Selasa, 21 April 2020

# Alfameria # anak SMA

Alfameria : Chapter IV part 1

Untuk membuat brownis dengan citarasa coklat yang cukup kuat harus menggunakan banyak komponan dari pohon coklat. Coklat bubuk yang dicampur dengan tepung terigu dan coklat leleh. Sayangnya Marisa melupakan coklat block dalam daftar belanjanya kemarin sehingga. Ingin menunda saja tetapi beberapa bahan sudah menjadi adonan sementara jika harus membeli saat itu juga butuh waktu yang lumayan karena jarak rumah dengan supermarket cukup jauh.

Bel berbunyi tetapi Marisa tidak mendengar karena masih bimbang dengan kedua pilihannya tersebut. Pada bunyi yang kedua Marisa langsung tersentak. Kepalanya otomatis langsung menoleh pada dinding di sebelah kiri.

“Masih pagi.” Jam dinding menunjuk angka 05.30. “Tumbenan Alfa udah kesini”

Untuk yang ketiga kalinya bel berbunyi.

“Ini anak iseng banget sih pake bunyi-bunyiin bel.” Marisa menggerutu kemudian membuka pintu. “Masuk aja kali, Al. Eh, bukan Alfa. Hallo!”

“Pagi Tante,” Sapa Aksa.

“Pagi.” Tante Marissa membalas dengan nada yang sama cerianya dengan kicau burung diatas pohon. “Siapa, ya?”

“Saya Aksa, Tante. Teman sekolahnya Ameria. Kemarin udah janjian mau ke CFD.”

“Car free day?” Marisa menggumam heran.

“Masuk dan tunggu didalam aja, ya. Biasanya jam segini Amey belum keluar kamar.”

Aksa masuk dan berjalan mengikuti Marisa.

“Duduk dulu. Mau minum apa?”
“Nggak usah, Tante. Cuma sebentar aja kok.”

“Hhmm kaya Alfa aja malu-malu pas pertama kali datang.  Tenang aja, minuman kamu udah habis juga Amey masih dandan.”

“Apaan sih, Bun.” Sahut Ameria sambil menenteng sepatu bertali.

“Eh … anak bunda udah bangun.” Marisa berjalan masuk dan menghampiri Ameria yang tengah duduk di meja makan.

Rumah Ameria tidak memiliki dinding penyekat kecuali kamar sebagai ruang pribadi. Hanya menggunakan partisi-partisi kayu untuk membedakan ruangan tamu dan ruang makan yang menyatu dengan dapur. Sehingga setiap orang bisa melihat dengan mudah isi dari dalam rumah itu.

“Siapa?” tanya Marisa sambil berbisik.

“Teman sekolah.”

“Berdua aja. Alfa nggak ikut?”

“Jam segini mana mungkin Alfa keluar kamar.”

“Kamu?”

Pertanyaan dan jawaban singkat ini mirip dengan kejadian di ruang interogasi. Marisa sebagai penyidik dan Ameria sebagai tersangka.

“Aku mau nyoba hal baru aja, Bun.”

“Hari minggu bukannya kamu pergi sama Alfa?”

“Ke perpusnya kan siang. Lagian CFD cuma sampe jam 9 aja.”

Marisa masih merasa janggal dengan rencana Ameria. Selama 18 tahun tinggal bersama, Ameria paling sulit diajak melakukan hal baru. Butuh pengantar panjang dan berliku untuk membuatnya berkata, “Iya, deh.”

“Kamu sama Alfa nggak lagi berantem, kan?”

“Ya ampun, Bunda. Aku sama Alfa baik-baik aja. Kemarin kan masih nganterin aku pulang.”

“Ya kali berantem virtual yang dibawa ke dunia nyata.”

“Bunda, iihhhh. Apalagi itu berantem virtual.” Ameria mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Kemudian menunjukkan ruang percakapannya bersama Alfa. “Nih.”

“Bukan Bunda nggak percaya, Mey.”

“Bunda kuatir aku berantem sama Alfa.” Ucap Ameria mendahului. “Kita nggak mungkin marahan. Dunia kebalik kalau Alfa sampe marah. Udah, Ah. Aku berangkat dulu.

Marisa ikut berjalan sampai kedepan rumah. “Mey, nitip beliin coklat blok ya? Uangnya Bunda ganti kalau kamu udah pulang.” Teriak Marisa ketika Ameria hendak masuk kedalam mobil.
Pixabay


Marisa memang memiliki pembawaan sangat santai. Terutama dengan temna-teman Ameria. Dengan bersikap seperti itu Marisa juga bisa mengenal lingkungan pergaulan anaknya. Tidak heran kalau Marisa bisa dekat dengan Alfa.

Berbeda dengan Ameria yang sering merasa malu dengan sikap Bundanya yang menurutnya lupa usia. Setiap Alfa datang ke rumah lebih sering menghabiskan waktu bersama Marisa dibanding dengannya. Sehingga America selalu mengajak Alfa pergi kalau tidak ingin sahabatnya itu disabotase Marisa.

Chapter sebelumnya Jam Kosong Ala Alfameria

====

“Hey,”

Alfa mengamati seseorang yang baru saja menghampirinya. Berdiri tegak dihadapannya. Dengan topi putih bertengger manis dikepalanya. Rambutnya diikat menjadi dua bagian yang salah satunya jatuh dipundak. Jaket yang dikenakannya kini sudah menutupi sandaran kursi. Menampakkan kaos berwarna mint yang basah dibagian leher.

“Kamu telat.” Ucap Alfa tanpa memberi komentar pada penampilan Ameria.

“Sorry, sorry.” Ameria menarik kursi pelan dan duduk mengendap. Seperti murid yang takut ketahuan karena terlambat masuk kelas. “Baca buku apa?” Ameria kembali menunduk untuk mengintip judul dari buku yang sedang dibaca Alfa. “Ya ampun, Al. jauh-jauh ke perpus tapi bawa buku dari rumah.”

“Tanggung, Mey. Bentar lagi kelar.” Alfa membalik halaman.

Kalau anak buku sedang asik membaca tidak akan memedulikan sekitarnya. Maka Ameria pun pergi untuk mengambil buku. 
Kali ini dia menghampiri rak yang berisi buku-buku seni, hiburan dan pertunjukkan. Dia membutuhkan tambahan referensi untuk memastikan pilihan jurusan yang akan diambil ketika kuliah nanti. Meski sudah memantabkan hati untuk menjadi mahasiswa di IKJ.

Pixabay


Marisa mengatakan bahwa lakukan apapun yang sesuai dengan passion kita. Agar kita tidak mudah menyerah ketika kesulitan menghampiri. Kita akan berusaha lebih giat lagi untuk menaklukkan sebesar apapun rintangan yang menghadang. Bahkan ketika orang lain memandang rendah, kita akan tetap fokus pada pilihan itu. dan tidak akan berhenti sebelum tercapai.

Sebuah buku tentang jurnalisme pertelevisian Indonesia diambilnya. Ameria tertarik dengan dunia perfilman dan pertelevisian, namun pengalamannya mengikuti casting membuatnya menghapus mimpi menjadi artis. Akhirnya buku tersebut kembali pada tempatnya semula.
Sebuah getaran terasa di saku celananya. Layar ponselnya menunjukkan sebuah pemberitahuan dari Instagram. Ameria teringat bahwa hari ini postingan di feed instagramnya belum bertambah.

Rupanya akun media sosial membawanya untuk mengambil sebuah buku yang berisi desain grafis. Aktivitasnya sebagai seorang bookstagram, mau tidak mau, memaksanya untuk menguasai teknik mengambil gambar, mengedit gambar untuk memberikan hasil yang instagramable.

Buku itu benar-benar menenggelamkannya. Baris demi baris kalimat Ia baca tanpa terlewat. Ditambah gambar-gambar ilustrasi yang membuatnya semakin enggan walau untuk berkedip. Mungkin ini buku non fiksi pertama yang memikatnya pada pandangan pertama. Hingga membuatnya tidak sadar, seseorang tengah berdiri menatapnya.

“Nggak tahu ada fasilitas kursi disediakan biar orang membaca sambil duduk?”

Ameria hanya memamerkan deretan giginya.

“Tanggung, Al. Lagi seru.”

“Tumben, bukan novel atau buku bergambar?”

“Yee … emang aku anak TK baca buku bergambar.” Ameria mencebik. “Kamu udahan bacanya?”

Alfa mengedikkan bahu.

“Kenapa?” Ameria merasa heran dengan sikap Alfa. Tidak seperti biasa. Seburuk apapun buku yang selesai dibaca akan membuatnya tersenyum. Meski komentar menkritik yang banyak keluar dari mulutnya.

Alfa mendesah. “Buku ini bikin aku … jadi … ngantuk.”

Pernah lihat kartun Tom and Jerry? Yang mulut bagian bawah Tom jatuh sampai menyentuh lantai. Itulah yang terjadi pada Ameria.

“Ke kafe depan, yuk! Biar bisa ngobrol tanpa bisik-bisik.”







12 komentar:

  1. Kaya aku dulu malu-malu meong, kalau ketemu galak jinak-jinak merpati eeeh suka alur ceritanya

    BalasHapus
  2. Wah, kayaknya aku harus baca dulu chapter 3 nya biar lebih masok. Tadi udah kucari di postingan bulan lalu kayaknya ada. Next time mampir lagi deh.

    BalasHapus
  3. Tiba-tiba baca chapter ini. Dan Yuni nggak nyambung. Perasaan tu ya waktu baca Ameria dan Alfa pas lagi ujian Fisika itu nggak sih adegan awalnya. Itu sih udah chapter berapa yang ku baca. Ini udah chapter 4 aja.

    Oke mari flashback lagi. Hehehe

    BalasHapus
  4. wah udah chapter 4 aja..makin penasaran sama lanjutannya
    Keren...kutunggu next chapter dengan deg-degan :)

    BalasHapus
  5. Mba.. ini cerbung gitu ya. Hmmm keknya aku kudu berburu part sebelumnya deh biar ngerti alur ceritanya.

    Btw ini bakalan dijadiin buku atau novel gitu nggak? Penasaran akutu hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak. Sedang mencari jodoh penerbit, semoga tahun ini😁

      Hapus
  6. Baru baca, ternyata udah masuk di chapter 4, pantesan agak bingung dengan alur ceritanya. Kayaknya harus baca mulai dari chapter awal nih, biar bisa paham.

    BalasHapus

Follow Us @soratemplates