alfa menghindari kamu juga?”

Kalimat yang juga Ameria pahami bahwa Alfa benar sedang berusaha menghindar darinya juga Aksa. Mengapa?

“Sebenarnya nggak bisa dibilang gitu juga. Dari dulu Alfa memang irit bicara. Nggak cuma ke aku. Sama anak-anak lain juga. Cuma akhir-akhir ini dia kaya lagi menjaga jarak aja. Ngomong seperlunya. Kalau mau aku ajak ngobrol agak panjang pasti langsung nyari alasan. Mau ke kantin lah, ngerjain PR lah. Padahal jelas banget kalau udah nggak boleh ada PR.”

“Aku sempet ngerasa gitu. Tapi dia masih bales chat aku. Kalau pas papas an gitu ya masih ngobrol. Cuma aneh aja. Tapi kok ke kamu juga? Yang lain juga nggak?”

“Buat kita-kita sih biasa aja sama sikapnya Alfa. Karena biasanya juga gitu.” Hanya saja Aksa memang merasa ada yang berbeda. Entah apa Aksa juga tidak tahu.

“Mer, soal yang kemarin.” Aksa memulia setelah ada jeda diantara mereka.

“Jangan menghindar gitu dong. Aku nggak maksud untuk bikin hubungan kita jadi canggung. Yang aku omongin kemarin benar serius. Sebenarnya pengen ngelakuinnya di tempat dan waktu yang bener aja. Jadilah spontan aja aku ngomong gitu.

“tapi, aku nggak akan minta maaf atau menarik lagi ucapanku. Bahkan saat hubungan kita jadi canggung atau kamu semakin menghindar dari aku. Aku akan berusaha lebih keras untuk mengembalikan semuanya seperti semula. Karena ini perasaanku, tanggungjawabku. Aku tidak ingin kamu merasa terbebani. Kalau kamu harus menolak pun akan aku terima. Tapi aku minta satu hal dari kamu. aku ingin kita tetap berteman, apapun yang terjadi.”

Ameria membuka mulut kemudian dikatupkan lagi. ia bingung harus menjawab apa. Disatu sisi ada banyak hal dari diri Aksa yang membuatnya merasa nyaman tapi disisi lain dia tidak ingin terburu-buru. Lagipula banyak hal yang ingin dicapainya saat ini. pacaran, tidak termasuk salah satu didalamnya.

“Tuh kan diem lagi.”

Mau tidak mau Ameria harus tersenyum. Meski sebenarnya dia merasa sangat canggung dengan kedekatannya dengan Aksa saat ini. Bagaimana pun juga Aksa bukan orang jahat yang harus dihindari. Bukan salahnya juga kalau punya perasaan pada Ameria. Bergaul dengannya pun tidak memberi pengaruh negatif. Jadi tidak ada alasan untuk tidak berteman dengannya, bukan?

“Kasih aku waktu.”

“Tentu.” Selama apapun waktu yang Ameria butuhkan, Aksa akan selalu menunggu. “Teman?” Aksa mengangkat jari kelingkingnya.

“Apa sih, kaya anak TK.”

“Ayolah, Mer.”

Ameria tersenyum mengalah.

“Teman.”

Ameria menautkan jari kelingkingnya dengan Aksa. Sebuah momen bahagia yang sangat indah. Kenangan indah yang mampu membuat orang lain tersenyum. Meski selalu menyisakan hati yang terluka

Rabu, 29 April 2020

Sepenggal Hidup

20.32 8 Comments
bang Ijal motret
Kali ini aku mau mengawali dengan sebuah cerita. Cerita yang aku dapat hasil menonton sebuah film Bollywood. Aku memang penonton segala macam genre film berikut asalnya. Jadi tidak ada unsur lain selain mengambil pelajaran dari sana.

Judulnya Ta ra ram pam


Radhika, menikah dengan RV seorang pembalap yang namanya sedang bersinar. Langganan menang di setiap turnamen. Dari perlombaan itu RV meraup banyak sekali materi. Kaya, tampan dan terkenal. Paket lengkap untuk memikat wanita. Sehingga penggemar wanitanya pun tidak kalah dengan actor Hollywood.

Sayangnya segudang prestasi itu tidak membuat Ayah Radhika memberikan restu. Radhika dibesarkan oleh pebisnis sukses yang berasal dari India. Selain itu Radhika juga sedang menyelesaikan sekolah musiknya.

Tapi cinta selalu keluar sebagai pemenang. Maka menikahlah Radhika dengan RV meski orang tua Radhika tidak menyukai. Pernikahan itu pun berlangsung harmonis sampai bertahun-tahun. Hingga kedua anak mereka tumbuh besar. kalau di Indonesia mungkin sudah kelas 4 dan 1 SD.

Suatu ketika, RV mengalami kecelakaan saat mengikuti turnamen. Kecelakaan yang membuatnya harus berhenti sementara selama 1 tahun untuk proses penyembuhan. Setahun berlalu, RV pun kembali ke arena. Sayangnya kecelakaan itu menyisakan trauma bagi RV sehingga menurunkan performanya ketika mengendarai mobil balap.

Karena tidak satu pun kejuaraan di menangkan, RV pun dikeluarkan dari tim. Jatuh tertimpa tangga, itulah pepatah yang cocok untuk menggambarkan kkondisi keluarga Radhika. Selama RV menjalani pengobatan hingga pemulihan, tidak ada satu sen pun yang masuk. Tabungan pun semakin lama semakin menipis. Singkatnya mereka bangkrut.

Keterpurukan keuangan keluarga memaksa keduanya harus bekerja serabutan demi bertahan hidup.

Radhika bekerja sebagai seorang pemain piano di salah satu restoran. Dalam suatu kesempatan, Radhika bertemu dengan ayahnya. Mengetahui keadaan Radhika yang kesulitan, Ayahnya pun berniat membantu dengan memberikan uang dan tawaran pekerjaan untuk RV. Namun, tawaran itu rupanya diikuti dengan cemoohan atas nasib yang Radhika alami. Andai Radhika mendengarkan Ayahnya untuk tidak menikah dengan RV maka nasibnya tidak akan seperti ini.

Tidak rela suaminya dihina sedemikian rendahnya, Radhika menolak bantuan ayahnya. Bahkan cek sebesar 50.000 dolar yang diberikan ayahnya pun di robek.

Best husband, best father, and the best racer. He can take care of me and my children. We don’t want anybody’s help. Thank you.”

Kurang lebih begitulah potongan dialog yang Radhika ucapkan pada ayahnya.

Sepenggal Kisah

Film ini menjadi salah satu film yang selalu memporak-porandakan hati aku dan suami. ada beberapa adegan bahkan situasi yang kebetulan sama dengan kami.

Dan potongan cerita itu tadi sering kali menjadi pegangan ketika masa-masa sulit yang pernah, sedang dan akan kami hadapi.

Ya, kami yakin satu kesulitan terlewati maka aka nada kesulitan lain yang menanti. Entah salah satu atau bahkan kami berdua yang mengalaminya.

Ketika titik itu tiba tidak ada orang lain lagi yang lebih memahami selain pasangan kita.

Sepenggal Makna

Keadaan yang dialami Radhika sekeluarga itu sangat nyata. semua keluarga pasti pernah mengalaminya. Yang bisa kita adaptasi dari perjalan hidup mereka adalah saling percaya dan mendukung keputusan serta usaha pasangan.

Orang bilang, kesetiaan wanita diuji ketika suaminya tidak memiliki apa-apa.

Tidak selalu benar, karena banyak juga laki-laki yang memilih lari dari pada memikul beban bersama.

Tapi, ketika suami berusaha hingga mengerahkan seluruh energi yang dimiliki maka beban berat itu akan sedikit ringan ketika ada istri yang bersedia mengusap peluh yang menetes, memberika bahunya yang lemah sebagai tempat suaminya beristirahat sejenak.

Suami hanya memerlukan dukungan, kepercayaan serta apresiasi dari istrinya. seberapa kecil pun hasil yang diperoleh mari kita hargai. Bahkan kita dukung, berikan semangat agar esok bisa lebih baik lagi. dan yakinkan bahwa kerja keras akan memberikan hasil yang sepandan.

Radhika melakukannya. Tidak peduli beratnya pekerjaan yang dijalaninya atau bantuan ayahnya yang menghina suaminya, Radhika tetap yakin bahwa suaminya tidak akan membiarkan keluarganya menderita selamanya.

Kadang aku mengutip dialog Radhika, sekedar untuk guyonan serius ketika Mr. GPP merasa lemah. Meski sejujurnya kalimat itu lebih ditujukan kepada diriku sendiri untuk terus yakin bahwa seberapapun menderitanya hidup kita selalu ada suami yang akan berusaha membuatnya lebih baik.

Senin, 27 April 2020

Alfameria chapter v part 3

22.46 0 Comments
Alfa memandang sebuah persegi panjang berwarna ungu dihadapannya. Kotak berisi brownis yang Aksa berikan padanya beberapa hari lalu.

Pemberian Tante Marisa. Dan sebuah permintaan khusus untuk memberikan komentar terhadap hasil percobaannya membuat kue.
Motret sendiri


Sejujurnya Alfa terkejut ketika Aksa yang memberikan kue brownis itu padanya. Mengapa bukan Ameria sendiri yang memberikan? Dan kenapa harus melalui Aksa? Mungkinkah Ameria marah padanya?

Atau kah ….

Alfa menggeleng-gelengkan kepala. Menolak untuk melanjutkan kemungkinan-kemungkinan atas penyebab keberadaan yang ada diatas meja kamarnya itu.

Kemungkinan yang tidak berani dia bayangkan tentu saja tidak terjadi. kalau pun benar tante Marisa akan mengkonfrontasinya beberapa hari lalu saat Alfa menelpon untuk mengucapkan terimakasih.
Ameria, Alfa merindukanya.

Sepekan lebih Alfa tidak bertemu dan berbincang dengan sahabatnya. Meski kelas mereka bersebelahan tapi selama istirahat tak sekalipun ada pemandangan ketika Ameria dan Alfa sedang bercakap-cakap.

Ahh …
Alfa melihat Ameria. Dihari yang sama Ia mendapatkan kotak berwarna ungu tersebut. dihari ketika Ia tiba-tiba merasakan kemarahan yang hampir diluar kendalinya.

Tiga hari berlalu setelah hari itu. Alfa ingin kembali berbincang dengan Ameria.

Bukankah hari ini pekan pertama diawal bulan? Jadwal rutinnya untuk pergi ke perpustakaan umum. Itu artinya hari ini akan bertemu dengan Ameria. Dan pertemuan itu hanya ada mereka berdua.

Tapi tunggu, mungkin sebaiknya pertemuan hari ini tidak di perpustakaan. Mungkin Alfa perlu mencari tempat lain untuk membaca. Sebuah tempat terbuka dengan pohon yang banyak. Kemudian Alfa hanya perlu membawa buku dan sedikit makanan dan minuman sebagai bekal karena disana pasti tidak ada penjual makanan.

Sempurna!

Ameria akan terkagum-kagum dengan idenya itu. Ia pasti akan sangat girang karena menemukan tempat dengan suasana baru untuk membaca buku. Atau mungkin akan menjadi waktu yang tepat untuk mengungkapkan sesuatu yang selama ini ditahannya.
Motret sendiri


Alfa merasa sangat bersemangat sehingga langsung menghubungi Ameria.

Pada dering pertama Ameria tidak menjawab. Alfa pun mengulangi lagi. hingga dering ketiga masih tidak ada yang menjawab. Lalu sebuah pesan masuk.

Ameria  : Aku lagi dirumah sakit.
Alfa  : kamu sakit? atau tante marisa?
Ameria  : bukan
Ameria : Aksa tadi pagi kecelakaan. Dia keserempet pas lagi pakai otoped. Sekarang lagi diperiksa di UGD. Badannya lecet-lecet, Al (emoticon nangis).
Alfa : Yaudah, aku kesana sekarang.

Detik berikutnya Mama masuk kedalam kamar. Membawa setumpuk pakaian yang sudah selesai di setrika.

“Tumben belum siap? Nanti Ameria marah lho nungguin kamu kelamaan.”

Mama memasukkan pakaian kedalam lemari. Saat hendak menutup pintu lemari, Mama memandang cukup lama pada dinding didalamnya. Ada cukup banyak foto Ameria yang sengaja ditempel disana. Semuanya diambil secara sembunyi-sembunyi.

“Mama jarang ketemu Ameria tapi rasanya kaya tiap hari ketemu.”

Setelah menutup lemari Mama duduk di tempat tidur. Melihat anaknya yang masih mengenakan kaos tidur.

“Mau disimpan sampai kapan? Kamu baik sama dia, perhatian, kamu jagain dia. Tapi Ameria nggak akan tahu kalau kamu nggak bilang. Udah tiga tahun, Alfa.”

Alfa hanya duduk diam sambil memutar-mutar kursi yang didudukinya.

Tiga tahun? Ia tidak pernah mengira bisa menyimpan perasaannya nyaris 1000 hari lamanya. Alfa benar-benar pandai menata rapi rasa sukanya pada Ameria hingga ia sendiri merasa cukup dengan hubungannya saat ini.

Hari-harinya selalu dihabiskan bersama Ameria. Disekolah hingga dirumah, semua waktunya selalu dengan Ameria.

Persahabatan atau kah pacaran, bagi Alfa tidak ada bedanya. Selama bisa bersama, saling berbagi banyak hal sudah lebih dari cukup. Apakah Ia perlu memberitahu bahwa Ameria adalah ratu dihatinya?

Alfa tidak merasa perlu melakukannya. Toh, selama ini Ameria selalu menerima dan membalas semua sikap baik dan perhatiannya. Bahkan bisa dikatakan bahwa Ameria adalah satu-satunya orang yang paling mengenalnya selain mama papa.

“Kami baik-baik.”

Mama tersenyum. “Tentu kalian baik-baik saja. Tapi kalau suatu saat ada yang datang mendekati Ameria, apa semuanya tetap baik-baik saja?”

Kursi yang sejak tadi berputar-putar langsung berhenti. Energi yang sejak tadi digunakan untuk membuat kursi beroda mengalir hingga keatas. Memutar-mutar isi kepala alfa untuk memasukkan sebuah kode unik yang baru saja disebutkan mama lalu memprosesnya untuk menghasilkan sebuah jawaban yang selama ini tidak disadarinya.

Aksa menyukai Ameria.

Mama hanya tersenyum melihatnya. Dia tahu anak lelakinya itu pandai. Kesukaannya membaca buku hanya stimulan kecil untuk membuat cabang-cabang baru diotaknya. Hanya saja kecepatan reaksi otaknya berbanding terbalik dengan tingkah polanya. Ditambah kepribadiannya yang tertutup membuat orang lain semakin susah membaca sikapnya.

“Ma, menurut mama sebaiknya aku kuliah dimana?”

Senyum mama seketika memudar. Bagaimana mungkin topik pembicaraan mengenai perasaan berganti dengan kuliah. Sungguh hal ini benar-benar membuat Mama semakin tidak paham dengan jalan pikiran anaknya.

“Kamu serius tanya Mama?”

Alfa mengangguk mantap.

Mama harus kecewa pembicaraan tentang Ameria harus berakhir seperti biasa tanpa pernah ada ujung yang jelas. Namun, pembicaraan ini tidak boleh dilewatkan begitu saja. karena menyangkut masa depan yang selama ini tidak begitu menarik perhatian Alfa.

“Kamu maunya apa?”

Alfa hanya mengendikkan bahu.

Mama harus menggosok lengannya karena dibuat gemas oleh anaknya sendiri. Kecerdasaan otak kirinya boleh diatas rata-rata tapi kemampuannya untuk mengenal diri sendiri nyaris tidak mendapatkan nilai.

“Kalau Alfa tahu, Alfa nggak akan bertanya.” Alfa kembali diam. “Gimana kalau Alfa masuk IKJ?”

Mama memicingkan mata. menatap penuh selidik pada Alfa yang sejak tadi bersikap sangat tenang. Terlalu tenang bahkan. Mama ingin mencari barangkali ada sesuatu yang terlewat dari perhatiannya.

“Kamu yakin? Mama tidak melihat kamu punya ketertarikan dengan seni.”

“Memang harus ya? Nggak bisa kalau aku cuma ingin kuliah disana?”

“Bukan begitu. ketertarikan , kesukaan adalah bagian dari sebuah passion. Dan passion itu penting agar kita tetap konsisten dengan tujuan.” Mama memperbaiki posisi duduknya. “Kamu boleh kuliah di IKJ. Pertanyaannya adalah apakah dengan masuk IKJ tujuan kamu akan tercapai?”

“Belajar memang harus punya alasan, ya? Apa salah kalau aku masuk IKJ karena ingin belajar seni.”

“Setiap hal didunia ini diciptakan dengan tujuan. Mama memilih menyekolahkan kamu di Sekolah formal untuk mempermudah ketika ingin mendaftar di perguruan tinggi. Kakak kamu memilih langsung melanjutkan S2 karena ingin memperdalam ilmunya sebelum benar-benar terjun ke dunia kerja. Kalau kamu cuma ingin belajar seni, kenapa harus nunggu masuk IKJ? Sekarang pun bisa.”
“Satu lagi,” lanjut Mama “buat keputusan itu karena diri kamu sendiri. Bukan karena mama bukan karena papa atau orang lain. Tapi karena kamu.”

Minggu, 26 April 2020

Alfameria chapter v part 2

19.08 0 Comments
Kabar burung yang ramai dibicarakan lama-lama membuat Alfa jengah. Hari-harinya jadi terasa lebih berisik karena telinganya selalu menangkap temannya berbisik tiap bertemu dengannya.
Awalnya Alfa tidak perlu merasa pusing dengan kabar selentingan itu. Selama bukan keluar dari mulut Ameria sendiri Alfa tidak akan peduli. Lagipula ada hal lain yang jauh membuatnya khawatir dibandingkan berita yang tidak jelas kebenarannya.
Bang Ijal motret


Namun respon teman-teman lah yang membuatnya tidak nyaman. Hari-harinya mulai dipenuhi dengan bisik-bisik perihal dirinya yang dicampakkan Ameria, kacang lupa kulitnya lah, habis manis sepah dibuang lah. Memang tidak pernah ada yang secara terang-terangan mengonfirmasi kebenaran itu padanya namun tatapan mengasihani itulah yang tidak ingin Alfa lihat.

Satu hal yang Alfa tidak bisa mengelak adalah kebersamaannya dengan Ameria sedang berkurang. Mungkin itu juga yang membuat berita itu bertahan cukup lama mengalahkan kabar putusnya Axel si kapten basket dengan pacarnya kapten tim pemandu sorak. Mengejutkan bukan?

Bukan tanpa alasan intensitas pertemuannya dengan Ameria berkurang. Karena minggu-minggu ini Alfa sedang melakukan sesi konsultasi dengan salah satu guru Bimbingan Konseling untuk menentukan masa depannya setelah lulus dari SMA Persada.

Kabar menggembirakan itu pun datang juga. Setelah melewati konsultasi panjang akhirnya Alfa menemukan satu jurasan yang akan ia ambil di IKJ. Meski guru BK tersebut cukup menentang keputusan Alfa untuk melanjutkan kuliah disana.

Dan hari ini Ia ingin membagi kabar bahagia tersebut pada sahabatnya. Namun sebelum itu Alfa harus ke depan sekolah terlebih dahulu untuk mengambil milkshake yang dipesannya melalui sebuah aplikasi jasa pesan antar. Itu juga yang membuatnya mengabaikan panggilan Ameria karena dia sedang terburu-buru mengambil pesanannya di pos satpam.

Dikedua tangannya sudah ada dua gelas plastik berlabel nama coffeshop. Sebuah oreo milkshake dan cappuccino bland. Alfa benar-benar kesulitan menyembunyikan kebahagiannya. Senyum yang sejak tadi menghiasi wajahnya ditambah langkahnya yang penuh semangat membuat adik kelas yang ditemuinya merasakan aura bahagia yang sama.

Pada akhirnya Alfa akan mengatakan pada Ameria bahwa dia juga punya passion dalam dunia seni. Dan yang lebih penting lagi adalah kebersamaan mereka akan berumur panjang.

Rencana tetaplah sebuah rencana. Proses dan hasil adalah Tuhan yang menentukan. Senyum semangat yang begitu kuat memancar dari dalam diri Alfa perlahan meredup. Matanya yang berbinar kini hanya menatap penuh hampa pada seseorang berdiri sepuluh meter didepannya.

Keceriaan diwajah Ameria terpancar dengan jelas. Suara tawanya yang ringan pun tertangkap cukup jelas oleh telinganya. Ameria sedang merasa senang. Meski rasa itu tidak terjadi dalam kebersamaannya melainkan bersama Aksa.
Bang Ijal motret


Sulit untuk tidak ikut tersenyum. Meski didalam hati Alfa merasakan sesuatu yang berlawanan. Sesuatu yang membuatnya menarik diri dan membatalkan niat berbagi kebahagiaannya.
Mungkin Alfa harus membuka hati dan menerima kenyataan bahwa memang ada hubungan khusus antara Ameria dan Aksa. meski sebagian besar dari dirinya menentang keras. Namun, akankah Alfa rela memenangkan sebagian dirinya yang menentang hubungan Ameria dan Aksa lalu mengacurkan senyum bahagia itu?

“Ini buat kalian.”

Alfa memberikan minuman yang sudah susah payah dipesannya itu. dan tentu saja disambut baik oleh dua adik kelas perempuannya.

“Makasih, Kak.”

Sabtu, 25 April 2020

Alfameria : Chapter V part 1

22.23 0 Comments
Putih warna yang sedang ngetrend pagi ini. Jalanan dipenuhi orang mengenakan pakaian lambang kesucian yang dipadukan dengan warna lain seperti merah, biru dan abu-abu. Mereka yang berjalan kaki, kendaraan umum juga mereka yang turun dari kendaraan pribadi berkumpul di sepanang jalan yang menjadi alamat sejumlah sekolah.
Bang Ijal motret


“Jangan lupa pesanan Bunda buat Alfa.”

“Iya. Lagian kenapa harus di sekolah sih? Kan nanti aku bisa minta Alfa mampir ke rumah.”

“Suka-suka bunda, dong. Jangan lupa suruh dia chat ke bunda kalau udah selesai makan brownisnya.”

Ameria menatap Marisaa malas. “Yang sahabatan sama Alfa itu aku apa bunda?”

“Bawel kamu. Udah cepetan turun. Bunda udah telat, nih”

Ameria mencium pipi kanan dan kiri

Marisa sebelum keluar dari mobil.
Mobil SUV berwarna hitam itu pun berlalu bercampur dengan ratusan kendaraan lain dijalan raya. Begitu juga dengan Ameria yang sudah melebur ditengah ratusan murid SMA Persada.

Pagi ini SMA Persada sedang di hebohkan dengan sebuah berita. Habis manis sepah dibuang, begitulah headline news pekan ini. Sementara terduga pelaku tidak merasa sedang menjadi perbincangan seluruh penghuni sekolah. Anak perempuan yang bergosip di kantin, kamar mandi anak laki-laki bahkan rumput sintetis yang ada dilapangan pun semakin bergoyang dengan adanya kabar miring tersebut.

“Mer,”
“Hhmm …” Sang pemilik nama sedang
fokus mengerjakan soal terakhir dari pekerjaan rumah yang baru saja diberikan guru matematika. Sudah sewajarnya yang namanya PR dikerjakan di rumah. Tapi Ameria itu adalah sebuah larangan.

“Tapi kamu jangan marah, ya?”

“Iya.”

“Janji?”

“Iya. Ya ampun Citra. Kamu bikin aku jadi nggak konsen, deh.” Ameria meletakkan pensilnya dan mengganti posisi duduknya.
“Apaan?”

Teman sebangkunya itu menengok kanan kiri untuk memastikan teman-temannya yang lain sudah pergi ke kantin untuk menghabiskan waktu istirahat. “Kamu beneran pacaran sama Aksa?”

“Hah??”

“Kok kaget gitu, sih?”

“Gimana nggak kaget? Pertanyaan kamu itu ngaco.”

“Kok ngaco? Berita kalian itu heboh banget.” Ameria diam, merasa bingung dengan ucapan Citra. “Jangan bilang kamu belum ngecek grup WA.”

Ameria langsung mengeluarkan gawai dari dalam tas sekolahnya. Ia langsung mengarahkan pandangannya pada Aplikasi Whatsapp lalu langsung membukanya.
Ada banyak pesan masuk tapi hanya satu grup yang chatnya mencapai ratusan, Anila Persada19. Grup WA khusus Anak Ilmu Alam SMA Persada angkatan 2019.

Ratusan percakapan yang berasal dari ratusan anak sedang di scanning menggunakan mesin digital yang dimiliki indera penglihatan Ameria. Sehingga tidak perlu waktu lama untuk mengetahui topik hangat yang sedang diperbincangkan itu.

Ameria masih melihat beberapa kali Aksa memberi tanggapan. Seperti biasa Alfa sama sekali tidak pernah muncul dalam diskusi terbuka di dunia maya seperti ini.
Bang Ijal motret


“Ya ampun. Iseng banget sih yang bikin gosip.”

“Aku juga nggak tahu, Mer. Bangun tidur pas baca grup udah rame. Jadi ya, banyak yang ku skip. Tapi bener kalian nggak pacaran?”

“Bener, Cit.” tegas Ameria

 “Akhir-akhir ini aku juga lumayan sering lihat kamu bareng sama Aksa ketimbang Alfa.”

Ameria menutup aplikasi lalu memasukkan ponsel kedalam tas. Dia tidak ingin terlalu mengambil pusing kabar burung tersebut. Ameria pun melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. Namun lima menit setelahnya, teman sebangkunya itu menyenggol bahunya.

“Alfa, tuh.”

Citra menunjuk satu-satunya murid laki-laki yang kemana-mana selalu membawa buku. Alfa baru saja berjalan melewati kelas Ameria.

“Al!” Ameria berteriak dari dalam kelas. “Duluan ya, Cit.”

Ameria bergegas mengejar Alfa. Dan kembali menyebut nama Alfa dengan lantang namun panggilannya tenggelam dengan suara yang dihasilkan oleh murid-murid yang sedang beristirahat. Alfa tidak mendengar seruan Ameria yang berdiri di lorong kelas.

“Alfameria!”

Seseorang menepuk bahunya. Membuat Ameria terlonjak kaget.

“Kok bengong gitu sih mukanya?”

“Ini namanya kaget Aksa.”

Aksa terkekeh geli melihatnya. “Kamu kok sendirian? Salah dong aku tadi manggilnya.”

“Beneran aneh ya kalau aku nggak sama Alfa?”

Aksa tersenyum. Bingung harus menjawab apa. Karena dia tidak merasa ada yang aneh dengan Ameria yang sendirian. Lagipula hari-hari terakhir Aksa cukup sering menghabiskan waktu bersama Ameria seperti jajan di kantin atau duduk di pinggir lapangan untuk melihatnya bermain basket.

“Aneh karena aku nggak bisa manggil Alfameria kalau kamu sendiri.”

“Emang yang aneh tuh Alfa. Akhir-akhir ini ngilang-ngilangan mulu kalau disekolah. Dikelas gitu juga nggak sih?”

Sejak Ameria pergi berdua dengan Aksa. Alfa memang jarang sekali menghabiskan waktu istirahat bersama Ameria. Ameria sendiri tidak pernah merasa risau karena dia sendiri tidak merasa ada yang salah. Hanya saja dia perlu memberikan pesanan Bunda kalau tidak bisa kena ceramah di sore hari.

“Hhmm … “ Aksa berpikir. Dia tidak pernah merasa ada yang aneh. “Biasa aja sih. Cuma dia lebih pasif aja dari biasanya. Lebih sering melamun.”

“Ya ampun. Kenapa ya? Apa sakit?”

“Kenapa nggak kamu WA aja? Atau telpon.”

“Kita nggak biasa chatingan, lebih sering ketemu dan ngobrol. Lagian kalo lagi jam sekolah gini dia suka matiin HP.”

“Makanya kamu juga jarang bales WA aku ya?”

“Apaan sih, Aksa. Bales, kok. Cuma lama.” Ameria menyeringai.




Jumat, 24 April 2020

Alfameria : Chapter IV part 2

19.42 0 Comments
Secangkir cappuccino hangat dan segelas oreo milkshake datang mengisi meja. Disusul sebuah plater berisi chips dan kentang goreng.


Alfa menyeruput minuman berkafein miliknya. Hangatnya mengalir melewati kerongkongannya. Perlahan bereaksi didalam tubuh dan membuat jantungnya berdebar lebih cepat.

Nikmatnya minuman hangat itu membuatnya terlena hingga mengabaikan sahabatnya yang sedang bermuram durja. Memang Alfa sengaja menyeret Ameria keluar perpustakaann. Dia sadar perbuatannya itu sangat mengesalkan. Bahkan jika hal itu terjadi pada dirinya, murung saja tidak akan cukup untuk melampaiskan kekesalannya.

Tapi bukan Alfa kalau membiarkan wajah Ameria cemberut. Segelas minuman susu dengan taburan biskuit adalah salah satu titik lemah Ameria.

“Harus ada penjelasan yang lebih dari segelas milkshake.”

Alfa tersenyum melihat Ameria menyedot minuman susunya hingga separuh gelas. Kemudian mengambil satu persatu chips and fries tanpa berbicara. Lalu kembali dengan minuman yang tersisa hingga habis tak tersisa.

“Benar kalau buku tadi bikin mood membacaku berantakan. Tapi kalau aku tetap disana, mungkin kekesalanmu akan berubah karena aku tidak mau pulang.”

“Serius deh, Al.”

“Aku serius. Buku tadi bikin aku jadi tahu bahwa keserakahan manusia itu tidak akan pernah habis bahkan ketika alam sudah menunjukkan amarahnya.”

Ameria semakin tidak mengerti pembicaraan Alfa. Ia memilih mengambil tas Alfa dan mengeluarkan buku setebal 300-an halaman tersebut. Ameria hanya perlu membaca sekilas untuk memahami pembicaraan Alfa.

“Ini kan hanya prediksi dan pendapat seseorang aja, Al. Kenapa dibuat serius gitu.”

“Beda, Mer. Pendapat yang dijelaskan dibuku itu meringkas kejadian saat ini dan memproyeksikannya dimasa depan. Kamu ingat film The Day After Tomorrow yang pernah kita tonton?”

“Ingat. Film yang dibuat bahkan sebelum kita lahir, kan? Apa hubungannya?”

“Difilm itu kan menjelaskan keadaan bumi karena perubahan iklim. Kamu sadar nggak kalau itu benar-benar terjadi? Hujan es, peningkatan permukaan air laut, mencairnya es di kutub, kebakaran yang baru saja terjadi di Sumatra dan Kalimantan.”

“Hubungannya dengan buku ini?”

“Mereka sama.”

Ameria menyisihkan semua gelas dan piring. Meletakkan sikunya diatas meja untuk menyangga kepalanya yang bersandar pada telapak tangannya. Dia sedang memposisikan diri senyaman mungkin. Bukan pada topik yang dibicarakan Alfa. Tetapi pada Alfa sendiri. America perlu posisi yang nyaman untuk menikmati daya tarik pada objek dihadapannya. Yang terus berbicara dengan penuh semangat. Bahkan setiap kalimat yang Alfa ucapkan tidak benar-benar didengarnya.


Ini pertama kalinya Alfa antusias terhadap sesuatu. Biasanya semangatnya tidak akan setinggi ini jika membicarakan buku yang telah dibacanya. Dan tentu saja menjadi sisi lain dari alfa yang belum pernah Ia temui. 
Selama ini America mengenal Alfa sebagai sosok yang tenang, yang tidak mudah terpengaruh dengan kejadian disekitarnya. Yang selalu mendengar semua ocehannya meski sebagian besar hanya deretan mimpi yang Ameria sendiri tidak tahu akan terwujud atau tidak. Alfa yang selama ini menyukai apa yang Ia sukai. Tidak pernah benar-benar menunjukkan ketertarikannya pada sesuatu, selain bacaan-bacaan yang terlalu berat untuk usianya yang baru 18 tahun.

Alfa yang tidak memiliki popularitas tinggi seperti Axel, kapten basket sekolah. Tidak  juga atletis seperti Aksa. Wajahnya pun tidak setampan Aliando. Alfa hanya remaja biasa yang kebetulan memiliki kecerdasan cukup tinggi, yang tidak memiliki banyak aktivitas selain membaca dan sekolah. Tapi hari ini terlihat berbeda. Matanya berbinar-binar penuh semangat. Tidak banyak senyum yang tercipta dibibirnya tapi kebahagian itu tergambar dengan jelas.

“Kita harus melawan keserakahan kita sendiri.”

Alfa menyudahi orasi panjanganya tentang sifat manusia dan dunia. Yang membuat Ameria terkesima sendiri. Dengan sebelah tangan Alfa mengangkat cangkir lalu meminumnya dengan elegan. Ameria bahkan mengira bahwa sahabatnya itu sedang mempraktekkan cara minum kopi yang baik dan benar yang diperoleh dari buku.

“Jadi menurut kamu apa yang bisa kita lakukan saat ini?”

“Entahlah. Membiarkan hewan hidup bebas di alam.” Alfa mengangkat bahunya cuek.

“Jadi kamu mau jadi penyelamat binatang-binatang buas, gitu?”

“Aku nggak tahu, Mer.”

“Kamu udah ngoceh panjang lebar gitu masih nggak tahu mau ngapain?” Ameria menghempaskan punggungnya ke belakang. “Kamu juga masih nggak tahu mau kuliah apa dan dimana?”

Alfa menghela nafas. “Kan aku udah bilang akan kuliah di kampus yang kamu pilih.”

“Tapi IKJ, Al. Kamu nggak pernah bicara soal seni. Dan kamu mau kuliah disana?”

“Kuliah itu untuk belajar, Mer. Bukan berarti karena aku nggak pernah membicarakannya lalu aku nggak mau memperlajarinya. Justru aku harus belajar sesuatu yang aku sendiri nggak tahu. Kalau aku udah tahu ngapain juga repot-repot belajar.”

“Lalu apa kabar dengan passion?”

Alfa berpikir. “Passion … kayanya ada di kulkasnya Tante Marisa, deh.”

“Alfa!”

Suara tawa mereka menyatu dengan suara music yang dipasang sejak kafe ini buka. Menambah hangat atmosferpersahabatan yang Alfa dan Ameria bawa kedalam kafe ini.

“Jadi kamu habis dari mana sebelum datang ke perpus?” Alfa akhirnya mengucapkan pertanyaan yang sejak tadi ditahannya.

Ameria meringis. “Aku habis dari CFD.”

“Sama Tante Marisa?”

“Mana mungkin. Bunda lagi sibuk nyobain resep dari youtube.” Sepotong kentang masuk kedalam mulut Ameria. “Percaya nggak kalau aku tadi pergi sama Aksa?”

“Aksa? Jadi itu alasan kamu nggak perlu dijemput?”

“Iya. Sebenarnya kemarin dia ngajak kita berdua cuma kupikir kamu nggak bakal mau.”

“Kenapa kamu mikir gitu?”

“Ya ampun, Alfa. Kita kenal udah lama. Dan aku tahu banget, kamu nggak akan keluar kamar sebelum jam makan siang. Kamu lupa, aku pernah minta ditemenin ke museum untuk cari bahan buat tugas. Kamu malah ngasih aku buku dan balik tidur lagi.”

Alfa mengaduk-aduk ingatannya. Sepertinya itu kejadian hampir dua tahun lalu. Saat ia merasa pusing karena terlalu asik membaca buku hingga subuh.

“Oh iya, Aksa ngajak kita nonton. Besok sepulang sekolah.”

Alfa berhenti mengaduk-aduk isi kepalanya. Namun, hatinya belum. Tidak biasanya kafein membuat jantungnya berdetak sangat cepat seperti saat ini.

“Kayanya aku nggak bisa. Aku harus ngantar mama ke bengkel buat ambil mobil yang mogok waktu itu.”

“Yang waktu itu belum selesai? Yah … masa kamu nggak ikut lagi.”

“Mau gimana lagi, nggak enak kalau nolak mama.”

Sebenarnya Alfa sedang mencari-cari alasan saja. Mobil Mamanya sudah dirumah sejak kemarin. Dia hanya perlu mencari alasan untuk menghindar dari ajakan Ameria. Meski akhirnya harus mengecewakan Ameria.


Melarang Ameria pergi dengan Aksa sangat tidak mungkin. Karena Alfa tidak punya hak. Bahkan dia sendiri tidak tahu mengapa tidak suka ketika Ameria dekat dengan Aksa.

Hubungan Alfa dan Ameria tidak lebih dari seorang teman dekat. Yang didekatkan dengan kesukaan yang sama. Tidak pernah ada yang menerjemahkan kedekatan itu sebagai sesuatu yang spesial. Meski orang lain melihatnya berbeda.

Karena menghormati hubungan itulah, baik Alfa maupun Ameria mau mengharap lebih. Hanya saja mereka tidak bisa mengendalikan rasa yang Tuhan berikan. Yang pelan-pelan menyelinap. Mereaksikan perasaan yang ada sehingga membentuk rasa baru yang tidak pernah disadari.

Follow Us @soratemplates