EWS 2.0
Elfa
Writing Sprint 2.0 bisa dikatakan ini ada kompetisi menulis fiksi pertama yang
kuikuti. Nekat tentu saja. sombong apalagi (hahaha biar nggak minder). Akhirnya
daftar. Mengisi formulir melalui google
form dan menyertakan fiksi mini sebanyak 250 kata sebagai salah satu
syaratnya.
Aku
tuh baperan. Semakin tambah umur bukannya tambah bijak tapi tambah sensitif.
Akhirnya pake trik klasik, daftar dan
lupakan.
Enggak
pernah tahu kapan pengumumannya. Yang diingat akhir bulan Oktober ada event menulis. Entah sibuk apa, niat
lupa itu benar-benar lupa. Sampai pemberitahuan masuk grup WA muncul.
Aneh,
heran dan nyaris keluar pas tahu dimasukkan grup WA oleh sembarang orang. Cuma
pas baca nama grup jadi mikir lalu bongkar ingatan.
“Jadi
aku lolos seleksi awal?”
Secepat
kilat ubek-ubek facebook dan
ketemulah. Ada namaku dari 25 peserta yang lolos. Resiko menjadi pemilik nama
dengan huruf depan Y, apa-apa selalu dibelakang.
Belajar dan Menjadi Bodoh
Semua
orang belajar untuk menjadi pintar. Itu juga yang kuyakini selama hampir 20
tahun mengenyam pendidikan. Baru kali ini merasakan bahwa belajar itu untuk
mengetahui seberapa bodohnya kita.
Tahun
2019 memutuskan berhenti belajar. Berhenti mengikuti kelas-kelas menulis yang
bertebaran dijagad dunia maya. Karena ingin mengganti fokus untuk praktik,
menulis, menulis, dan terus menulis. Apalagi akhir tahun lalu ditutup dengan
hadirnya blog pribadi yang cukup mendongkrak kepercayaan diri untuk melempar
tulisan dikhalayak ramai.
Menjadi
salah satu peserta di EWS 2.0 tidak hanya berkompetisi tetapi juga mendapat
pelatihan untuk menulis fiksi yang fokusnya adalah novella.
Seminggu
pertama adalah pemberian materi dan mengerjakan tugas sesuai materi.
Dikompetisi
ini aku benar-benar mengosongkan kepala. Membuang jauh-jauh apa yang sudah
kupelajari selama ini. Dan benar saja, meski bukan yang pertama kali, aku
benar-benar menghadapi kesulitan yang sangat.
Bahkan dikesempatan
ini aku baru bisa membenarkan pernyataan banyak orang bahwa menulis fiksi itu
susah.
Premis
dan sinopsis adalah bagian paling susah, baik dulu bahkan sekarang. Karena
kesulitan inilah aku jadi tahu alasan cerita-ceritaku selalu berada dijalan
panjang yang penuh kemacetan untuk mencapai kata ‘tamat’.
Kesulitan
ini nyaris membuatku menyerah. Karena aku benar-benar merasa down, merasa tidak
bisa menulis. Bahkan menulis artikel untuk blog sebagai pengalihan pun gagal. Parahnya
lagi, aku hiatus dari blog. Tabungan artikelku mengendap dilaptop. Selama bulan
November engak ada satu unggahan disana. Lagi-lagi tekat menjadi penyelamatku.
Hingga akhirnya membuatku tetap bertahan diantar 19 peserta yang tersisa.
Sahabatku Alfameria
Pada
minggu kedua proses menulis dimulai. Aku bisa bernafas lega. Kalau ada penyanyi
buta nada maka aku buta teori. Menulis menjadi jalan yang cukup mudah kulalui.
Dengan adanya outline benar-benar sangat membatu perjalanan itu.
Alfameria
ini bergenre 100% teenlit. Alasannya aku sendiri tidak tahu (hahaha)
Aku
senang dengan film-film yang diproduksi Walt Disney dan serial drama korea yang
diproduksi SBS. Sebut saja High School Musical yang membuatku tergila-gila
dengan Troy Bolton dalam wujud Zac Effron, Joey Parker yang berwujud Drew See ley.
Cerita yang diangkat mengenai permasalahan remaja yang diselesaikan dengan
sangat apik dan dewasa untuk usia mereka. Dan aku ingin cerita-cerita itu
berwujud tulisan.
Alfameria
mungkin tidak sekomplek drama-drama diatas tapi aku benar-benar ingin
menunjukkan pada remaja sekarang bahwa ada banyak hal baik yang bisa dilakukan
dengan mengikuti perkembangan zaman. Aku ingin mengajak mereka untuk membangun
mimpi, menemukan passion sejak awal agar masa-masa peralihan itu tidak dipenuhi
oleh kisah-kisah picisan yang menyempitkan pola pikir. Bukan mengkerdilkan
kisah-kisah percintaan (kan aku romance
freak) hanya ingin mereka untuk think
bigger terutama remaja yang tumbuh dikota-kota kecil.
Maka
muncullah Alfa, Ameria dan Aksa dengan balutan kisah cinta klasik, cinta
segitiga. Mereka adalah karakter-karakter yang kuharapkan hadir dalam hidupku
dijaman itu (sadar udah tua hahaha).
Menulis
kisah mereka benar-benar membuatku merasa muda. Meski sangat menikmati bukan
berarti berjalan tanpa kesulitan. Justru karena mereka hidup didunia yang
sangat berbeda denganku, usaha untuk menciptakan atmosfernya berkali-kali lipat
lebih susah. Karena referensiku yang sangat kurang baik buku atau film.
Hari-hari
menuju penilaian pun semakin dekat. Meski sudah selesai menulis tapi perasaan
puas masih sangat jauh didepan. Hal positif yang bisa kupetik lebih awal adalah
aku bisa mengalahkan diri sendiri. Ini benar-benar menjadi langkah besar dalam
perjalananku meniti karir sebagai seorang penulis yang sangat rimbawan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar