Matahari
masih mengintip di ufuk timur tetapi Cucak Kutilang sudah bersiul nyaring. Pejantan
itu sudah aktif mengeluarkan kicauan terbaiknya untuk mengundang betina yang
masih bersembunyi di dalam sangkar.
Energy
postif itu pun menjalar pada diri Alex. Dengan tas yang sudah di sandang di
punggungnya pun rambut basah hasil dari produk perawatan rambut yang beberapa
bulan terakhir rajin digunakannya. Tak hanya seperti burung pejantan yang harus
aktif dipagi hari untuk menarik betina lainnya, Alex pun sedang bergerilya
menebarkan pesonanya untuk menarik lawan jenisnya.
Sebut
saja Manda. Seorang perempuan yang dengan daya tariknya mampu memikat Alex
semenjak hari pertama kuliah di mulai. Tak hanya kecantikan tetapi juga
intelektualnya membuat Alex tak bisa berpaling barang sedetik.
“Bu
Manda, saya perlu bicara.” Alex mencegat langkah Manda yang akan keluar kelas.
Seoalah
batu kerikil Manda menghindar dan melanjutkan langkahnya. Banyak mahasiswa yang
masih berkeliaran di sekitar kelas membuanya merasa cukup aman untuk segera
pergi dari Alex yang beberapa hari ini terus mengejarnya.
Bukan
tanpa alasan Manda memilih menghindar bahkan menjauh dari Alex. Debaran jantung
yang Alex rasakan juga terjadi padanya. Tapi semua itu bukanlah hal wajar. Semua
itu kesalahan. Jantung yang berdegup kencang itu harus segera dir edam sebelum
semuanya memburuk.
Memilih
jalan yang banyak dilalui orang ternyata cukup menghalau Alex untuk
mendekatinya. Sehingga, seperti sebelum-sebelumnya, Manda bisa masuk kedalam
ruanganya dengan aman.
“Manda,”
Alex menahan daun pintu saat Manda akan menutupnya. “Kita harus bicara.”
“Nggak
ada yang perlu kita bicarakan.” Manda mencoba mendorong tapi pintu itu tak juga
tertutup. “Mahasiswa tidak ada yang bersikap lancang seperti ini.”
“Sebentar
lagi dosen lain akan melewati ruangan ini. kalau kamu merasa tidak akan ada masalah
dengan itu, aku akan bicara sekarang.”
Tentu
semua itu akan bermasalah. Menjadi bahan gunjingan tidak menjadi impian Manda. Maka
jalan satu-satunya adalah menuruti permintaan mahasiswanya.
Manda
memunggungi Alex sambil bersedekap. “Saya
beri kamu waktu lima menit untuk bicara.”
“Aku
merindukanmu, Man.”
Aku juga.
Tapi Manda tak menyuarakannya. Ia biarkan berdengung di dalam kepalanya. Karena
bukan cinta seperti ini yang harus Alex terima darinya.
“Aku
sebenarnya tidak mengerti alasan kamu berubah secara tiba-tiba. Katakan apa salahku?”
Manda
menggelengkan kepalanya, “Kamu tidak salah, Alex.”
“Lalu?”
“Keadaan
yang salah. Aku yang salah.”
“Man?”
“Tolong,
hentikan semua ini. kita kembali ke posisi awal. Kamu mahasiswa yang harus
belajar dan aku dosen yang harus mengajar.”
“Jadi
karena itu kamu menghindar dariku?” Alex melangkah mendekat. “Man…”
Belum
sampai tangan Alex mencapai bahu Manda, perempuan berkacamata itu menyingkir. Mengeluarkan
sesuatu dari dalam laci mejanya. Dan memberikannya pada Alex.
“Aku
tidak sengaja membaca identitasmu dari arsip yang ada di gedung administrasi.”
Alex
tersenyum, “Kamu tidak perlu menyelidiku sejauh itu. aku akan menjawab bahkan
memberikan apapun yang perlu kamu ketahui tentang diriku.”
“Kamu
tidak mengerti, Alex.” Manda tertunduk sendu. “Kamu anakku.”
“Candaan
kamu sama sekali tidak lucu, Man.”
“Aku
tidak bercanda, Alex. Aku dan papamu pernah menikah saat kami belum lulus
sekolah menangah. Pernikahan kami hanya bertahan sampai kamu di lahirkan.”
Manda mengangkat wajahnya, memandang wajah anaknya yang sarat ketidakpercayaan.
“Karena aku berasal dari keluarga miskin, mama, Oma kamu memaksaku menyerahkan
kamu. Sebenarnya…”
Tanpa
menunggu lebih lama lagi Alex meninggalkan Manda dengan dentuman keras dari
pintu yang tertutup. Manda terduduk lemah. air mata yang ditahannya itu
mengalir melewati bingkai kacamata hitamnya. Duka dan penyesalan kembali
menyelimutinya seperti Sembilan belas tahun yang lalu.
Map
berwarna biru yang alex tinggalkan itu menunjukkan sebuah kopian akta
kelahiran. Bertuliskan sebuah nama yang menjadi alasan terbesar Manda bisa
hidup sampai detik ini. Alexander putra Wijaya, anak lelakinya yang tak
sekalipun bisa ia temuin selama hampir dua puluh tahun.
Takdir
sungguh pandai memporak porandakan hatinya. Ratusan hari ia menahan rindu,
menanti dalam pencarian. Kini pertemuan yang sangat di damba itu berbuah
petaka. Laki-laki yang membuat jantungnya berdebar adalah laki-laki yang selama
ini ia cari, anak kandungnya sendiri.
Tak
ada jalan lain selain mematahkan hati putranya sendiri sebelum kemalangan
menimpanya juga permata hatinya. Biarlah sakit itu menjadi pelajaran berharga
untuk anaknya bahkan mungkin akan menjadi hukuman untuk dirinya sendiri.
PS. cerita ini terinspirasi dari dongeng tangkuban perahu
PS. cerita ini terinspirasi dari dongeng tangkuban perahu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar