Minggu, 22 Desember 2019

# Habit # Universe

AKU MENCIPTA ALFAMERIA

EWS 2.0

Elfa Writing Sprint 2.0 bisa dikatakan ini ada kompetisi menulis fiksi pertama yang kuikuti. Nekat tentu saja. sombong apalagi (hahaha biar nggak minder). Akhirnya daftar. Mengisi formulir melalui google form dan menyertakan fiksi mini sebanyak 250 kata sebagai salah satu syaratnya.
Aku tuh baperan. Semakin tambah umur bukannya tambah bijak tapi tambah sensitif. Akhirnya pake trik klasik, daftar dan lupakan.
Enggak pernah tahu kapan pengumumannya. Yang diingat akhir bulan Oktober ada event menulis. Entah sibuk apa, niat lupa itu benar-benar lupa. Sampai pemberitahuan masuk grup WA muncul.
Aneh, heran dan nyaris keluar pas tahu dimasukkan grup WA oleh sembarang orang. Cuma pas baca nama grup jadi mikir lalu bongkar ingatan.
“Jadi aku lolos seleksi awal?”

Secepat kilat ubek-ubek facebook dan ketemulah. Ada namaku dari 25 peserta yang lolos. Resiko menjadi pemilik nama dengan huruf depan Y, apa-apa selalu dibelakang.

Belajar dan Menjadi Bodoh

Semua orang belajar untuk menjadi pintar. Itu juga yang kuyakini selama hampir 20 tahun mengenyam pendidikan. Baru kali ini merasakan bahwa belajar itu untuk mengetahui seberapa bodohnya kita.
Tahun 2019 memutuskan berhenti belajar. Berhenti mengikuti kelas-kelas menulis yang bertebaran dijagad dunia maya. Karena ingin mengganti fokus untuk praktik, menulis, menulis, dan terus menulis. Apalagi akhir tahun lalu ditutup dengan hadirnya blog pribadi yang cukup mendongkrak kepercayaan diri untuk melempar tulisan dikhalayak ramai.
Menjadi salah satu peserta di EWS 2.0 tidak hanya berkompetisi tetapi juga mendapat pelatihan untuk menulis fiksi yang fokusnya adalah novella.
Seminggu pertama adalah pemberian materi dan mengerjakan tugas sesuai materi.
Dikompetisi ini aku benar-benar mengosongkan kepala. Membuang jauh-jauh apa yang sudah kupelajari selama ini. Dan benar saja, meski bukan yang pertama kali, aku benar-benar menghadapi kesulitan yang sangat.
Bahkan dikesempatan ini aku baru bisa membenarkan pernyataan banyak orang bahwa menulis fiksi itu susah.     

Premis dan sinopsis adalah bagian paling susah, baik dulu bahkan sekarang. Karena kesulitan inilah aku jadi tahu alasan cerita-ceritaku selalu berada dijalan panjang yang penuh kemacetan untuk mencapai kata ‘tamat’.
Kesulitan ini nyaris membuatku menyerah. Karena aku benar-benar merasa down, merasa tidak bisa menulis. Bahkan menulis artikel untuk blog sebagai pengalihan pun gagal. Parahnya lagi, aku hiatus dari blog. Tabungan artikelku mengendap dilaptop. Selama bulan November engak ada satu unggahan disana. Lagi-lagi tekat menjadi penyelamatku. Hingga akhirnya membuatku tetap bertahan diantar 19 peserta yang tersisa.

Sahabatku Alfameria

Pada minggu kedua proses menulis dimulai. Aku bisa bernafas lega. Kalau ada penyanyi buta nada maka aku buta teori. Menulis menjadi jalan yang cukup mudah kulalui. Dengan adanya outline benar-benar sangat membatu perjalanan itu.
Alfameria ini bergenre 100% teenlit. Alasannya aku sendiri tidak tahu (hahaha)
Aku senang dengan film-film yang diproduksi Walt Disney dan serial drama korea yang diproduksi SBS. Sebut saja High School Musical yang membuatku tergila-gila dengan Troy Bolton dalam wujud Zac Effron, Joey Parker yang berwujud Drew See ley. Cerita yang diangkat mengenai permasalahan remaja yang diselesaikan dengan sangat apik dan dewasa untuk usia mereka. Dan aku ingin cerita-cerita itu berwujud tulisan.
Alfameria mungkin tidak sekomplek drama-drama diatas tapi aku benar-benar ingin menunjukkan pada remaja sekarang bahwa ada banyak hal baik yang bisa dilakukan dengan mengikuti perkembangan zaman. Aku ingin mengajak mereka untuk membangun mimpi, menemukan passion sejak awal agar masa-masa peralihan itu tidak dipenuhi oleh kisah-kisah picisan yang menyempitkan pola pikir. Bukan mengkerdilkan kisah-kisah percintaan (kan aku romance freak) hanya ingin mereka untuk think bigger terutama remaja yang tumbuh dikota-kota kecil.
Maka muncullah Alfa, Ameria dan Aksa dengan balutan kisah cinta klasik, cinta segitiga. Mereka adalah karakter-karakter yang kuharapkan hadir dalam hidupku dijaman itu (sadar udah tua hahaha).
Menulis kisah mereka benar-benar membuatku merasa muda. Meski sangat menikmati bukan berarti berjalan tanpa kesulitan. Justru karena mereka hidup didunia yang sangat berbeda denganku, usaha untuk menciptakan atmosfernya berkali-kali lipat lebih susah. Karena referensiku yang sangat kurang baik buku atau film.

Hari-hari menuju penilaian pun semakin dekat. Meski sudah selesai menulis tapi perasaan puas masih sangat jauh didepan. Hal positif yang bisa kupetik lebih awal adalah aku bisa mengalahkan diri sendiri. Ini benar-benar menjadi langkah besar dalam perjalananku meniti karir sebagai seorang penulis yang sangat rimbawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Follow Us @soratemplates