Minggu, 07 Juli 2019

# baca # Buku

HITAM DAN HIJAU PERTAMAKU



Buku pertama yang kubeli disaat aku belum suka buku. Suka baca iya, tapi belum seperti sekarang yang tidur sama buku rasanya bahagia. Waktu itu beli buku karena tidak sengaja. Saat pulang kuliah melewati stand seminar yang pematerinya adalah penulis buku kondang. Karena penasaran mampirlah.
Bisa ketemu dan dapat tanda tangan langsung dari penulis tentu saja jadi iming-iming yang luar biasa untukku, anak kampong (sampai sekarang juga sih hehehe). Ajian marketing itu sangat dahsyat sampe akhirnya dua buku yang harganya bisa untuk makan seminggu pun keluar. Dengan semangat dalam hati bahwa, “Gue bisa ketemu penulis terkenal”. Padahal tahu siapa penulisnya aja belum. Kan bukunya baru terbeli.
Setelah datang dan ikut seminarnya pun masih belum suka buku. Cuma tiap main ke Mall (Masyaallah berasa jadi anak emol) selalu mampir ke gerai buku dan selalu meramaikan setiap bazaar buku dimanapun itu dan nggak beli.
Setelah lulus baca buku pendidikan kehutanan dan lingkungan juga tentang managemen restoran yang berat bukunya bikin encok mulai main ke persewaan buku dan komik. Serial Harry Potter dan The Twilight Saga langsung khatam dalam hitungan hari. Dan berulang dibulan berikutnya.
Kebiasaan ini menimbulkan sesal dan dendam yang kubawa sampai sekarang.
Apa tuh?
Suatu ketika, untuk kesekian kalinya sewa buku, pemilik persewaan memberikan penawaran fantastis. Yaitu satu set seri Harry Potter (Prelove) dengan cover asli (bukan cover versi indo yang sekarang) seharga 500.000. Uang sebanyak itu cukup buat beli susu dan popok anak (BTW aku pelaku nikah muda lhoo) tentu saja penawaran itu kutolak mentah-mentah. Sementara harga buku barunya saat ini sudah naik sampai 4x lipat. Lihat, bukan seharga susu popok lagi tapi seharga biaya hidup sekeluarga selama sebulan.
Ingat itu bikin sakit hati banget. Coba dulu uang gaji pas kerja nggak dipake main-main aja (huhuhu)
Suka baca dan koleksi buku di awali dari anak-anak. Jadi dulu sering beliin buku-buku satuan yang gampang banget sobek. Akhirnya ketemu teman yang jual buku-buku premium. Mahal sih tetapi aman dan awet untuk anak-anak batita. Dari sana setiap pergi selalu beli satu buku. Tiap ke toko buku yang di datangi rak buku anak.
Pas anak udah balita mulai bergeser ke rak buku dewasa. Rak buku fiksi.beli satu buku. Karena kondisi dan kesempatan yang memungkinkan pergi ke toko buku itu sangat kecil sekali akhirnya ya diam aja, baca yang ada. Khatam puluhan kali buku anak-anak.
Oh iya, membacakan buku jadi aktivitas rutin dan salah satu caraku mengenalkan buku pada anak-anak. Makanya jangan heran kalau mereka terbiasa sekali dengan buku.
Hingga masa ponsel pintar merajalela dan memperkenalkanku dengan aplikasi menulis. Menulis menjadi jalan utama yang membuat rak buku dirumah semakin penuh. Saat itu akan mengikuti dua ajang lomba menulis (sampai sekarang naskahnya nggak jadi diikutin, kebanyakan disunting, malah masuk meja penerbit) sehingga getol banget mengikuti grup-grup kepenulisan. Hingga melekatkan kalimat bahwa senjata utama penulis adalah membaca buku.

Dari sanalah buku-bukuku berasal. Mulai dari beli online, ikut PO buku dari penulisnya, ikutan give away, sampai merayu-rayu suami buat dikasih tambahan uang jajan buat beli buku. Tapi percayalah, dari sekian banyak  usaha saya mendapatkan buku-buku tersebut kalau dihitung masih kalah banyak dengan koleksi buku anak-anak. Bahkan kalau dirupiahkan, buku anak-anak udah menyentuh angka puluhan juta.
Tapi dari sekian banyak rupia yang sudah saya keluarkan menghasilkan ilmu yang harganya jutaan kali lipat banyaknya. Investasi buku itu investasi jangka panjang bahkan bisa menjadi amal jariyah yaitu ilmu yang diamalkan.

Catatan:
Hitam itu warna sampul buku 5 cm karya Donny Dirgantara (favorite)
Hijau itu buku Ketika Cinta Bertasbih 2 (Kang Abik)

Negeri van oranje, kado ultah dari suami (buku kesayangan) semua buku yang temanya belanda pasti suka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates